8. Pertengkaran Antara Anjing dan Kucing

75 16 3
                                    

Ketika pelajaran Seni Budaya dimulai, Pak Ayub segera mengabsen murid sebagai bentuk nilai sikap dan kehadiran saat diraport akhir semester ganjil nanti. Sampai akhirnya nama Hana Ratu Jenggana dipanggil untuk kepentingan absensi. Gadis itu menunjuk tangan, dan setelahnya dia izin ke kamar mandi dengan alasan ingin buang air besar dengan wajah yang Fero yakini kalau Hana sedang ber-akting. Tetapi guru Seni Budaya mereka tampak acuh, kembali mengabsen sampai pada nama Ziko di absen terakhir sebelum buku absen itu diganti dengan buku penilaian buat memasukkan nilai tugas bulan Oktober.

Satu per satu nama kembali dipanggil dengan Pak Ayub yang mendatangi siswanya, melihat karya buatan mereka dari dekat sembari menilai kerapihan dan estetika-nya, lalu memberikan nilai dalam rentang 75 sampai 90. Karena beliau selalu mengatakan bahwa seni itu tidak pernah ada yang 100 persen sempurna, maka nilai yang diberikan pun hanya maksimal 90 dari 100 nilai yang disediakan sekolah untuk mengisi tabel nilai tiap semester.

"Ini mawar ... putih? But it's looks like a monochrom concept," Pak Ayub mulai mengomentari bunga kertas buatan Fero yang tampak sangat simpel dengan titik-titik hitam dari huruf-huruf yang ada dalam kertas HVS A4 itu. Beliau menatap Fero penuh kagum. "Good job, Fero. Kamu benar-benar kreatif! Bisa jelaskan kenapa menjadikan kertas yang ada tulisannya ini di depan?"

Ketika mendapat pertanyaan seperti itu, Fero mulai membayangkan wajah kelima sahabatnya yang selalu tampak bersih dan polos. Terutama gadis Utami itu, yang di ujung sana tengah menatapnya antusias sembari menopang wajahnya dan membuat telinga Fero terasa memerah. Tetapi setelahnya, wajah Hana yang jahil seakan memecah atensinya, membuat lelaki itu jadi tersenyum heran.

"Um, karena putih itu belum tentu ... polos dan tulus? Mawar putih, kan, identik dengan cinta yang murni, polos, serta suci. Tetapi gimana jika mawar putih itu dipenuhi bintik-bintik hitam? Artinya akan jauh lebih berbeda, bertolak belakang, dan menunjukkan bahwa cinta yang murni itu ... nggak pernah benar-benar murni, Pak," ia merasa tergelitik, lantas menormalkan ekspresinya kembali saat mendengar tepuk tangan dari gurunya, juga para anggota kelas IPA 2 yang takjub terhadap pemikiran Fero yang sama sekali tidak terduga.

"Memang ketua kelas IPA 2 itu keren, ya. Persis seperti yang dibanggakan wali kelas kalian," Pak Ayub tersenyum. "Saya jadi ingin menilai karya ini menjadi 100, tapi saya tidak mau merubah prinsip saya, Fero. Jadi cukup 90 untuk mawar putih hitam ini. Selamat," lantas pria paro baya itu kembali berjalan setelah memanggil nama Gabiella, sebelum lima menit kemudian beralih ke kursi kosong di belakang dimana ada sebuah kanvas dengan potret wajah wanita berlengkung mata lembut dan memiliki senyum yang sangat cantik. Lukisan itu dibentuk oleh plastik bekas kemasan sabun cuci baju, yang digunting-gunting sedemikian rupa hingga membentuk potret wanita berambut panjang itu.

Di bawahnya tertulis nama Hana Ratu Jenggana dari cat hitam, beserta pria paro baya yang kini menggeram kesar.

"Cepat hubungi siswi kurang ajar ini. Saya hampir lupa, sudah setengah jam dia di kamar mandi," pria itu kini melirik Fero yang sudah berdiri dengan ponsel yang mulai menghubungi Hana berkali-kali. "Fero, gimana? Sudah diangkat teleponnya?"

Melihat siswa laki-laki kesayangannya itu menggeleng lemah, Pak Ayub mengela napas kasar. "Saya benar-benar tidak habis pikir oleh Hana. Dia cerdas, sungguh. Lihat saja tugasnya, benar-benar cantik! Tapi perilaku buruknya membuat saya eneg!" pria berusia 51 tahun itu mengambil kanvas di atas meja itu, berniat merobeknya setelah melepaskan kayu yang membentuk kanvas kain itu menjadi persegi, sebelum tangan Fero dengan cekatan menahan gerakan tangan pria itu.

Fero menatap lukisan cantik itu sebelum menatap gurunya masih dengan kesopanannya yang tak pernah gagal. "Maaf, Pak. Tapi rasanya tidak etis jika harus meghancurkan tugas Hana. Bapak bisa memberinya nilai rendah kalau Bapak mau. Tapi tugas ini," Fero menilai bagaimana bentuk guntingan plastik kemasan itu yang tampak rapih dan terukur, dia menggeleng pelan. "Tugas ini bukan sekadar tugas yang dikerjakan secara asal, Pak. Hana pasti serius dalam mengerjakan tugas ini," katanya meyakinkan.

Hell(o)veTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang