"Biarin! Biarin Gina sialan itu tau. Gue mau liat gimana reaksi dia kalo sampai tau siapa gue sebenarnya."
Suster yang sedari tadi berdiri di dekat pintu membalik badan dengan cepat dan meletakkan jari telunjuk pada bibir, mengisyaratkan agar gadis itu menutup mulut dan berhenti berbicara.
"Kenapa?" tanya gadis itu dengan kening mengernyit.
Suster itu kembali menyembulkan kepala, melihat ke arah luar. Ia merasa mendengar gerak-gerik orang yang tengah mendekat, namun tidak terlihat. Apa perasaannya saja?
Ia pakai masker kembali untuk menutupi wajah. Nyatanya, ia bukan lah seorang suster ataupun perawat, hanya menyamar sebagai suster di sana. Demi menjalani kerja sama yang ia jalin bersama gadis yang duduk di brankar.
"Pasang selang oksigenmu." Suster itu mengintip kembali, memastikan jika benar tidak ada orang diluar sana. Tapi ia merasa tengah diawasi.
Gadis itu menurut dengan wajah dongkol. Ia pasang kembali selang oksigen ke hidung yang bernama nasal kanula itu.
Ia kembali meletakkan ponsel. Nyatanya ia ingin menelpon cowok yang sudah ia cari kontaknya. Namun ia urungkan karena permintaan suster tadi yang menyuruhnya memasang oksigen kembali.
"Lo ngapain celingukan di sana, sih? Ada yang datang?" tanya gadis itu dengan malas. Ia rebahkan badan di brankar seraya menarik selimut sebatas dada.
Suster itu menoleh ke belakang. "Saya merasa kita tengah di awasi. Tapi setelah saya lihat, tidak ada orang diluar," ujarnya memberitahu.
"Gue gak denger apa-apa. Perasaan lo aja kali. Lagian Gina juga gak bakal ke sini, dia sibuk di kantor," jawab gadis itu dengan yakin.
Suster itu mengangguk membenarkan. Mana mungkin ada orang datang ke ruangan yang mereka huni sekarang, kecuali Gina. Karena ruangan itu khusus untuk merawat gadis itu saja.
"Alara sialan itu kapan mati, sih? Gue capek pura-pura sakit mulu." Gadis itu berdecak malas. Ia mainkan rambutnya yang panjang itu.
"Saya sudah kasih racun yang sudah kita siapkan waktu bulan lalu. Seharusnya dia sudah mati, bukannya koma," jelas suster itu seraya duduk di kursi dekat gadis itu.
Gadis itu manggut-manggut dengan pelan. Ia menerawang ke kejadian bulan lalu. Di mana dirinya datang ke kamar gadis itu dan memberikan minuman yang sudah ia campur dengan racun.
Mengingat kejadian itu membuat bibirnya tersenyum miring. Setelah meneguk minuman itu, gadis yang ia benci merasa kepanasan di bagian tenggorokan, setelahnya jatuh dari tempat tidur dan tidak sadarkan diri.
"Kenapa kamu senyum-senyum? Apa yang sedang kamu rencanakan?" tanya suster dengan kening mengernyit.
"Gue lagi seneng aja keinget kejadian di mana Alara sialan itu jatuh dari kasur dan tergeletak tak berdaya," kekehnya dengan perasaan berbunga.
"Kamu sudah memastikan tidak meninggalkan jejak di sana? Apa ada orang yang mengetahui itu?" tanya suster itu memastikan. Ia sudah lama menyimpan pertanyaan itu, namun Gina selalu berada di sana setiap hari.
Gadis itu terdiam mengingat sesuatu yang lupa ia singkirkan. Bola matanya melebar dengan degup jantung yang semakin kencang. Ia lupa akan sesuatu yang sangat penting baginya. Ia raba kantong baju.
"Flashdisk gue gak ada. Di sana ada rekaman suara gue saat ngasih minuman itu sama rencana kita selama ini," ujar gadis itu dengan wajah gusar seraya duduk dengan cepat.
"Fla-flasdisk?" tanya suster itu dengan suara terbata. "Kenapa bisa gak ada? Ketinggalan di mana" tanyanya dengan wajah mulai memucat.
"Gue lupa. Tapi gak ada gue bawa ke sini. Apa jatuh waktu di bandara?" ujar gadis itu mengetuk dahi dengan pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alara Bianchi (TERBIT)
Teen FictionJANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA KARENA SEBAGIAN CERITA DI PRIVATE!! Alara Anindiya Bianchi, gadis polos penyuka es krim dan hal yang berbau dengan kucing. Seperti boneka kucing. Hidupnya yang awalnya sempurna jadi berubah drastis sejak ia kehilan...