"Kenapa? Kenapa kamu harus ngenalin diri kamu. Kamu nggak lihat kamu lagi di dalam tubuh siapa?"
Tanpa sadar. Dika ingin mengatakannya. Bahwa dia mengenalkan diri sebagai Dika tanpa sadar. Tiba-tiba saja dia ingin memperkenalkan diri di hadapan Wanda sebagai dirinya.
"Itu cuma hal sepele Vi. Kamu nggak perlu marah-marah."
"Sepele? Gimana kalau Charis tahu? Tahu kalau kamu sering ketemu sama aku. Tahu kalau pada akhirnya kamu punya nama? Karena selama ini, kamu bahkan nggak mengenalkan diri kamu ke Charis."
Lucu memang, mereka berdua membicarakan orang lain seperti orang lain itu tidak ada di sana. Padahal, Charis dan Dika adalah satu kesatuan. Yang tidak terpisahkan. Yang satu dalam raga yang sama.
Viona memijat pelipisnya. "Kamu tahu sesulit apa menyembunyikan keberadaan kamu dari Charis? Dan sekarang kamu dengan mudahnya membocorkan keberadaan kamu ke orang lain yang bukan siapa-siapa."
Dika memicingkan mata. Tidak setuju dengan kalimat Viona yang ada di sampingnya. "Kalau ketahuan pun, kenapa kamu panik?"
Angin yang tadinya dirasa segar tiba-tiba berubah menjadi pengap. Viona menahan napas untuk menyamarkan desiran darah yang bisa membuat garis wajahnya membentuk panik.
Dia menoleh ke arah Dika, rambutnya masih berantakan. Kancing kemejanya masih terbuka. Dia masih Dika yang Viona tahu. Tapi, kenapa dia tidak bisa mengatakan sesuatu yang bersarang pada hatinya.
"Kamu bisa hilang Dika. Charis akan tahu bahwa alternya mulai melakukan perlawanan. Dan dia akan dengan mudah menemukan kelemahan kamu."
Dika yang sebelumnya menatap Viona kini beralih ke arah jalanan yang ada di hadapannya. Berhenti berbicara dengan perempuan itu. Membiarkan Viona terperangkap di dalam pikirannya sendiri.
Saat tiba di tempat tujuan, Dika menepikan mobilnya. Menurunkan Viona di salah satu gedung apartemen di bilangan Permata Hijau. Kembali melajukan mobilnya meninggalkan Viona di sana begitu saja.
"Harusnya lo tahu, gue bukan orang yang bisa diharapkan Vi," gumam Dika tanpa benar-benar didengar perempuan itu.
Dika tidak benar-benar tahu kemana dia akan pergi menggunakan mobil kali ini. Soal dirinya yang menyebutkan namanya kepada Wanda. Itu tidak benar-benar di luar kendali.
Melihat Wanda di hadapan Viona saat itu seperti membuatnya menyadari satu hal. Bahwa dirinya bukan bagian dari orang yang diinginkan. Oleh siapapun. Selama ini dia selalu sembunyi di balik nama Charis. Hanya demi menyelamatkan lelaki itu.
Seharusnya dia bisa lebih berani. Mengungkapkan identitasnya sebagai Dika bukan hal yang buruk. Dia sama pintarnya seperti Charis. Dia bisa menggantikan Charis untuk memahami pekerjaanya sebagai pemimpin perusahaan.
Dia memiliki apa yang Charis miliki.
Hanya satu. Raga itu. Raga yang dia gunakan merupakan raga milik Charis. Yang sewaktu-waktu bisa hilang. Jadi, dia ingin sedikit lebih egois. Menguasai raga ini. Kalau bisa menghilangkan Charis dari tubuhnya sendiri.
Dika benar-benar tidak bisa menahan amarahnya ketika tahu bahwa bukan hanya dirinya yang bisa menguasai raga ini. Ini akan terus terjadi jika raga ini masih hidup. Tapi kalaupun mati, Dika juga akan menghilang dari bumi ini.
Saat di perempatan lampu merah Kebayoran, menuju Jalan Panjang. Dika mengentakkan kepalan tangannya kepada setir mobilnya. Menyalurkan amarahnya. Karena membenci takdir yang Tuhan berikan kepadanya.
"Sialan," katanya entah kepada siapa.
Sambil terus terkepal, dia memejamkan mata. Menahan amarahnya untuk tidak menguasai emosinya. Namun, saat dia memejamkan mata, Charis kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trauma (Completed)
Fiksi PenggemarCharis bertemu Wanda yang memanggilnya dengan nama Dika. Setelah bertahun-tahun akhirnya dia mengetahui siapa sosok lain yang bersemayam di tubuh yang sama itu. Kemudian, Wanda yang masih trauma dengan kepergian suaminya dihadapkan oleh dua orang b...