Kenapa gue harus melakukan itu?
Wanda merutuki dirinya sendiri saat dia menarik tubuh Charis untuk masuk ke dalam pelukannya. Karena seharusnya dia tidak melakukannya. Baru saja dia mengalami trauma yang tidak berkeujungan dan sekarang dia sudah bisa memeluk lelaki lain?
Dan seperti inilah sekarang. Dia tidak bisa sedikitpun menoleh ke arah Charis yang sedang sibuk dengan layar ponselnya. Entah sedang mengurus apa. Tapi Wanda sama sekali tidak berinisiatif untuk bertanya mengenai apapun.
Keheningan mereka buyar ketika seorang perawat masuk ke dalam ruang rawat dan menyapa Wanda sambil tersenyum. "Ini sebentar lagi kalau infusannya sudah habis bisa pulang ya," katanya ramah.
Wanda mengangguk lalu menoleh ke arah Charis yang tampak memerhatikan perawat itu juga. Kemudian kembali fokuse terhadap ponselnya.
"Lain kali, Bu Wanda jangan sampai stress berat yah. Kasian tubuhnya nggak dapat oksigen gitu, untung aja suaminya peka terus langsung bawa ke sini, bisa dikasih oksigen deh sama kita semua," kata perawat itu tanpa memerhatikan mimik wajah Wanda yang berubah memerah.
Charis benar-benar diam dan berusaha tidak mendengarkan percakapan mereka berdua. Membuat Wanda hanya tersenyum kecil dan tertawa setelahnya. Membiarkan perawat itu berspekulasi lebih jauh mengenai mereka.
Charis baru bisa mengalihkan fokusnya ketika perawat itu sudah pergi. Dia menghampiri Wanda yang kini tidak melakukan apapun. Ponselnya ditinggalkan begitu saja di rumah, tentu saja. Charis juga tidak mengajaknya bicara.
"Kira-kira kamu butuh apa supaya nyaman di rumah?"
Mendapatkan pertanyaan itu, Wanda mengerjapkan mata. "Aku butuh apa? Aku nggak butuh apa-apa kok."
"Saya nggak yakin. Kamu pasti butuh sesuatu. Kasur baru misalnya? Atau aroma terapi baru di kamar mandi? Supaya kamu rileks."
Sama sekali tidak ada. Wanda sudah merasa sangat nyaman tinggal di rumah Charis. Jadi lelaki itu semestinya tidak perlu menyediakan apapun lagi. Tapi sepertinya, Charis memaksa saat ini. karena lelaki itu terdiam sambil menatapnya.
"Kalau saya benar-benar nggak butuh apapun, apa yang mau kamu lakukan?"
Charis jadi diam, "Maksa mungkin? Karena kenyamanan kamu adalah prioritas saya sekarang. Saya bakal usaha supaya kamu nyaman di rumah saya."
Wanda sudah tahu jawabannya akan seperti ini. Jadi dia berpikir apa yang mungkin dia butuhkan, namun tidak memberatkan Charis. Karena sampai saat ini dia tahu tinggal gratis di rumah Charis yang besar adalah sesuatu yang mahal harganya.
"Yaudah kalau maksa, aku mau warna kamar aku diganti jadi sacramento," kata Wanda pelan.
Charis menaikkan alisnya, "Sacra apa?"
"Sacramento hijaunya starbucks, kalau kamu telepon tukang cat dia pasti tahu kok warna itu."
Charis mengangguk, kemudian kembali fokus ke ponselnya. Beberapa saat mengangkat pandangannya untuk kembali menatap Wanda. "Kasur kamu udah lama nggak saya ganti. Mau saya ganti nggak?"
"Ih ya nggak usah lah. Masih enak kok aku tidurin," Wanda bertahan dengan pendapatnya. Tapi sepertinya tidak bagi Charis.
Karena lelaki itu tiba-tiba bicara, "Nggak deh, saya ganti aja," katanya tiba-tiba.
Wanda bukan sekali dua kali berhadapan dengan orang yang kelebihan harta seperti Charis. Dulu suaminya, Saga juga orang yang punya kelebihan harta. Tapi, Saga tidak seperti Charis. Saga perhitungan. Tidak menghamburkan uang untuk hal seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trauma (Completed)
Hayran KurguCharis bertemu Wanda yang memanggilnya dengan nama Dika. Setelah bertahun-tahun akhirnya dia mengetahui siapa sosok lain yang bersemayam di tubuh yang sama itu. Kemudian, Wanda yang masih trauma dengan kepergian suaminya dihadapkan oleh dua orang b...