Cha Young membalut lukanya dengan perban, botol alcohol masih belum tertutup dan kapas penuh darah tergeletak di lantai kamar mandi. Gadis itu terduduk di lantai kamar mandi, bersandar pada bathtub putih yang kini kotor oleh darah yang mengalir dari lengannya.
Cha Young menggeram pelan saat mengencangkan ikat perban kemudian kepalanya terkulai kebelakang, pening terus berdenyut-denyut, matanya berkunang dan ingin rasanya dia tidak memikirkan kejadian yang baru saja terjadi dengannya dan Vincenzo. Pertama kali dalam hidupnya tertarik dengan calon korbannya sendiri, dan ini sesuatu yang sangat gila. Padahal jika di pikir ulang, jika Vincenzo mati di tangannya, otomatis meningkatkan harga sewa jasanya dan juga melambungkan namanya menjadi pembunuh bayaran nomor satu.
Cha Young melirik jam dinding digital yang menunjukan pukul 8 malam. Dia belum melihat Vincenzo kembali dan itu artinya Vincenzo terluka cukup parah hingga tidak kembali ke apartmen. Perlahan gadis itu mulai berdiri, berjalan dengan luka hati yang jauh lebih menyakitkan di banding luka di lengannya. Cha Young selalu sensitive menghadapi siapa kliennya dan ini adalah batas dirinya, batas yang pada akhirnya di langgar dan menerima tawaran untuk membunuh dari seorang Ayah angkat yang mendapat sumbangan dana kehidupan dari putra angkatnya.
Cha Young menyalankan keran shower, air sedingin 17 derajat meluncur langsung, menghujani pori-porinya. Luka yang baru saja dibalut itu terasa kebas dan dengan kekesalan yang masih membuncah Cha Young merobek lagi perbannya, menyebabkan darah kembali meluncur, membuat seburat merah pada air yang mengalir.
Aku benar-benar akan membunuhnya.
"Cari dimana kediaman Vincenzo selain di Apartment Perfect Blue Resident." Perintahnya pada komputer tablet yang di pasang di dinding kamar mandi.
Bekerja... tidak di temukan.
"Oke, kalau begitu cari rumah sakit dengan daftar nama Vincenzo/ Song Joong Ki"
Bekerja... tidak di temukan.
"Wow.. kau benar-benar menghilang rupanya, bersembunyi?" Cha Young keluar dari bathtubnya dan menyambar baju handuk, kemudian kembali bekerja pada komputer jinjing dengan teknologi luar biasa. Jari-jarinya bergerak lincah di atas keyboard hitam tanpa petunjuk abjad di atasnya. Mengirimi Vincenzo pesan video.
Kamera mulai merekam dirinya yang hanya menggunakan baju handuk dan rambut yang setengah basah. Cha Young hanya menyalakan lampu sepuluh persen, rambutnya yang berantakan dan wajahnya yang klasik menimbulkan kesan tersendiri hingga sanggup membuat bulu kuduk berdiri hanya dengan visual itu. belum lagi suaranya yang dingin dan datar.
Dan kebetulan sekali, saat itupun Vincenzo sedang berada di hadapan komputer yang tersambung dengan komputer pusat Cassano Corp. Tempat Cha Young mengirim transmisi. Wajah Vincenzo yang sama gelapnya memenuhi layar computer Cha Young. Gadis itu melengkungkan bibirnya. "Selamat malam, Vincenzo Cassano, apa yang kau lakukan? Berlibur?" ejeknya masih dengan senyuman santai dan logat Inggris yang beraksen.
"Aku ingin mengajakmu kemari sejujurnya, tapi kau menghilang begitu saja." Vincenzo menumpukan dagunya pada kedua jari tangan yang bertaut. "Aku lihat kau baru saja membersihkan dirimu?" mata Vincenzo meneliti kulit putih gadis dengan mata Almond Brown itu penuh dengan senyuman.
"Seandainya kau tidak berlibur, kita pasti bersenang-senang malam ini."
"Yeah, sangat disayangkan bukan, Agashi? "Vincenzo menjawabnya dengan bahasa Korea dan membuat wajah yang sebelumnya tersenyum meledek itu berubah dingin. "Ada apa? Kau benci Korea? Kau bahkan tak terlihat merindukan kampung halamanmu bukan, Angel?"
"Aku akan menghabisimu pukul 6 sore esok hari, Vin." Cha Young memutuskan transmisi dan mulai menggeram. Dia berbalik dan meninju apapun yang ada dihadapannya dengan kesal luar biasa. Entah sejak kapan Cha Young mulai membenci Korea. Dia tidak sadar sedikitpun. Bahkan saat dia masih di Korea, Cha Young sudah membenci Negara itu, benci hingga mendarah daging.