Sedari tadi Saka terus mengamati gadis yang tengah duduk di meja bagian depan. Ia mengamati setiap gerakan gadis itu. Ia tengah meyakinkan diri, apakah itu benar Alara asli atau Alara palsu yang di maksud oleh Aldevano, sahabatnya. Tapi wajah yang begitu mirip membuat Saka sulit untuk membedakan.
Aldevano menggeram kesal ketika mendapati Saka yang terus-terusan mencuri pandang ke arah gadis yang tengah makan nasi goreng itu. Emang tidak ada kerjaan lain lagi selain curi pandang ke gadis jahat itu?
"Mata lo mau gue cabe?" desis Aldevano membuat Saka seketika menoleh. Ia ambil sendok yang ada di dalam mangkok, ia sodorkan ke mata cowok itu.
Saka berdecak. Ia jauhkan wajahnya dari sendok pakai cabe itu. Sahabatnya satu ini memang kejam. Jika bukan sahabat, sudah ia lempar ke sungai Amazon sedari dulu. Seandainya, Saka punya kekuatan super. Tapi sayang, ia tidak punya.
"Lo kenapa jadi sensi gini? Gue cuma mastiin aja." Saka kembali mencuri pandang pada gadis itu. Saat gadis itu mengangkat wajah, ia buang pandangan ke arah lain. Jangan sampai ketahuan.
Saga hanya diam. Sesekali melirik wajah Aldevano yang semakin terlihat kesal kepada saudara kembarnya itu. Ia saat ini malas ikut campur. Dua orang itu memang keras kepala dan terkadang sering adu pendapat.
Saga menyeruput minuman yang masih tersisa di gelas miliknya. Ia secara terang-terangan mendongakkan wajah melihat gadis itu dari dekat. "Emang mirip, sih."
Aldevano yang geram langsung menoyor kepala Saga. Padahal ia sudah beritahu sedari tadi. "Gue udah bilang tuh cewek lakuin oplas, makanya mirip," ketusnya.
Aldevano bangkit berdiri. Rasanya tangannya sudah sangat gatal untuk memulai aksi yang sudah ia rencanakan sedari awal. Ia melangkah mendekat pada gadis itu. Berkacak pinggang di sana. Ia harus memulai dengan cari masalah. Jika hal itu berhasil, dengan mudah ia akan menuntaskan nyawa gadis sok polos ini.
Alara meletakkan sendok saat mendengar seseorang menghampirinya. Ia mendongak ke atas melihat siapa yang datang. Senyumnya jadi melebar saat itu juga. Dengan ramah ia berkata,
"Ha-hai, duduk aja." Alara menepuk bangku di sebelahnya.
Aldevano berdecih melihat sikap sok polos gadis ini. Ia melirik gelas yang berisi air mineral. Ia tersenyum miring seraya mengambil air itu dan ia siram ke dalam piring nasi goreng milik Alara.
"Jangan sok polos lo! Gue tau lo nyari perhatian," ketusnya.
Alara terkejut bukan main. Matanya melebar melihat kelakuan cowok itu yang terlihat sangat tidak sopan.
"Ka-kamu ngapain masukin air ke dalam piring itu? Aku belum selesai makan!" ujar Alara, ia mulai merasa kesal sekaligus marahm
Aldevano bersedekap dada. Mengamati gadis itu dari atas sampai bawah. Semuanya terlihat seperti apa yang selalu dikenakan oleh kekasihnya saat sekolah. Mulai dari seragam, sepatu dan jam kecil yang melingkar di tangan. Ia terkekeh sarkas. "Terus kenapa? Gak terima lo?"
Saka dan Saga hanya bisa diam menyaksikan itu. Jika Aldevano sudah berulah, mereka tidak akan bisa berbuat apa. Mereka tidak berani mengambil resiko.
Alara menatap cowok di depannya dengan tidak percaya. Sudah jahat masih aja ngelawan dan membentak dirinya. Tapi Alara tidak bisa melawan. Dirinya terlalu takut. Ia tidak ingin mati sia-sia di sini. Melihat wajah marah cowok itu saja sudah buat nyalinya menciut.
"Ee-enggak. Aku terima kok. Ya udah. Aku bayar dulu. Permisi." Alara menangkupkan kedua tangan lalu membungkuk. Ia harus cari aman dari amukan cowok yang menyeramkan itu. Apakah cowok itu penguasa atau pemilik sekolah? Kenapa dirinya diperlakukan seperti itu, yang lain hanya bisa menonton?
KAMU SEDANG MEMBACA
Alara Bianchi (TERBIT)
Roman pour AdolescentsJANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA KARENA SEBAGIAN CERITA DI PRIVATE!! Alara Anindiya Bianchi, gadis polos penyuka es krim dan hal yang berbau dengan kucing. Seperti boneka kucing. Hidupnya yang awalnya sempurna jadi berubah drastis sejak ia kehilan...