13. Tanggung Jawab Atas Kebodohan

64 11 2
                                    

Sehabis menyelesaikan tugas 'piket'nya tiap pulang sekolah, Hana segera melesat keluar kelas dan berjalan dengan buru-buru menuju ruang ganti wanita untuk mengganti seragamnya dengan seragam karate, kemudian bergabung bersama anggota ekskulnya yang lain dimana mereka sudah melakukan latihan memukul beberapa kali sebelum latih tanding untuk persiapan ujian kenaikan tingkat sabuk satu bulan dari sekarang. Selain itu, Kak Mawar sepertinya akan memilih beberapa anggota yang berpotensi ikut dalam ajang lomba olahraga tingkat provinsi, dan Hana yakin Dee akan kembali terpilih. Gadis itu sudah sabuk hitam strip tiga, berbeda dengan Hana yang baru memiliki sabuk biru.

Gadis itu melirik sekilas ke arah tribun, tetapi yang ditemukan hanya ruangan yang terkunci rapat padahal biasanya ruangan itu selalu terbuka dan menampilkan anak basket yang sedang latihan. Sedang di kursi tribun akan banyak perempuan genit yang suka menonton latihan basket dengan alasan ingin melihat cowok ganteng dengan jersey tanpa lengan yang menampilkan ketiak hingga otot langan yang terbentuk dari latihan mendrible hingga men-shoot bola ke jaring.

Tiba-tiba saja Hana membayangkan kembali adegan Fero satu tahun lalu saat festival sekolah, dimana lelaki itu men-shoot bola sembari melompat hingga menampilkan deru siswi-siswi genit menatap otot lengan lelaki itu. Aduh, harusnya Hana tidak perlu membayangkan itu! Dia bisa gila kalau mengingatnya lagi.

Gadis itu baru ingin masuk ke dalam ruang ganti perempuan saat menemukan Dimas yang duduk di kursi yang tepat berhadapan dengan ruang ganti murid, menatap ponselnya dengan cemas dengan kedua kaki panjangnya yang ditekuk terus mengentak-hentak dan wajah yang begitu khawatir. Hana agak heran melihat cowok tinggi yang paling pendiam dalam komplotan Fero and friends itu terlihat seperti sosok yang kebelet ke kamar mandi, lantas mendatangi Dimas dan tidak jadi berganti pakaian. Biar saja, masih jam 4 kurang ini.

"Hai, Dim."

Hana menyapa, membuat atensi Dimas pada ponsel dan lantai koridor akhirnya beralih. Cowok itu tersenyum tipis dan mengangguk sebagai balasan panggilan Hana.

"Anak basket pada latihan dimana, deh? Kok tribun digembok," dia bertanya heran, melirik Dimas yang sekarang memasang wajah seperti anak kecil yang ketahuan makan permen padahal sebelumnya sudah dilarang makan permen akibat baru sembuh dari sakit gigi.

Dimas menggigit bibir bawahnya, tersenyum lagi. "Nggak, tau..," sekarang Dimas seperti siswa yang ingin cepat-cepat kelas selesai akibat tidak tahan berada dalam satu ruangan dengan guru killer.

Hana memicingkan matanya, menatap cowok bongsor ini curiga. "Lo tahu sesuatu, ya?" tebaknya, meskipun tidak yakin akan 'sesuatu' yang ia maksud. Tapi mengetahui Fero bukan cowok yang suka berbohong, agaknya sangat aneh kalau menemukan anak basket berlatih di lapangan volly. Lapangan itu bahkan terlalu kecil jika dipakai untuk bermain futsal.

Dimas sepertinya sudah tidak tahan berbohong. Dia sudah membantu Fero lari dari pertanyaan Dee yang kebingungan saat melihat Fero dan Ano akan pergi bersama Kala. Kalau dia berbohong lagi pada Hana soal kegiatan basket yang sedang diundur ke hari Jum'at, dosanya akan bertambah. Rasa bersalahnya akan semakin menumpuk.

Dimas merasa semakin tidak enak pada semua orang yang telah dia bohongi!

Sehingga cowok itu mengatakannya, membuat Hana berdiri sembari menarik Dimas ke lapangan dan mendatangi Dee yang sudah ditunjuk Kak Mawar untuk latih tanding dengan Surya.

"Ada apa, Han? Kok lo malah narik Dimas ke sini dan bukan ganti baju?" cewek itu bertanya, menatap Dimas dan Hana bergantian.

Hana mengela napas jengkel. "Fero sama Ano ikut tawuran, Dee. Dimas bohong ke elo," jawab gadis itu dengan gamblang. Membuat Dee segera memakai sepatunya kembali tanpa mengenakan kaus kaki, sedang baju karatenya tidak dia ganti terlebih dahulu. Gadis itu memesan taxi online, menuliskan tujuan ke Taman Menteng dan menghubungi Ina dan Tiffany yang pastinya sudah bersantai di rumah bersama buku tugas mereka.

Hell(o)veTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang