Chris tak mampu mengucapkan satu katapun ketika melihat sosok Angel berada dalam rumahnya. Bukan kah wanita itu sudah mati tiga bulan lalu? Bukan kah dia sudah mati? Mimpikah dirinya?
"Lama tak bertemu, Chris Evans?" aromanya masih semanis dulu dan mata itu, dwiwarna mengagumkan benar-benar jauh lebih mengerikan dibanding terakhir kali dia melihatnya.
Angel tersenyum kecil dengan mata sendu mematikannya.
Chris menyeringai di tengah kengeriannya dengan aura gelap yang serta merta datang melingkupi ruangan. "Bangkit dari kuburmu, Angel?" Chris pelan meraba pistol yang berada di sisi tubuhnya.
Tapi gerakan itu terlihat oleh Angel, dia berdecak menggoyangkan jemarinya. "Jangan seperti pecundang, Chris."
"Masih sejeli dulu?" tambah Chris berusaha untuk mengurangi kegugupannya. Seharusnya dia tidak gugup, tiga bulan lalu dia berhasil mengubur Angel, dan bukan tidak mungkin jika hari ini pun dia bisa mengirim Angel lagi ke liang lahat.
"Mati tidak mengurangi kemampuan membunuhku, Chris." Tidak ada seringai, tidak ada senyuman, bahkan tidak ada nada kejengkelan dalam setiap nada yang Angel ucapkan, namun justru karena itulah Chris merasa nafasnya tercekat.
"Ada yang bisa kubantu?"
Angel terduduk santai sambil melipat kakinya di sofa yang baru saja Chris tinggalkan. Mata dwiwarna itu tidak pernah terlepas dari wajah Chris, namun satu saja gerakan kecil yang dibuat Chris pada seluruh tubuhnya, dapat dengan mudah di baca oleh Angel, bahkan degup jantung Chris pun terlihat jelas di mata wanita itu.
"Wiski please."
Chris berbalik, berjalan perlahan dan mempertimbangkan semua kemungkinan untuk mengirim Angel kembali ke kuburannya sambil meraih dua gelas bulat pendek dan hampir menuangkan wiskinya dan oh, mungkin Chris harus berpikir spontan untuk membunuh Angel. Tangannya dengan cepat meraih pistol yang berada di balik blazer milik Chris sebelum berbalik dan menarik pelatuk sambil mengarahkannya pada sofa tempat Angel terduduk sebelumnya.
Namun ketika timah panas yang terpental dari pistol Chris mengenai sasaran, bukan darah yang keluar melainkan kumpulan dacron berterbangan akibat tiga tembakan Chris berurutan.
"Ah, sayang sekali meleset." Suara itu berada tepat di sisi kanan tubuh Chris. Tangan kanan Angel bergerak perlahan meraba lengan kanan Chris yang terjulur memegang pistol kemudian dengan sangat, sangat pelan sekaligus seduktif, Angel mengambil pistol tersebut dari Chris.
Selama hampir 14 tahun dia bersama Angel, baru kali ini Chris merasakan aura gelap kematian yang serta merta masuk merangkak ke dalam ruangannya seiring Angel mendekat dan semakin mendekat. Bahkan ketika Angel berdiri bersisian dengannya, dia seperti di paksa untuk membunuh dirinya sendiri, meletakan moncong pistol pada kepalanya kemudian menarik pelatuk. Kata-kata itu bahkan terus berputar di kepala Chris meski dia sudah berusaha mengeyahkan pikiran tersebut.
Dari profile manapun Chris sangat tidak cocok dengan kemungkinan bunuh diri, dia terlalu sombong, terlalu percaya diri, terlalu ambisius, namun yang tidak di ketahui orang lain adalah Chris terlalu praktis. Dia bisa saja mengakhiri tekanan yang Angel berikan padanya dengan bunuh diri, dan cara itu lah yang Angel manfaatkan sekarang.
"Kenapa terburu, Chris? Kita baru saja bertemu setelah tiga bulan. Tidakkah kau merindukanku?"
Chris menelan kembali air liurnya. "Aku pikir saat kau bangkit dari kematianmu, tubuhmu sudah di penuhi belatung."
"Mereka pun takut untuk menggerogoti jasadku, sayangnya." Angel mengambil alih pistol Chris ke tangannya, memutar perlahan sambil memperhatikan pistol terbaru Chris yang di produksi oleh Cassano Corp. "Keluaran Cassano Corp?" Angel mengarahkan pistol tersebut pada koper berisi uang yang terjatuh di lantai tepat di sebelah kaki Chris dan menarik pelatuknya.