Angel (6)

68 0 147
                                    

Pukul 2 dini hari Vincenzo merasakan ranjangnya bergerak dan suara nafas itu begitu berat. Saat Vincenzo membuka matanya, ternyata Cha Young sudah memegang sebuah pisau bedah di tangan kanannya, sedangkan tangan kiri gadis itu memegangi kepalanya yang terasa pusing luar biasa.

"Kau sudah bangun?" Vincenzo bangkit dan mencoba memegangi tubuh Cha Young yang sempoyongan. "Sebaiknya kita duduk lebih dahulu."

Tangan Vincenzo mendekat dan Cha Young menghunuskan pisau bedah itu. "Menjauhlah, kita punya urusan yang belum selesai." Sesekali pandangan Cha Young kabur dalam kegelapan dan aroma manis.

"Aku mengerti itu, tapi sebaiknya kau duduk dan stabilkan tubuhmu sebelum melanjutkan urusan kita."

Ini menyakiti harga diri Cha Young. Seharusnya Vincenzo membiarkan dirinya mati dalam ledakan itu, tapi kenapa dia malah menyelamatkannya dan membawa Cha Young pulang ke rumah Vincenzo. Tubuhnya condong ke depan dengan sakit kepalanya yang semakin mendesak.

Cha Young menggeram sebelum mencoba menusuk Vincenzo, tapi tangan Vincenzo cukup cekatan untuk menepis serangan Cha Young. Laki-laki itu mengibaskan tangannya hati-hati hingga membuat pisau bedah di tangan Cha Young terlempar menjauh. Dan dalam hitungan detik Cha Young kembali kehilangan kesadarannya.

***

"Apa itu penyebab Cha Young hampir menyerangku semalam?" pagi-pagi buta tak kurang dari 5 dokter berkumpul mengerubungi ranjang Cha Young, mereka bicara berbisik dan sesekali memantau alat-alat yang terpasang di tubuh gadis itu.

"Bukan, reaksinya tidak secepat itu. Perlu waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan untuk mempengaruhi perilakunya."

Penjelasan singkat dari dokter utama membuat Vincenzo dapat duduk dengan tenang tanpa mondar-mandir, pagi ini seperti pagi-pagi tiga minggu sebelumnya, Vincenzo hanya di temani kopi atau wiski, tidak ada kudapan apa lagi sarapan. Dia terlalu sibuk memikirkan gadis itu.

***

Cha Young tidak mendengar apapun, dia terbangun di kamarnya yang bernuansa hijau lembut, tirai-tirai putih tertiup angin, membawa aroma musim semi yang manis dengan banyak sakura, boneka-boneka beruang besar di desakan di sudut kamar dengan pita biru pekat bermotif hati di lehernya, tanaman-tanaman kecil berjejer dalam pot-pot mini, karpet berwarna kuning cerah dan sangat lembut, lukisan-lukisan hasil karyanya yang sejujurnya biasa saja tertempel di dinding putih itu.

Tepat di sebalah pintu yang di gambarnya menggunakan crayon, sebuah lemari besar berwarna kuning senada dengan karpet miliknya terbuka, memperlihatkan gaun putih sederhana miliknya yang di gantungkan untuk acara sore ini, aroma kue cokelat yang di taburi choco chip tercium dari dapur, dan sebuah foto keluarga berjejer rapi di atas meja belajar. Gadis kecil dengan rambut bergelombang dan mata yang indah itu memutuskan untuk turun dari ranjangnya yang super lembut dan mengusap mata menuju dapur.

Dia mengusap matanya malas dan memanggil nama Ibunya berberapa kali dengan manja. "Omma... Omma..." ucapnya kemudian melangkahkan kakinya ke dapur. Tidak ada Ibunya disana, hanya ada kue cokelat yang masih berada dalam nampan dan masih mengepul. Gadis itu mengambil susunya di lemari es dan membawanya ke ruang tengah karena suara televisi terdengar dari sana.

Mungkin Ibunya sedang menerima telephone dari seseorang sambil menunggu kue-kue itu mendingin. Malam ini Ayahnya berjanji akan pulang dan merayakan ulangtahunnya bersama-sama dan pikiran bahwa Ayahnya akan membawakannya setumpuk buku cerita berbahasa asing, setumpuk cat air, atau paling tidak membawakannya kue tart sebesar meja sudah berkeliaran di kepalanya.

Gadis kecil dengan cat kuku kaki berwarna merah menyala itu girang dan langsung berlari menuju ruang televisi. Ini belum gelap dan Ayahnya sudah terduduk di depan televisi, membawa sekerangjang besar kado yang dibungkus manis.

AngélWhere stories live. Discover now