Wanda tidak tahu. Dia tidak menemukan alasannya. Kenapa dia sepakat dengan Charis untuk tinggal bersama. Tapi dia lebih tidak mengerti dirinya saat ini. Ketika sedang duduk di sofa panjang, bersama dua koper yang akan dia bawa ke tempat tinggal milik Charis.
”Kenapa juga gue harus bohong?” kalimat ini merajuk pada, bahwa dirinya tidak punya tempat tinggal di Jakarta. Padahal, dulu, Saga mewariskan beberapa unit apartemen dan sebuah rumah di kawasan Kelapa Gading. Dia bisa menggunakannya.
Sayangnya Wanda tidak mau. Dia tidak mau tinggal di dalam kenangan itu. Karena itu membunuhnya. Menarik napasnya pelan-pelan hingga mati perlahan. Hal yang dia lakukan saat ini adalah upayanya, untuk pergi dari rasa bersalah.
Di dalam lamunannya, pintu rumah yang dia tinggali di ketuk. Dia bercermin sesaat sebelum berjalan ke arah pintu dan membukanya. Menyambut siapapun yang datang. Meskipun dia tahu bahwa kemungkinan besar orang itu adalah Charis.
”Hai,” Charis menyapa sambil mengangkat tangannya.
Wanda menarik ujung bibirnya. ”Hai juga.”
Lalu mereka terdiam. Charis tidak menyiapkan kalimat lain selain hai yang dia berikan kepada Wanda. Pun dengan perempuan itu. Tidak bisa menemukan kalimat yang mungkin bisa dia berikan kepada Charis.
Untuk mencairkan suasana, Charis melihat ke bagian dalam rumah milik Wanda. Di sana dia mendapati dua koper berwarna merah dan kuning yang siap dibawa. Kemudian dia melirik Wanda. ”Saya bantuin angkat koper kamu,” katanya lalu masuk tanpa permisi dan menghampiri dua koper tersebut.
Rumah milik Wanda sangat minimalis. Hanya ada tiga ruang. Salah satunya kamar. Ruang tamunya dibuat bergabung dengan dapur. Sehingga Charis tidak bisa melihat ada ruangan lain selain kamar mandi yang ada di hadapan kamar yang terbuka.
Saat dia hendak menarik koper itu. Matanya tertuju pada sebuah meja sudut yang menampilkan sebuah foto. Awalnya Charis ragu bahwa foto itu menampilkan Wanda. Tapi, ini rumah Wanda dan Charis bisa memastikan tidak ada lagi yang tinggal di sana selain Wanda. Jadi itu pasti Wanda. Di acara pernikahannya.
”Kamu sudah menikah?”
Wanda menoleh, kemudian mengikuti tatapan Charis yang tertuju pada foto tersebut. ”Iya, beberapa tahun lalu.”
”Eh? Is it okay kamu ikut saya? Bagaimana dengan suami kamu? Kamu nggak bilang sudah menikah ke saya?”
Wanda berjalan lalu mengambil foto tersebut. Ditariknya laci dan dimasukkannya foto tersebut ke dalam laci itu. ”Sekarang aku bukan perempuan yang sedang menikah. Jadi tenang aja.”
”Gimana bisa?” Charis tidak percaya.
”Ya bisa aja, inikan hidup saya.”
”Saya nggak mau dianggap jadi perusak rumah tangga orang.”
”Rumah tangga saya sudah rusak,” oleh saya sendiri.
Alis Charis menukik, heran. ”Kalian cerai?”
Wanda menggeleng. ”Tidak, tapi itu bukan urusan kamu, yang jelas, kamu nggak akan dianggap orang perusak rumah tangga saya.”
Charis ingin cari tahu lebih banyak sebenarnya. Tapi dia tidak punya alasan. Dia tidak bisa menggali informasi mengenai pernikahan Wanda dan lelaki itu. Wanda seperti sedang memagari dirinya sendiri. Agar tidak ada orang yang tahu kehidupan dan perasaannya.
”Yasudah, saya bawa koper kamu. Jangan lupa matikan listrik, air dan beberapa hal yang bahaya. Saya tunggu kamu di mobil.”
Kemudian Charis pergi. Sementara Wanda memeriksa keadaan rumah yang mungkin akan dia tinggalkan lama. Saat sekiranya semuanya aman. Wanda pergi ke arah pintu keluar. Di sana dia berhenti sejenak. Kemudian melirik ke arah meja berlaci yang di dalamnya ada foto pernikahan mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Trauma (Completed)
FanfictionCharis bertemu Wanda yang memanggilnya dengan nama Dika. Setelah bertahun-tahun akhirnya dia mengetahui siapa sosok lain yang bersemayam di tubuh yang sama itu. Kemudian, Wanda yang masih trauma dengan kepergian suaminya dihadapkan oleh dua orang b...