32. The Saddest Alter

335 79 14
                                    

Wanda tahu dia tidak punya alasan untuk bertahan di sana. Rumah ini, salah satunya. Dia hanya akan mengingat semuanya dimulai melalui rumah ini. Bagaimana Charis menjemputnya, untuk mengarungi hidup yang luar biasa.

Dia tidak bisa terus bertahan bukan? Selama ini dia berharap jika semuanya kembali dan ada di bawah kendalinya, perasaannya. Tidak sama sekali, sehingga mungkin sudah saatnya dia menyerah. Mengakui bahwa selama ini, selama penantiannya, dia tidak pernah merasa baik-baik saja.

Malam demi malamnya selalu dibayangi dengan rasa rindu. Dan mungkin akan terus dirasakannya. Dia tidak tahu rasa rindu itu akan bertahan sampai kapan. Tapi yang jelas, dia tahu, bahwa rumah ini hanya akan membuat rindu itu semakin besar.

Jadi dia memutuskan untuk meninggalkannya. Meninggalkan salah satu penyebab rasa rindunya menggunun. Dia harus pergi dari rumah itu. Sehingga saat ini dirinya merapikan semua baju yang dia miliki. Semua barang yang dianggap penting dalam satu koper. Dan beberapa hal kecil dimasukkan ke dalam tas besar yang dikeluarkan dari dalam lemari.

Mendengar keributan, Ariana yang sejak tadi sedang menonton televisi, memasuki kamar Wanda. Di sana dia menatap bingung, karena sepertinya Wanda akan pergi lagi. Jadi dia menahan pergelangan tangan Wanda. Menanti sebuah penjelasan.

"Kamu mau kemana lagi Teh? Mendadak lagi?" tanyanya.

Wanda menoleh sejenak, tatapannya kosong, tapi tangannya terus menerus ditarik. Memaksa Ariana untuk melepaskan genggamannya. "Aku mau pergi, ke suatu tempat, sementara kamu jagain rumah dulu. Nanti aku kabarin."

Terakhir, Ariana memang tidak tahu kemana Wanda pergi. Tapi sekarang, setidaknya Ariana harus tahu dimana tempat yang akan dikunjungi Wanda kali ini. Kemudian, dengan siapa dia akan pergi sementara sedang hamil seperti ini?

"Kapan teteh balik? Yakin sendirian gini?" Ariana mulai melunak. Dirinya melepaskan genggaman tangan terhadap Wanda.

Wanda menoleh, "Aku bakal ngehubungin kamu kalau ada apa-apa. Nanti aku kasih alamatnya juga. Jadi, kamu urus rumah ini buat aku. Urus butik. Aku bakal kontak kamu terus."

Kalimat Wanda memang meyakinkan. Ariana juga percaya. Lagi pula, sejauh ini hubungan mereka juga terbuka. Tidak ada yang ditutupi. Termasuk pengakuan tersirat milik Wanda mengenai laki-laki yang menghamilinya di luar nikah. Karena itu Ariana ingin terus berada di samping Wanda. Memastikan bahwa perempuan yang menjadi bosnya itu baik-baik saja.

"Berapa lama?" Ariana kembali bertanya, benar-benar memastikan segala sesuatunya.

Sementara, mendapatkan pertanyaan seperti itu, Wanda terdiam. Memikirkan jawaban yang dipertanyakan Ariana. Tapi yang jelas dalam waktu dekat dia perlu menata sesuatu yang sudah dihancurkan.

"Nanti aku kasih tahu, yang jelas, aku titip semua yang aku punya ini."

Wanda tidak menunggu tanggapan dari Ariana. Karena setelah itu, dia memilih untuk menarik koper dan menyeretnya untuk keluar rumah. Dimasukkan ke dalam bagasi dan menatap pintu masuk rumahnya.

Di sana Ariana termenung sejenak. Kemudian, melangkah mendekati Wanda. "Kemana nanti kalau aku butuh teteh?" tanyanya pelan.

Wanda membalas kalimat itu dengan senyuman. Kemudian jarinya dia sematkan kepada helaian rambut perempuan muda itu. Kemudian, "Teteh janji bakal kabarin kamu. Jadi jangan khawatir."

Itu kalimat terakhir yang diberikan Wanda kepada Ariana. Hingga berbulan-bulan kemudian, Wanda tidak menepati janjinya. Hingga akhirnya Ariana harus mengakhiri harapnya bertemu dengan bos terfavoritnya.

.

"Gue nggak lagi nanya pendapat lo soal ini," Dika bersikeras mengendarai mobil. Dia harus pergi ke suatu tempat, yang sangat penting.

Trauma (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang