Saka memutuskan untuk balik ke markas setelah satu jam lebih berada di rumah Alara. Gadis itu membuat Saka semakin merasa tak karuan. Di sisi lain ia jadi bingung, bagaimana cara ia membantu dan mengabulkan permintaan gadis itu.
Kak Saka, bantu aku buat cari Kak Al.
Saka menghela napas kasar dan ia hembuskan. Bagaiman bisa ia mengabulkan permintaan itu, sedangkan cowok yang ingin gadis itu cari adalah cowok yang saat ini selalu menyakiti dirinya, bahkan menatap Alara dengan penuh kebencian.
Saka lebih memilih diam dan pura-pura tidak mendengar perkataan gadis itu waktu di sana. Saka tidak bisa membantu mencari, karena cowok yang dimaksud ada di depan mereka setiap saat. Bahkan mengintai gadis itu untuk menyakiti bahkan ingin melenyapkan. Saka sangat takut jika itu sampai terjadi.
Benda segi empat yang berwarna merah muda teringat. Benda yang ia dapat di bawah tempat tidur Alara. Sebelah tangan Saka terulur mengeluarkan benda itu dari saku jaket.
"Apa ini ada isi?" Saka membolak balik benda itu dengan perasaan gusar. Semakin ke sini, ia semakin takut. Takut ia tidak bisa menghentikan kesalahpahaman ini.
Saka kembali memasukkan benda itu. Sampai di rumah akan ia gunakan benda itu untuk mencari bukti dan informasi. Semoga saja benda itu bisa membantu.
Saka melirik jam yang ada di pergelangan tangan. Hari semakin sore, dan sebentar lagi mentari akan terbenam. Saga dan Aldevano belum kembali ke markas. Mungkin masih di rumah sakit menemani Gerry. Di sana juga ada anggota yang lain.
"Gue balik dulu buat ngecek benda ini." Saka segera bangkit berdiri. Tidak ada gunanya membuang-buang waktu berdiam diri di markas.
"Bro, gue balik." Saka berjalan mendekat pada anggota yang tengah berkumpul di kursi bagian kanan ruangan. Ia berpamitan pada mereka semua yang ada di sana.
"Yoi, hati-hati lo," jawab mereka serempak.
Saka mengangguk dengan sebelah tangan menenteng jaket, yang waktu sampai di markas ia buka karena merasa gerah. Ia melangkah menuju pintu markas dan keluar dari sana, berjalan menuju motor yang terparkir di depan.
Saka belum naik ke atas motor. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh markas. Entah kenapa, perasaan tidak enak mulai terasa menjalar di dadanya. Ia mulai gusar dan takut.
Saka menghela napas panjang. Sesuatu terlintas di benaknya. Jika ia terus melindungi gadis itu, apakah hubungannya dengan Aldevano masih membaik? Akankah ia masih bisa berada di sini setiap harinya? Berkumpul dengan semua anggota?
Saka menggeleng pelan. Menepis semua pikiran buruk yang menyerang otaknya. Dari awal ia sudah berjanji pada diri sendiri untuk selalu melindungi gadis itu. Apapun yang terjadi nantinya. Akan ia terima konsekuensi dari tindakannya kali ini.
Saka naik ke atas motor dan memakai helm. Pikirannya sejak belakangan ini tidak pernah tenang. Entahlah, seperti akan terjadi sesuatu. Tapi ia tidak tahu. Saka berharap semuanya berjalan baik-baik saja, begitu juga dengan persahabatannya dengan sang ketua, Aldevano Hernandes.
"Lo boleh benci gue, Al." Saka menghidupkan motor dan melajukannya meninggalkan markas.
Motor Saka membelah keramaian jalanan kota. Matanya fokus ke depan, tidak dengan pikirannya yang bercabang. Apakah ia akan berhasil mengungkap semua ini? Apakah ia bisa menemukan orang yang sudah membuat kehidupan Alara dan Aldevano berantakan?
Saka menghentikan motor ketika lampu lalu lintas berganti merah. Lagi-lagi perkataan Alara terngiang di telinga. Gadis itu koma dan tidak ingat dengan siapa pun. Ia juga ingat dengan jelas tatapan Bi Wati yang terlihat aneh baginya, ketika wanita itu menatap Alara. Apa yang sudah terjadi sebenarnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Alara Bianchi (TERBIT)
Teen FictionJANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA KARENA SEBAGIAN CERITA DI PRIVATE!! Alara Anindiya Bianchi, gadis polos penyuka es krim dan hal yang berbau dengan kucing. Seperti boneka kucing. Hidupnya yang awalnya sempurna jadi berubah drastis sejak ia kehilan...