31. Fokus dengan Urusan Masing-masing

53 13 4
                                    

Malam menjelang pagi dan Fero hanya bisa tidur selama 2 jam. Sisanya dia menghabiskan rasa kesalnya pada games sampai-sampai dia tidak sadar tertidur di meja belajar dan dibangunkan Bang Arfi untuk ikut salat Subuh berjamaah. Terkadang memang ada hal yang harusnya kita tidak perlu ikut campur, tetapi sayangnya Fero tak dapat melihat batas itu. Dia hanya ingin hubungannya berjalan baik tanpa memikirkan perasaan gadis Jenggana itu.

Lantas sekarang apa sudah waktunya Fero mendengarkan beberapa lagu-lagu Day6 seperti Ina yang dulu patah hati akibat cintanya tidak terbalas? Cowok itu menggeleng ngeri, memakai ranselnya lantas berdiri sembari menenteng sepatu lalu memakainya di halaman rumah. Pagi ini tidak ada suara Dee yang berisik, tetapi cowok itu mendapatkan pukulan dari buku Biologi yang dipegang perempuan Astari itu sampai Dimas menahan Dee yang masih ingin mengomel.

Fero mengela napas jengkel. "Kenapa sih lo?!"

"Elo yang kenapa, tolol!" balas gadis itu, tak kalah galak. "Lo tuh ya, Ro. Gue tau niat lo baik, tapi mikir dong kalo waktunya belum tepat. Hana itu bukan lo yang bisa nyelesain masalah tanpa mikirin hal lain. Tapi cewek itu umumnya sensitif and you must to calm down," gadis itu mengela napas keras, mengalihkan pandangan sembari bersidekap. "Tadi pagi Hana dijemput Kala, dia bakal nginep di rumah Kala setelah ini," dia menjelaskan seakan menjawab pertanyaan cowok itu tentang absennya Hana di pagi hari ini.

Cowok itu membasahi bibir bawahnya, mengangguk kaku. "Oke."

"Oke?!" nada Dee semakin meninggi tapi Tiffany langsung menahan gadis itu untuk tetap diam.

Fero juga sedang pada masa terburuknya. Cowok itu pasti tenggelam pada rasa bersalahnya sampai kantung matanya menghitam dan rambutnya bahkan tidak terisisr dengan baik. Ina menggeleng heran, lantas mengajak kelima sahabatnya untuk berjalan ke halte karena sekarang sudah pukul 6 lebih 10 menit dan gadis itu tidak mau telat. Dia bahkan baru menjadi anggota OSIS tetapi sudah telat masuk sekolah. Bagaimana tanggapan pembimbingnya nanti?

Cowok itu baru masuk ke dalam ruangan OSIS untuk mengumpulkan hasil rapat yang diberikan oleh Ina dan akan keluar dari ruangan sebelum Kala datang dan memukul rahangnya. Fero tahu bahwa lelaki itu pasti akan mendatanginya dan sekarang Alfero diam saja membiarkan Kala kembali memberikan satu pukulan telak namun sayangnya pukulan itu mengambang di depan hidungnya. Cowok berbibir tebal itu tampak menarik dan mengeluarkan napas dengan kasar, menatap lelaki di bawahnya penuh emosi.

"Gue udah bilang kalo lo berani bikin Hana nangis, lo bakal abis di tangan gue, kan, Ro?" dia berdiri, menatap lelaki bermata kecil yang menatap cowok itu dengan tubuh yang masih terlentang akibat pukulan Kala yang membuatnya terjatuh ke belakang. Sedangkan Kala mengela napas kasar. "Gue tetap gak bisa ngabisin lo. Karena gimana pun Hana suka sama lo."

Fero melirik lelaki itu, tersenyum tipis. "Sori."

"Ck, cowok sinting," cowok itu berjalan keluar dari ruang OSIS.

Meninggalkan Fero yang mencoba duduk dan menyeka hidungnya yang mengeluarkan darah. Akhir-akhir ini dia terlalu sering terkena pukulan dekat hidung sehingga sangat wajar bahwa sekarang dia menemukan hidungnya kembali mimisan. Dengan tubuh terhuyung, Fero mencoba keluar dari ruang OSIS dan bersitatap dengan gadis Jenggana itu meskipun setelahnya Hana segera mempercepat langkah dan Rachel mengikuti sembari menatap ketua kelasnya khawatir.

Fero tersenyum tipis, beralih ke ruang kesehatan untuk meminta pengobatan agar menghentikan pendarahannya sembari istirahat. Dia sudah menghubungi Rido untuk izin tidak mengikuti kelas Seni Budaya karena sakit, sehingga sekarang dia dapat dengan tenang tidur selama 1 setengah jam di ruang kesehatan sebelum bangun akibat tepukan jahil Ano pada pipinya yang masih lebam dari pukulan Rize kemarin. Fero membuka mata, menatap dua sahabat cowoknya jengkel.

Hell(o)veTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang