9. Confused Feeling

25.5K 2.9K 76
                                    

Saka membawa Alara menuju kopsis, sampai di sana, Saka mengetuk pintu pelan, karena pintu ruang itu setengah tertutup. Alara berdiri di samping Saka dengan bibir yang terlihat semakin pucat, ia kedinginan.

Saat pintu dibuka, seorang wanita paruh baya muncul dari dalam sana, membuka lebar pintu ruangan yang ia huni, dan mempersilakan Saka dan Alara masuk ke dalam.

Wanita paruh baya itu berdiri menunggu apa yang akan dibeli oleh dua murid itu. Matanya melirik ke arah gadis yang tengah memeluk diri sendiri. "Kamu kenapa basah kuyup seperti ini? Di luar tidak hujan kan?" tanyanya menatap Alara dengan lekat.

"Ada yang ngejahilin dia, Bu," jawab Saka menoleh pada rak yang ada seragam di atasnya. "Saya mau beli seragam buat dia, Bu. Ada kan?" Saka melirik Alara sekilas.

Wanita paruh baya itu mengangguk, paham. Ia berbalik badan menuju rak seragam. "Ada, sebentar, saya carikan dulu," jawabnya dengan kedua tangan mulai menyingkap dan melihat ukuran ditiap seragam.

Saka menunggu dengan sebelah tangan mengacak pelan puncak kepala Alara. Ia senyum tipis, rasa rindunya pada sosok gadis polos, kekasih sahabatnya sedikit terobati. Sebelum Alara dikabarkan menghilang, mereka selalu akrab, dan Saka menganggap kekasih Aldevano adalah adiknya. Sejak kedatangan gadis yang berdiri di dekatnya itu, ia merasakan kehadiran Alara yang menghilang ada di tubuh gadis itu.

"Ini saya rasa pas." Wanita paruh baya berbalik badan menghadap Saka dan Alara. Ia sodorkan seragam itu ke tangan Saka.

Saka menerima seragam itu dengan tangan kanan. Ia berikan uang yang sudah ia siapkan sedari tadi sambil mengucapkan terimakasih. "Saya permisi, Bu," ujarnya dengan sopan.

"Iya, kamu cepat ganti seragam ya, takutnya masuk angin," nasehat wanita paruh baya itu, yang langsung diangguki oleh Alara, tentu gadis itu menampilkan senyum ramah. Setelah kepergian dua orang itu, ia rapatkan pintu kembali.

Saka menarik pelan pergelangan Alara menuju UKS. Di sana ada bilik kecil yang bisa Alara gunakan untuk mengganti pakaian, dan di sana ada juga minyak angin yang akan digunakan Saka untuk mengoles telapak tangan gadis itu. Saka sedikit cemas melihat wajah gadis ini yang semakin pucat.

Saka membuka pintu UKS dan masuk ke dalam dengan Alara. Di sana tidak ada orang, yang biasanya selalu ada. Mungkin tengah keluar atau belajar. Saka membuka plastik seragam dan memberikan ke tangan Alara.

"Ganti seragam lo ke sana. Gue tunggu di sini," ujar Saka seraya menunjuk bilik kecil yang ada di pojok kiri.

Alara mengangguk dan mengambil seragam baru itu. Ia menampilkan senyum lebar. "Makasih, ya, Kak Saka. Kalo gak ada kamu, mungkin aku udah dimakan sama cowok tadi," ujarnya membuat Saka tergelak pelan.

"Dia bukan kanibal. Buru ganti baju, wajah lo udah pucet banget. Gue tunggu di sini." Saka mendorong pelan lengan Alara menuju bilik itu.

"Tungguin ya, Kak Saka." Alara masuk ke dalam bilik itu seraya menutup pintu dari dalam. Segera ia ganti seragam dengan cepat. Takutnya Saka kelamaan menunggu.

Saka membelakangi bilik yang ada Alara di sana. Ia duduk di atas brankar dengan pikiran tertuju pada sahabatnya, Aldevano. Ia menghela napas pelan, sedikit rasa bersalah menyelimuti dirinya, tidak seharusnya ia bersikap seperti itu kepada Aldevano. Tapi di sisi lain, ia tidak suka dengan perlakuan kasar Aldevano pada gadis yang bernotabe Alara palsu itu.

Saka menaikkan sebelah kakinya ke atas kaki yang satunya lagi. Ia berpikir sejenak. Dari kemarin, kedatangan gadis ini membuat hati dan otaknya jadi bertanya-tanya. Jika benar apa yang dikatakan oleh Aldevano, tapi kenapa gadis ini terlihat begitu lemah? Terlihat polos dan terlihat tidak ada perlawanan jika Aldevano menyakiti dirinya. Jika memang ada maksud dan tujuan dari kedatangan gadis itu, tentu akan ada masalah yang dibuat, terutama masalah mengungkit tentang menghilangnya Alara, dan mendekati Aldevano dengan tujuan mencari perhatian. Entahlah, Saka jadi pusing sendiri.

Alara Bianchi (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang