17. Her Trauma

334 98 49
                                    

Halooo jangan lupa tinggalkan jejak

"Charis janjiin apa aja ke kamu sampe kamu akhirnya memutuskan untuk tinggal sama dia?"

Dika tahu, pasti ada orang lain yang tinggal di rumah ini. Karena itu dia mulai mengacau. Tapi, seandainya saja dia tahu kalau yang tinggal adalah Wanda, mungkin dia tidak akan melakukan hal ini.

Sekarang, dia jadi merasa bersalah karena Wanda yang membereskan semua kekacauan yang dia ciptakan. Dia dan Charis memang berbeda tapi mereka juga punya kesamaan. Salah satunya adalah, tidak bisa membereskan kekacauan mereka sendiri.

"Saya nggak dibayar," kata Wanda yang kini sedang merapikan serpihan kaca yang ada di bawah meja. "Jadi, saya mohon sama kamu, karena saya kerja sukarela, tolong jangan banyak tingkah."

"Banyak tingkah apa sih cantik," goda Charis yang kini melipat kakinya di atas sofa.

Mendengar panggilan itu Wanda melirik ke arah Charis, tajam, hampir saja menusukkan ke perut bagian kanan milik lelaki itu. "Sekali lagi kamu panggil cantik, besok saya bikin kamu benar-benar nggak muncul lagi dan nggak bisa pakai tubuh Charis!" katanya sebal.

Dika hanya tertawa kecil, kemudian, "Semakin kamu sebal, makin aku pengen godain kamu terus Wanda cantik."

Wanda jadi semakin kesal, dia membereskan barang-barang yang berantakan dengan hentakan keras. Memperlihatkan bahwa dirinya merasa terganggu dengan sikap Dika yang seperti itu.

Lain dengan Wanda, Dika justru merasa sangat terhibur dengan sikap Wanda yang berbeda dengan perempuan lain. Yang mungkin akan suka dipanggil cantik oleh dirinya. Dan siap ikut kemana saja dirinya pergi.

Melihat Wanda yang seperti ini, membuat Dika lupa bahwa pertama kali dirinya melihat Wanda beberapa waktu lalu. Ruang periksa milik Viona. Di sana dia melihat Wanda yang berbeda dengan Wanda yang ada saat ini.

Dengan tanda tanya besar, Dika melangkahkan kakinya ke dekat Wanda. "Kita pertama kali ketemu di Kliniknya Viona. Ada masalah apa kamu sampe harus konsultasi ke Viona?"

Wanda yang awalnya sedang mengelap meja kompor terpaksa menghentikan aktivitasnya. Kemudian tanpa menoleh ke arah Dika, dia menjawab, "Bukan urusan kamu."

Memang bukan urusan Dika. Tapi anehnya, Dika ingin tahu. Entah hanya sekadar ingin tahu, atau rasa peduli yang diam-diam masuk ke dalam hati dan pikirannya. Tapi, yang jelas saat ini dia lakukan adalah, menghargai keputusan Wanda untuk tidak menjelaskan apa masalahnya.

Mengingat soal Wanda, Dika jadi sadar satu hal. "Soal aku sama Viona. Kamu kasih tahu ke Charis?"

Dika menyimpulkan, jika Wanda kenal dengan Charis maka dia juga akan mengenal Viona sebagai konsultannya. Begitu juga dengan dirinya yang sadar betul bahwa ada banyak hal besar yang disembunyikan. Termasuk hubungan gelapnya dengan Viona yang sudah memiliki hubungan dengan lelaki lain.

Wanda kali ini baru menoleh, "Menurut kamu saya bakal kasih tahu dia apa nggak? Saat tahu kalau alternya melakukan banyak hal di luar kontrol termasuk berhubungan dengan psikiaternya?"

Seharusnya Dika tahu jawabannya, kenapa juga dia harus bertanya?

"Apa kata Charis pas tahu kalau aku punya hubungan dengan Viona?"

Wanda meletakkan lap kotor ke arah ember yang penuh dengan air. Kemudian menarik kursi makan yang tepat berhadapan dengan Dika. "Pastinya dia kecewa. Tapi seharusnya Viona sadar kalau kamu adalah sisi lain dari Charis. Jadi kalau suatu hari nanti Viona menuntut beberapa hal, Charis nggak berhak untuk bertanggung jawab atas tindakan kamu. Itu yang aku kasih tahu ke dia."

Trauma (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang