Angel (2)

46 0 60
                                    

Seoul, South Korea.

"....Akan kukirim orangku untuk memeriksa besok pagi. Terima kasih atas kerjasama kalian. Menyenangkan bisa berbisnis dengan anda, Radcliffe." Vincenzo tersenyum menyalami Daniel Radcliffe III, generasi penerus ketiga dari hotel Radcliffe.

"Tentu. Jangan anggap bisnis. Anggap saja sebagian hobbi. Eksplorasi mainan." Ucap Radcliffe, membalas jabat tangan Vincenzo yang cukup hangat. "Aku lebih suka dipanggil D.R."

"Okey, D.R."

Selepas kepergian D.R. Vincenzo kembali terfokus, duduk di belakang meja hitam besar dan berbentuk M. Tidak ada tumpukan berkas yang berada di atas meja besar itu. Hanya sebuah layar sentuh yang menempel pada meja, sebuah telephone berwarna metalik tipis, sebuah ballpoint, selembar kertas, vas bunga kristal yang di isi sebatang tulip merah dan secangkir kopi yang sudah menghilang setengahnya.

Ruangan Vincenzo jauh lebih luas dari sebuah rumah standard di Korea. Tidak ada tembok beton berlapis baja anti peluru, hanya ada spy mirror setebal 7 cm sebagai pembatas ruangannya dengan ruangan staff. Di ruanganVincenzo terdapat satu set sofa berwarna merah maroon yang terbuat dari kulit asli, mejanya terbuat dari kaca dengan vas yang di isi lilac di atasnya. Bagian bawah di lapisi oleh karpet halus, tapi itu hanya berada di bagian sofa, sedangkan bagian lainnya di biarkan tanpa karpet, menonjolkan marmer dengan motif unik dan warna gelap. Di balik meja Vincenzo terpampang kota Seoul dengan segala kesibukannya.

Kantor pusat Cassano Corp berada di jantung kota Seoul, berdiri megah dengan bias warna biru. Saat di sinari matahari, gedung ini berwarna biru laut, tapi saat malam tiba, gedung ini berwarna biru gelap. Dan Vincenzo menyukai bagaimana bangunannya terlihat saat malam.

"Sir, Lee Min Ho datang dan ingin bertemu dengan anda."

"Biarkan masuk." Vincenzo meletakan ballpointnya saat Min Ho masuk dan duduk di sofa. "Ada masalah ?"

Min Ho tersenyum, menjatuhkan dirinya di sofa empuk merah maroon yang berada di ruangan Vincenzo. Dia mendesah pelan. "Ah, tidak ada. Aku hanya ingin mampir ke tempatmu." Min Ho menatap sebentar wajah Vincenzo, wajah yang sebentar lagi akan hancur di pukuli hingga tidak bisa teridentifikasi lagi. "Bagaimana kabarmu? Kau jarang pulang akhir-akhir ini."

"Lumayan baik. Ada banyak yang harus kuurus di Moldova dan proyek Seoul II." Vincenzo bangkit, memesan satu cangkir kopi panas dan menyajikannya untuk Min Ho.

"Oh, proyek megamu?" Min Ho mengangkat cangkir yang Vincenzo berikan. "Seoul II? Kota metropolitan buatan di lepas pantai Jeju?"

"Ya. Cukup menjanjikan dan proyek sudah sampai di tahap 45%." Vincenzo tersenyum.

Setelah menghabiskan kopinya, Min Ho bangkit dan berpamitan. "Jaga dirimu baik-baik, Saudaraku." Ujar Min Ho tepat sebelum dia menutup pintu ruangan Vincenzo.

Vincenzo terbiasa membaca ekspresi orang lain. Dan ekspresi Lee Min Ho sangat mudah di tebak. Laki-laki itu menginginkan Vincenzo mati. Satu dari tiga alasan kenapa dia tidak kembali ke rumah keluarga Lee. Vincenzo lebih menyukai tempat singgahnya di Apartment super mewah di jantung kota Seoul. Lebih mudah mengontrol asetnya di tempat itu. Vincenzo masih berdiri di hadapan jendela saat assistant pribadinya mengetuk pintu kemudian masuk.

"Sir," laki-laki bertinggi 183 sentimeter dengan pakaian kerja bernuansa hijau lembut itu masuk, melangkahkan kakinya menuju meja Vincenzo. "Ada tanda aktivitas dari La Bella."

Wajah dingin Vincenzo tiba-tiba membentuk senyuman. Kapan terakhir kali dia berhadapan dengan La Bella? 3 tahun yang lalu? Sepertinya ya, Vincenzo tidak akan melupakan pertemuannya dengan pembunuh bayaran berasal dari German bernama Robert Pattinson yang berhasil mematahkan lengan Vincenzo. Dari semua perserikatan pembunuh bayaran, hanya agen La Bella- lah yang berhasil mematahkan tulangnya, meski pada akhirnya agen itulah yang mati.

AngélWhere stories live. Discover now