Saka menatap kembarannya yang tengah duduk di antara anggota yang ada di bawah pohon perkarangan markas dengan kesal. Ia malas mengejar ke sana, buang-buang tenaga saja. Kain putih yang ia pegang, ia buat bulat dan ia lempar kencang ke dalam. Kain putih itu mendarat bebas dan mengenai kepala cowok yang memiliki bola mata coklat. Saka jadi terkekeh seraya mengangkat tangan ke atas, mengatakan lewat gerakan ia tidak sengaja.
Saka berjalan menghampiri Aldevano yang tengah duduk sendirian di samping pintu, di atas kursi kayu. Ia berdecak, sahabatnya itu kembali terlihat murung, seperti biasa.
Saka mendudukkan diri membuat Aldevano menoleh menatapnya. Saka angkat kedua kaki ke atas, ia tekuk dengan kedua tangan memeluk lutut.
"Mikirin apa? Jangan bilang lo lagi nyusun rencana buat nyakitin dia?" tebak Saka membuat cowok itu mendengkus kesal.
"Gue lagi gak mau bahas dia." Aldevano memalingkan wajah. Kenapa sahabatnya satu ini malah berubah jadi orang yang paling menyebalkan sedunia? Jelas-jelas ia tengah murung, merindukan kekasihnya itu.
Saka terkekeh pelan. Ia hanya iseng menebak, dan berharap itu tidak benar. Ia melirik Aldevano sekilas, cowok itu kembali berdiam diri. Ia diacuhkan.
"Gue heran. Bukannya lo udah sering nelpon sama cewek lo, kenapa lo jadi murung? Ajak ketemu kek," ujar Saka ingin mengetahui sedikit informasi tentang orang yang disebut Alara asli oleh sahabatnya itu.
"Ara gak mau ketemu, sebelum cewek sialan itu pergi dari sini," jawab Aldevano dengan pandangan ke lantai.
Saka manggut-manggut mendengar itu. Alasan yang tidak masuk akal baginya. Tapi sekarang ia hanya bisa diam. Jika suatu saat ia tahu kebenarannya, ia akan bongkar siapa yang asli dan siapa yang palsu. Tunggu saja. Dan, ia juga akan bikin perhitungan nantinya.
"Ara berubah ya, gak kayak yang gue kenal. Dulu Ara gak suka liat lo nyakitin orang, tapi sekarang malah nyuruh." Saka terkekeh dengan tatapan menuju ke depan.
Aldevano mendelik tak suka. Ia tahu cowok di sampingnya itu tengah bermaksud menyindir. Ia sangat peka dengan makna kata yang diucapkan oleh cowok itu.
"Jangan bikin gue emosi. Kata-kata lo barusan seakan ngepojokin cewek gue!" Rahang Aldevano mengeras dengan mata memerah menahan emosi.
Saka menatap Aldevano dengan bibir menyungging. Sekalipun ia dipukul, ia tidak akan merasa bersalah karena ucapannya barusan. Nyatanya ia benar. Alara yang ia kenal tidak seperti itu.
"Ngepojokin? Lo kesindir sama kata gue barusan? Nyatanya gue emang bener kan? Ara yang kita kenal gak sejahat itu?" Saka tertawa singkat.
Aldevano memalingkan wajah. Ia akui perkataan cowok itu memang benar adanya. Tapi untuk saat ini, keadaan sudah berubah. Siapa yang tidak dendam jika kehadiran tersingkirkan? Siapa yang tidak marah jika posisi digantikan?
"Lo gak ngerti posisi Ara yang sekarang. Andai posisi lo ada di Ara sekarang? Apa yang bakal lo lakuin? Gue pastiin lo juga bakal marah dan balas dendam," ujar Aldevano dengan tangan terkepal.
Saka menghela napas pelan. Ia mulai malas berdebat, situasi semakin terasa panas. Ia tidak ingin berantem di depan semua anggota. Cukup di sekolah kemarin saja. Ia tidak ingin Black Angels di cap jelek karena berantem sesama kelompok.
"Terserah lo. Intinya gue gak akan tinggal diam jika lo nyakitin dia." Saka bangkit berdiri, berjalan menjauh dari sana. Tidak ada guna lagi berdebat jika tidak mendapat pencerahan.
Setelah kepergian Saka, Aldevano membuang napas berat. Ia mengacak rambut dengan sebelah tangan dan bersandar pada dinding. Kenapa harus ia yang mengalami hal rumit seperti ini? Bahkan, ia tidak pernah terpikir hal seperti ini akan terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alara Bianchi (TERBIT)
Teen FictionJANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA KARENA SEBAGIAN CERITA DI PRIVATE!! Alara Anindiya Bianchi, gadis polos penyuka es krim dan hal yang berbau dengan kucing. Seperti boneka kucing. Hidupnya yang awalnya sempurna jadi berubah drastis sejak ia kehilan...