"ALARAA!!"
Kedua bola mata Saka melebar kala menatap tubuh Alara terjatuh ke lantai karena pukulan Aldevano yang menurutnya teramat keras.
Saka berlari cepat dan berjongkok. Ia raih tubuh Alara yang sudah terasa melemah. Ia bawa ke dalam dekapan. Wajah Saka berubah merah padam kala melihat darah segar mengalir dari hidung gadis itu.
"ANJING! SIALAN LO!" maki Saka dengan wajah memerah. Ia tidak kuasa melihat keadaan Alara yang jadi seperti itu.
Aldevano terkekeh sarkas dengan kedua tangan bersedekap di dada. Ia merasa puas, sudah berhasil memukul gadis sialan itu. Lagian, salah sendiri, sok pakai acara melindungi cowok itu segala. Menurutnya, gadis itu cuma cari muka di depan banyak orang.
"Segitu cemasnya lo sampe mau nangis? Dia cuma pura-pura," jawab Aldevano dengan asal.
Saka mengepalkan sebelah tangan. Ia menatap cowok itu dengan tajam. Jika bukan karena keadaan Alara yang terlihat parah, sudah ia pastikan membalas perlakuan cowok itu.
Saka menahan rasa perih di mata. Ia tidak ingin menangis di depan semua orang. Ia angkat tubuh gadis itu dan mendekapnya dengan erat.
"GUE PASTIIN! SUATU SAAT LO BAKAL NYESEL!" teriak Saka dengan kencang. Urat lehernya jadi timbul karena menahan emosi.
Dengan perasaan takut dan cemas, Saka membawa tubuh Alara dengan cepat. Saat ini perasaannya tidak bisa di jabarkan lagi. Saka teramat takut melihat darah yang tidak kunjung berhenti.
Saga masih mematung di tempat. Tidak menyangka perkelahian di antara mereka terjadi begitu saja. Entahlah, ia tidak tahu siapa yang benar dan siapa yang salah. Tapi imbasnya malah ke gadis itu. Saga juga merasa kasihan melihat gadis itu jatuh dan terlempar ke lantai karena pukulan Aldevano.
Saga mendudukkan diri dengan perasaan hampa. Melihat Saka marah seperti itu membuatnya merasa jadi adik yang tidak berguna. Andai ia cepat menahan tangan Aldevano, tentu keadaan gadis itu sekarang baik-baik saja. Kenapa keadaan jadi begitu rumit?
Aldevano menyugar rambut ke belakang. Ia berbalik badan dan berjalan menuju tempat duduknya. Tidak ia pedulikan semua murid yang berbisik dan terpekik histeris kala ia memukul gadis itu sampai terjatuh ke lantai. Itu bukan kesalahannya, melainkan kesalahan gadis itu sendiri.
"Makanya, jangan cari muka. Mampus, kan lo."
***
Saka membawa tubuh Alara masuk ke dalam mobil teman kelasnya yang ia dapati waktu di parkiran. Ia meminta bantuan pada cowok itu untuk segera mengantarnya ke rumah sakit. Dengan cepat, cowok itu mengabulkan permintaannya.Saka memeluk tubuh Alara dengan perasaan sedih. Ia sangat merasa bersalah. Andai ia tidak memancing kemarahan Aldevano, tentu kejadian itu tidak akan pernah terjadi.
"Maafin gue," sesal Saka dengan suara serak. Tenggorokannya sangat terasa tercekat.
"Jangan bikin gue cemas." Saka menyeka darah yang terus keluar dari hidung gadis itu dengan jari telunjuk, namun darah itu tetap tidak berhenti.
Cowok yang membawa mobil melirik Saka sekilas dari kaca depan. Ia baru pertama kali melihat keadaan Saka seperti itu. Cowok itu terlihat pucat dengan raut wajah teramat cemas. Ia jadi bertanya-tanya dalam hati, apa hubungan Saka dengan gadis itu? Namun, ia enggan untuk bertanya di situasi seperti ini.
"Bro, lebih cepat. Gue takut adek gue kenapa-kenapa," ujar Saka menepuk pelan bangku yang ada di depan.
"Iya." Cowok itu mengangguk dan menambah laju kecepatan mobilnya sesuai perintah Saka. Ia juga baru tahu, jika Saka mempunyai seorang adik perempuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alara Bianchi (TERBIT)
Teen FictionJANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA KARENA SEBAGIAN CERITA DI PRIVATE!! Alara Anindiya Bianchi, gadis polos penyuka es krim dan hal yang berbau dengan kucing. Seperti boneka kucing. Hidupnya yang awalnya sempurna jadi berubah drastis sejak ia kehilan...