Pagi ini Cha Young mencari sekian banyak celana jeans yang sesuai dengan gayanya dari sekian banyak celana jeans yang Vincenzo belikan untuknya. Padahal, saat Cha Young koma hampir empat minggu lalu, tidak ada yang menjamin bahwa wanita itu akan bangkit dari komanya setelah ledakan besar yang hampir meretakan semua tulang di tubuhnya itu.Tapi Vincenzo menjadi satu-satunya orang yang percaya bahwa Cha Young akan bangun dari komanya dan membalaskan dendam.
Dan perkiraan Vincenzo benar adanya, wanita itu memakai kemeja bergaris hitam-putih dengan celana jeans biru muda dan berjalan di lorong tanpa alas kaki menuju kantor Vincenzo setelah morning call menyenangkan dari Vincenzo.
Tapi, hey, apa baru saja Cha Young memikirkan bahwa hubungan fisiknya dengan Vincenzo adalah sebuah kesenangan?
Wanita itu berhenti tepat sebelum menyentuh kenop pintu. Meyakinkan pikiran bahwa kesenangan hubungan fisiknya dengan Vincenzo hanya sekedaran kepuasan atau pengalamannya saja. Cha Young mendengus begitu memikirkan bahwa kesenangan tersebut karena berhubungan fisik tanpa cinta, pantas agen wanita lain memilih untuk bermain sebentar sebelum membunuh.
Ketika Cha Young memutar kenop pintu, Vincenzo dengan kemeja hitam dan celana bahan hitam tersebut masih sibuk menerima panggilan, memerintahkan beberapa rencana sambil berdiri di hadapan jendela besar yang langsung menghadap ke laut dengan pemandangan sebuah gazebo bergaya romawi lengkap dengan barisan mengundak bangku penonton.
Sarapan pagi mereka tertata rapi di meja bundar dekat dengan jendela tersebut. Full breakfast ala Inggris lengkap dengan breakfast tea mereka yang kafeinnya melebihi kopi. Vincenzo menyudahi panggilannya saat melihat Cha Young melangkah ke arahnya dengan santai tanpa alas kaki.
"Kita bicarakan sambil sarapan, duduklah." Pinta Vincenzo kemudian menarik kursi untuk Cha Young. "Aku tidak tahu kau sarapan apa setiap pagi, tapi aku lebih suka full breakfast."
"Tidak masalah." Cha Young menyeruput teh milliknya dan kembali teringat sesuatu. "Ayahku." Gumamnya pelan.
"Maaf?" Vincenzo berhenti memutar cangkir kopinya dan terfokus pada Cha Young yang menyingkirkan garpu juga pisau makan yang disediakan, wanita itu memilih untuk memakan sandwichnya menggunakan tangan langsung.
"Pekerjaan Ayahku, entah bagaimana dia mengetahui bahwa aku masih hidup."
"Ayahmu? pasti pria itu berasal dari keluarga berada, dia mampu membayar Chris."
Cha Young menyantap sandwich miliknya, oh ya ampun, berapa lama dia tidak menyentuh makanan? Kenapa sandwich tuna bisa seenak ini padahal dia benci ikan seperti dia membenci obat. Cha Young menggeram nikmat begitu kopi yang Vincenzo suguhkan adalah kopi terbaik dengan warna hitam pekat tanpa pemanis. "Surga." Ucapnya rendah dengan mulut yang penuh.
Vincenzo mengulum senyumnya, menyenangkan melihat wanita yang itu makan begitu lahap. "Habiskan dulu baru kita bicarakan soal Chris."
"Tidak, tidak, kita perlu bicara sekarang." Cha Young menggelontorkan roti di kerongkongannya dengan kopi sebelum meletakan tuna tersebut pada piringnya lagi. "Aku tidak pernah tahu nama pria brengsek itu. Ibu pun tak pernah menyebut namanya. Dia bermarga... sialan! Aku lupa. Tapi Ibu selalu memanggilnya dengan sebutan Yoon."
"Ada banyak nama panggilan Yoon di Korea dengan kasta yang mampu menyewa pembunuh bayaran, Hong Cha Young."
"Itu masalahnya, di berkas Chris pun nama itu berwarna putih bukan?"
"Ya. Aku sudah mencoba membacanya dengan ultra violet, namun tetap tidak ada jejak apapun di catatan tersebut."
Cha Young menyeringai. "Pria dengan mainan teknologinya tak selamanya berhasil, bung. Kami sering bermain dengan cara konvensional."