28. The Little Blood

313 87 19
                                    

Jadi kemana Wanda pergi?

Wanda tidak pergi kemanapun. Dia tidak berusaha menyembunyikan dirinya. Karena di dalam hatinya dia masih berharap bahwa Charis bisa menemuinya. Jadi Wanda memilih menunggu. Di rumah yang dulu menjadi tempat dimana Charis menjemputnya. Di kawasan Bogor.

Wanda tidak banyak beraktivitas satu bulan lebih ini. Dia tidak memiliki banyak hal ketertarikan. Selain butiknya, dia tidak pergi kemanapun. Itupun tidak lama. Dia takut kalau Charis datang dia tidak berada di rumah.

Jadi hari ini, mencegah ketakutan itu, Wanda menuliskan sebuah surat yang ditempel di daun pintu. Tulisannya, agar Charis pergi ke butik yang berada di pusat kota. Di sana Wanda bersiap untuk menunggunya.

Meskipun, dia masih tetap tidak tenang meninggalkan rumah. Tapi diam diri di rumah saja juga tidak menyenangkan. Jadi, dia berharap Charis tidak kerepotan untuk pergi menghampirinya ke butik miliknya.

Dan pada akhirnya menunggu dimanapun tidak membuatnya tenang. Meskipun saat ini di dalam butiknya ada Riana, dia tetap merasa kesepian. Matanya tidak pernah lepas dari pintu masuk. Seolah akan ada orang yang datang.

Riana juga menyadari hal tersebut. Setelah hilang selama beberapa bulan, sekarang bosnya datang. Tapi anehnya, seperti ada yang berbeda. Dan Riana jadi penasaran apa yang membuat Wanda datang ke butik ini setiap hari lagi.

"Teteh lagi nunggu orang?" Riana sudah tidak bisa menutupi rasa penasarannya. Jadi dia mulai membuka pembicaraan, siapa tau juga Wanda memang ingin bercerita.

Wanda menoleh sejenak, kemudian tersenyum kikuk. "Oh, nggak kok Ri. Kenapa memang?"

Riana yang tadinya sedang membereskan beberapa baju untuk digantung jadi berjalan menghampiri Wanda. "Teteh lihat ke arah pintu terus, makanya aku pikir teteh lagi nungguin orang."

Sebenarnya iya, Wanda ingin menjawab itu. Tapi, datang atau tidak Wanda tidak tahu. Dia hanya berharap. Mungkin Charis akan datang. Menjemputnya. Mengajaknya untuk melupakan apa yang terjadi.

Tapi Wanda tidak membalas, dia hanya tersenyum lagi. Membiarkan Riana menebak-nebak apa yang terjadi. Membuat pegawainya itu kembali menekuni pekerjaannya yang sempat terhenti.

Sementara Wanda, dia kembali melihat ke arah pintu masuk. Kembali berharap. Hingga dia melupakan banyak hal hari ini.

Menginjak malam hari, waktunya butik tutup. Riana bertugas untuk memastikan bahwa semua pintu sudah ditutup rapat. Lampu juga dimatikan sehingga tidak menarik perhatian siapapun.

Sementara Wanda yang juga kebetulan masih di sana hanya memastikan bahwa semua pekerjaan sudah selesai. Dia benar-benar kehabisan tenaga hari ini. Padahal yang dia lakukan hanya duduk dan melihat stok barang berulang kali.

Riana yang baru saja mematikan lampu gudang kemudian menghampiri Wanda dengan sebuah plastik di tangan kanannya. "Teteh nggak makan ini?"

Wanda menautkan alisnya, "Eh, itu makanan?" tanyanya bingung.

"Teteh kan tadi nitip aku, katanya mau makan siang basreng aja. Trus ini udah aku beliin, tapi kok nggak dimakan. Kenapa?"

Sebenar, Wanda bingung, dia tidak merasa bahwa dia menitipkan makanan. Atau? "Emang iya yah? Aku nitip ke kamu gitu?" Wanda berbalik tanya.

Riana benar dan yakin kalau ada yang berbeda dari bosnya itu. Dia melipat tangan, kemudian, "Teteh kenapa sih, sebulanan ini sering ke butik tapi suka nggak fokus. Hari ini bahkan liatin pintu terus. Ditanya suka ngelantur. Jelas-jelas tadi teteh minta nitip basreng, tapi lupa. Lagian teteh emang nggak laper? Seharian ini aku yakin deh teteh nggak makan dan minum."

Trauma (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang