Vincenzo menuruni tangga menuju garasi tempatnya memajang puluhan mobil mewah kesayangannya, mulai dari mobil pertama yang di produksi hingga mobil terbaru yang bahkan belum di pasarkan terparkir rapi berdasarkan warnanya.
Jisoo dan putranya menghilang, satu dari tiga ketakutan terjadi hari ini. Orang kepercayaannya harus mengalami apa dialaminya dahulu. Yang di butuhkan Vincenzo sekarang adalah mencapai daratan Incheon secepatnya, maka dia berbalik kembali, melewati Cha Young yang mengekor dan terus bertanya apa yang terjadi padanya. Vincenzo tuli. Atau menulikan telinganya saat itu.
"Apa? Ada apa dengan Eun Woo?" Cha Young berhasil menarik lengan kanan Vincenzo hingga pria itu berbalik dan terbentur tembok lorong menuju helipad milik Vincenzo di halaman belakang.
"Istri dan putranya menghilang sore ini. Bertepatan dengan pengesahan saham minyak mentah esok hari." Sesaat Vincenzo memang berhenti, namun detik berikutnya justru pria itu menarik Cha Young untuk ikut naik ke dalam Helicopter miliknya menuju kantor Cassano Corp. "Aku tahu kau ingin melakukannya, bukan?" Vincenzo menyeringai di belakang kemudinya tanpa melihat Cha Young yang terduduk di sisi kiri.
Wanita itu mengeretakan jari-jarinya kemudian melemaskan leher. Oh, Vincenzo mengerti apa yang di rindukannya. Mencium aroma darah. "Akan menyenangkan bila memberi efek 'Fear of Angel' sekarang."
***
Pria dengan rambut pelontos dan bibir tebal berwarna suram itu masih terduduk di hadapan Jisoo yang terikat oleh tali serta mulut yang terbungkam, air mata kembali meleleh di pipi wanita dua puluh lima tahun tersebut. Bukan karena takut dengan pria di hadapannya, melainkan karena putranya yang jauh dari pandangan Jisoo .
Suara tangisan Ayden terus terdengar di seluruh aula yang tertutupi tirai dan penuh dengan asap rokok tersebut. Apa yang mereka lakukan pada Ayden -ku? Air matanya kembali meleleh, jangankan untuk menimang Ayden , melihatnya pun Jisoo tidak mampu.
Jisoo menggeleng cepat-cepat dan berusaha untuk memberontak.
"Sst... diamlah, jadilah istri yang baik dan tunggu suamimu." Ucap pria itu dengan aksen Italia yang kental.
Mafia Sisilia sialan! Biarkan aku bersama putraku. Teriakan itu terbungkam lakban namun tetap terdengar bahwa dirinya sedang membentak, mencoba memberitahukan sesuatu.
Pria tersebut mengisap lagi rokoknya dan mengembuskan asapnya ke udara, membuat kepulan putih bergulung-gulung di udara. "Kau ingin putramu?" tanyanya dan Jisoo mengangguk. "Saat suamimu datang akan kuberikan padamu." Seringai pria itu mengembang begitu Jisoo kembali memberontak dan mengeluarkan lebih banyak air mata.
***
Saat Vincenzo tiba di rumah Eun Woo, pria itu masih terduduk lemas bersandar pada ranjang sambil menatap wajah istrinya di layar televisi yang pucat pasi.
"Apa yang mereka inginkan?" tanya Vincenzo langsung.
Eun Woo menoleh perlahan, bisa kah dia memintanya pada Vincenzo untuk melepaskan proyek pembelian saham minyak mentah yang akan berlangsung esok pagi waktu Korea? Harus bisa.
"Ji Sub . Mereka menginginkan saham itu karena saham tersebut belum sepenuhnya milikmu. Mereka menginginkan sepenuhnya. Mereka ingin kau melepaskannya."
"Bagaimana istrimu di lepaskan jika aku membatalkannya?"
"Aku akan menjemputnya, di ballroom Seoul II." Eun Woo teramat lelah hanya dengan memikirkan bagaimana nasib istri dan putranya. "Aku mohon, Vin, dia membawa Ayden juga, bukan hanya Jisoo."
"Mereka disana?"
Eun Woo mengangguk, menunjukan sinyal yang berhasil di lacak dari ponsel Jisoo juga chip yang terpasang di kaus kaki Ayden . Kemudian matanya menangkap sesosok wanita yang sedari tadi mengamati televisi dan bersandar di daun pintu kamarnya sambil melipat tangan di depan dada. Mata Eun Woo terbelalak ketika melihat bahwa yang berdiri disana adalah perempuan yang hampir membunuh Vincenzo.