1. Terbangun Kembali

75.9K 6.2K 48
                                    

Ruangan serba putih tempat seorang gadis cantik tengah terbaring selama dua bulan belakangan ini. Dia adalah Alara Anindiya Bianchi. Rambutnya yang dahulu panjang sekarang jadi pendek sebahu. Bibir mungil yang selalu berwarna merah muda berubah menjadi sangat pucat. Mata yang dulu selalu berbinar menjadi sayu, seperti tiada tanda kehidupan di sana.

Jari tangan Alara bergerak pelan. Perlahan, kelopak mata indahnya terbuka. Matanya menyipit menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. Tangannya meraba sekitar seraya mengedarkan pandangan. Hanya ia seorang diri di sana.

Alara mendudukkan diri. Ia pandang setiap sudut ruangan. Yang ia temukan hanya keanehan. Ia seperti baru terlahir. Tidak mengenali apapun. Semuanya benar-benar terasa baru dan aneh.

"Aku di mana? Siapa aku?" tanyanya dengan suara pelan.

Ia meraba tangannya seraya menilik satu benda yang melekat di sana. Matanya mengamati benda itu sangat lama. Apakah ia tengah sakit? Kenapa ada selang infus di tangannya? Alara bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

"Ini di mana, ya? Kenapa gak ada orang di sini?" Alara menarik kasar selang infus yang ada di tangan. Ia menurunkan kaki dan berpijak pada lantai. Ia melangkah pelan ke depan.

Saat sampai di depan cermin. Ia mengamati pantulan dirinya di sana. Sangat lama ia amati. Alara menyentuh pipi, rambut dan terakhir bibirnya yang pucat. "Siapa aku? Kenapa aku bisa berada di sini?"

Ceklek

Saat mendengar sesuatu. Alara tersentak. Ia langsung menoleh ke arah sumber suara. Seketika matanya melebar, ia langsung mundur perlahan ke belakang. Ia melihat seseorang yang tidak ia kenal masuk ke dalam ruangan itu.

"Non Alara sudah bangun?" Seorang wanita paru baya mengamati Alara dengan mata yang berkaca-kaca, namun bibirnya tersenyum lebar.

"Siapa kamu? A-alara siapa?" tanya Alara dengan takut. Ia terus melangkah ke belakang ketika wanita itu melangkah mendekat. Ia ketakutan.

"Jangan mundur, Non. Nanti Non Alara jatuh. Saya Bi Wati, yang ngerawat Non Alara selama koma di sini," ujar wanita paruh baya yang bernama Bi Wati itu.

"Non Alara gak ingat Bi Wati?" Bi Wati bertanya. Terselip rasa sesak di dadanya ketika mengetahui keadaan Alara.

"Aku gak ingat. Aku juga gak tau siapa aku," lirih Alara dengan mata berkaca-kaca. Ia tersentak saat tangannya menyentuh sesuatu di atas meja. Ia lihat. Matanya melebar setelah melihat figur seseorang di dalam bingkai foto

"Ini siapa? Kok mirip sama aku?" tanyanya seraya mengangkat bingkai foto itu. Ia perlihatkan pada Bi Wati.

"Itu foto Non Alara. Foto Non sebelum koma. Non gak ingat sama sekali?" tanyanya lagi memastikan.

"A-aaku gak ingat. Ini beneran aku? Kenapa rambut dia panjang, rambut aku pendek? Bibir dia cantik ada warna, tapi aku kok malah gini?" tunjuknya pada bibirnya yang pucat.

"Ke sini dulu. Biar Bi Wati jelaskan. Semoga Non Alara bisa ingat sedikit tentang diri Non." Bi Wati mendekat. Ia gapai lengan Alara dengan pelan dan ia bawa duduk ke atas kasur.

Alara membiarkan dirinya di bawa oleh wanita yang bernama Bi Wati itu duduk ke atas kasur. Ia hanya diam, tidak banyak bicara. Ia hanya ingin mendengar siapa ia sebenarnya.

Bi Wati menghela napas panjang. Ia sangat sedih melihat Alara yang seperti saat ini. Ia pikir, gadis itu akan terbangun dengan keadaan sehat. Namun ia salah. Harapannya pupus begitu saja. Alara terbangun tanpa ada ingatan, bahkan lupa dengan jati dirinya.

Bi Wati meraih bingkai foto yang ada ditangan Alara. "Ini foto Non sebelum koma," tunjuknya. "Non Alar-"

"Bi... Jangan panggil Non Alara. Alara aja." Alara menatap Bi Wati dengan cemberut. Ia tidak suka dipanggil seperti itu.

Alara Bianchi (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang