Saka saat ini masih duduk di meja makan, tepatnya di dapur bersama wanita paruh baya itu. Sebelah tangannya menggenggam sebuah ponsel yang layarnya sudah retak teramat banyak, seperti memang disengaja untuk melenyapkan ponsel itu.
Ya, Saka berhasil membujuk dan meyakinkan Bi Wati, bahwa ia benar-benar butuh ponsel itu. Dengan rasa takut dan rasa terpaksa, akhirnya Bi Wati mau memberikan pada Saka dengan satu syarat, yaitu, Saka mau membantu melindungi Alara dari siapa pun yang berniat menyakiti gadis itu. Tentu, dengan cepat Saka mengiyakan syarat itu. Ia sudah berjanji untuk terus melindungi Alara.
Bi Wati mengatakan jika ia menemukan ponsel itu tepat di bawah kolong kasur milik Alara, dengan keadaan ponsel yang sudah seperti itu. Menurutnya, ponsel itu mungkin di banting atau di injak sehingga layarnya berubah jadi remuk seperti itu. Jika jatuh, tidak mungkin mengalami kerusakan separah itu, apalagi ponsel itu tidak bisa lagi menyala.
Saka mencoba mengetuk layar ponsel beberapa kali. Ia masih berharap ponsel itu bisa menyala. Ia ingin memberitahu sedikit tentang masa lalu gadis itu. Dan, semoga gadis itu bisa mengingat walaupun tidak banyak.
Saka mulai banyak mengetahui setelah bertanya kepada Bi Wati selama duduk di sana. Wanita itu bilang, Alara mengalami koma setelah meminum cairan yang entah apa namanya. Saat ia cium bau minuman itu, Bi Wati tidak mencium aroma apa-apa, kecuali cairan itu sedikit berwarna biru keputihan.
Saat itu, Bi Wati mengetuk pintu kamar berkali-kali untuk mengantar gadis itu makan malam, namun tidak ada respon. Maka dari itu, Bi Wati memutuskan untuk tetap masuk dan mendorong pintu.
Bi Wati terkejut bukan main kala mendapati gadis itu sudah terkapar di atas lantai dengan keadaan mulut yang sudah dipenuhi busa. Saat itu, Gina, Mama Alara tidak berada di rumah, melainkan tengah dinas ke luar negeri. Makanya Bi Wati dan suaminya langsung memanggil dokter dan merawat gadis itu di kamar.
Untuk sekarang, itulah informasi yang di dapat oleh Saka. Soal orang suruhan, ia sudah mendapat telpon waktu hari lalu. Orang itu sudah di temukan, tinggal mencari informasi yang lebih banyak lagi dari orang itu.
"Gak bisa nyala," gumam Saka yang terus-terusan mengetuk layar bahkan memencet tombol di samping ponsel itu, namun tidak membuahkan hasil.
Saka bangkit berdiri. Ia merasa sudah lama berada di dapur. Wanita paruh baya itu sudah kembali beres-beres, seperti biasa. Saka melangkah menjauh dari sana.
Saka celingukan kanan kiri. Ia tidak menjumpai Alara sedari tadi. Ia pikir, gadis itu akan mencari dirinya ke dapur. Nyatanya tidak. Apakah gadis itu sudah tertidur pulas dan melupakan kalau dirinya masih ada di sana?
Saka berjalan ke arah sofa. Ia ambil tas miliknya dan segera memasukan ponsel yang sudah rusak itu ke sana. Ia akan bawa ponsel itu ke tempat perbaikan. Menurutnya, ponsel itu harus kembali bisa menyala agar Alara bisa memakai ponsel itu lagi.
Jam dinding sudah menunjukan jika hari sudah teramat sore. Saka menyampirkan tas ke bahu, ia harus segera balik. Ia merasa tidak enak berlama-lama di rumah itu, takut menganggu.
Saka berjalan menuju pintu kamar Alara. Ia sekedar ingin berpamitan pada gadis itu. Ia berdiri di depan pintu dan mengetuknya berkali-kali, tidak terlalu kencang.
"Alara...," panggilnya.
"Alara, gue pulang, ya?" ujar Saka lagi. Namun tetap sama, tidak ada jawaban dari dalam.
Saka menurunkan tangan dari pintu. Ia tidak berniat lagi mengetuk pintu, takut membangunkan gadis itu dari tidur nyenyak. Ia segera berbalik badan, menjauh dari kamar.
Semakin dekat pada pintu depan, bunyi guyuran hujan kian terdengar oleh Saka. Cowok itu mempercepat langkah, mengingat motornya ada di depan, pasti sudah basah kuyup. Dari dapur, ia tidak mendengar jika hujan sudah turun dengan lebat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alara Bianchi (TERBIT)
Genç KurguJANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA KARENA SEBAGIAN CERITA DI PRIVATE!! Alara Anindiya Bianchi, gadis polos penyuka es krim dan hal yang berbau dengan kucing. Seperti boneka kucing. Hidupnya yang awalnya sempurna jadi berubah drastis sejak ia kehilan...