Alara memilih masuk ke dalam kamar. Malam begitu hening, tidak seorang pun yang terjaga, kecuali dirinya. Alara menutup pintu dekat balkon dan berjalan menuju kasur.
Alara melempar pelan boneka yang sedari tadi ia peluk ke dekat guling. Ia memutuskan untuk minum segelas air putih setelahnya lanjut tidur.
Setelah minum, Alara beranjak dari sana dan naik ke atas kasur. Saat ia akan merebahkan badan, pintu masuk kamarnya terlihat sedikit terbuka. Bukannya ia sudah menutup pintu itu dengan rapat?
"Apa karena angin, ya?" ujar Alara seraya bangkit berdiri. Ia berjalan menuju ke arah pintu.
Sebelum menutup pintu, Alara menyembulkan kepala, melihat keluar kamar. Ia menoleh kanan kiri. Ruangan yang begitu besar membuat dirinya sedikit meremang. Semua orang sudah tidur, hanya ia yang terjaga. Cepat-cepat Alara menutup pintu.
"Serem, ih." Alara memutuskan untuk mengunci pintu. Setelahnya ia berlari pelan dan naik ke atas kasur.
Tangan Alara meraba selimut yang berada di tengah kasur. Ia rentangkan selimut itu dan masuk ke dalamnya, tidak lupa mengambil boneka dan memeluknya dengan erat.
Alara berdiam diri di dalam selimut. Kedua matanya juga belum mengantuk. Ia menarik napas pelan dan memiringkan badan, menatap boneka dengan senyum lebar.
"Besok Mama aku pulang," cerita Alara pada boneka yang ada di depan wajahnya itu dengan perasaan senang. Ia teramat senang sekaligus penasaran seperti apa wajah mamanya itu.
"Mama Gina," gumam Alara dengan senang. Ia ingat nama itu ketika Bi Wati yang menjelaskan tentang semua orang terdekatnya, termasuk nama kakak angkatnya.
"Aku udah enggak sabar ketemu." Alara membalik badan dan menarik boneka ke dalam pelukan. Ia turunkan selimut sebatas dada.
Alara menatap langit-langit kamar dengan pikiran mulai bercabang. Entah kenapa, mimpi tadi kembali mengusik pikirannya. Alara menjadi takut sekaligus gusar. Ia benar-benar takut jika tidak bisa bertemu dengan cowok itu.
"Aku harus cari Kak Al ke mana?" Perasaan senang Alara berganti dengan rasa sesak. Setiap teringat dengan cowok itu, selalu saja perasaan Alara menjadi tidak enak sekaligus gelisah.
Alara mengeratkan pelukan pada boneka. Kedua matanya terasa panas. Perlahan, air sebening embun itu menetes membasahi bantal yang tengah ia tidurkan.
"Entah kenapa, setiap keinget nama Kak Al, aku jadi pengen nangis." Alara menghela napas panjang, ia seka matanya yang berair.
Tenggorokan Alara terasa tercekat. Dadanya mulai terasa nyeri. Ia mendudukkan diri sambil menepuk pelan dadanya. Menghentikan tangis di saat ia ingin menangis, membuat ia menjadi seperti itu.
"Kak Al," lirih Alara pelan. Tangisnya pecah seiring memanggil nama cowok itu. Ia biarkan isakan memenuhi ruang kamar yang begitu besar.
Alara menangis sesenggukan. Rasanya sangat sakit dan sesak. Ia merasa tersiksa. Beginikah rasanya kehilangan ingatan? Ia tidak ingat dengan siapapun, bahkan ia tidak ingat dengan orang terdekatnya.
"Aku mau... Ingatan aku kembali. Aku mau ketemu Kak Al," ujar Alara dengan isakan.
Punggung Alara semakin bergetar kuat. Ia lampiaskan semua rasa yang menyiksa dengan tangisan. Mungkin setelah menangis, ia akan menjadi lebih baik.
Alara menyeka kedua matanya yang basah dengan selimut. Kembali ia mengingat penjelasan dari Bi Wati waktu pertama kali ia terbangun.
"Kenapa aku bisa koma?" Pertanyaan itu terlintas di benak Alara. Ia menjauhkan selimut dan segera bangkit berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alara Bianchi (TERBIT)
Teen FictionJANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA KARENA SEBAGIAN CERITA DI PRIVATE!! Alara Anindiya Bianchi, gadis polos penyuka es krim dan hal yang berbau dengan kucing. Seperti boneka kucing. Hidupnya yang awalnya sempurna jadi berubah drastis sejak ia kehilan...