10. Hurt You!

26.4K 3K 291
                                    

"Tangan gue udah beneran gatel buat nyakitin dan lenyapin lo dari dunia ini. Bersiaplah gadis kecil!"

Aldevano terkekeh sarkas saat melihat pintu yang dikunci dengan lidi tusukan. Ia semakin merasa senang mengetahui jika Abela sama seperti dirinya. Sama-sama membenci gadis yang menjelma jadi Alara, kekasihnya. Ya, gadis yang saat ini terkunci di dalam kelas sendirian.

Aldevano memutar badan menghadap belakang, ia pastikan sahabatnya, Saka tidak ada di sana. Bibirnya melengkung dengan indah, ini kesempatan emas bagi dirinya. "Demi apa gue bisa seberuntung ini," ujarnya dengan sebelah tangan mencabut tusukan itu dari kunci pintu.

"Siapa diluar? Bukain pintu, dong."

Aldevano tersenyum miring, mendengar suara gadis itu membuat ia merasa gemas, ingin kembali menarik rambut serta menginjak tubuh gadis itu. Ia benar-benar sudah menjelma jadi iblis yang tidak punya hati. Tapi jangan salahkan dirinya, semua ini ia lakukan untuk membalas dendam kekasihnya. "Tangisan lo suatu kesenangan bagi gue!"

Alara berjinjit kembali menoleh ke arah luar. Tidak ada yang lewat. Ke mana perginya semua murid di sekolah ini? Alara menghela napas lelah. Berharap seseorang bisa datang menolongnya kali ini. Di sisi lain ia mulai merasa lapar, ia belum makan nasi goreng enak yang ada di kantin.

Alara berdiri di depan pintu. Ia gunakan kedua tangan menggedor pintu dengan kencang. "Tolongin, aku kekunci di dalam," teriaknya yang tidak terdengar oleh siapa pun.

Aldevano mendekatkan telinga pada pintu. Ia mengulum senyum mendengar teriakan gadis itu dari dalam. Aldevano menoleh kanan kiri, tidak ada murid di sana. Dengan pelan ia buka pintu.

Alara tersenyum senang melihat pintu terbuka dari luar dengan pelan. Ia bergeser menjauh dari pintu. Semakin lama pintu semakin terbuka dengan lebar. Alara semakin mengulas senyum, berharap Saka yang datang, cowok yang ia tunggu sedari tadi.

"Kak Sak-" Senyum Alara memudar berganti dengan rasa takut ketika melihat seluruh tubuh cowok itu masuk ke dalam kelasnya. Ia berjalan mundur ke belakang.

Aldevano menampilkan senyum lebar menatap gadis itu yang semakin ketakutan setiap bertemu dengan dirinya. Ia menggigit bibir bawah membuat gadis itu semakin melangkah mundur. "Hai," sapanya.

Tubuh Alara menabrak meja yang ada di belakang dirinya. Alara membeku di tempat dengan kedua kaki yang mulai gemetaran. Bola matanya terasa panas dan berkaca-kaca melihat cowok itu kembali menutup pintu. Hanya mereka berdua di dalam.

"Nga-ngapain kamu?" tanya Alara dengan suara gemetar. Sebelah tangannya meraba meja yang ada di belakang. Ia geser dan kembali melangkah mundur.

Aldevano bersidekap dada di depan pintu setelah ia kunci pintu itu. Ia mengamati gadis itu yang semakin ketakutan. Ia tertawa menyeramkan. "Kenapa? Takut?"

Alara menelan ludah dengan susah payah, tenggorokannya benar-benar terasa tercekat. Ia berhenti melangkah mundur karena punggungnya menabrak dinding. "Pergi!" usir Alara dengan suara pelan.

Aldevano melangkah pelan menuju gadis itu. Senyumnya semakin mengambang. Bukannya terlihat tampan, ia semakin terlihat menyeramkan. Saat akan sampai dekat Alara, ia hentikan langkah. "Ke sini lo!" perintahnya dengan dingin.

Alara membiarkan air matanya jatuh membasahi pipi. Ia benar-benar takut saat ini. Baru kali ini ia melihat manusia yang sangat menyeramkan. Ia menggeleng pelan dengan kepala menunduk menatap lantai. "Ga-gak mau," cicitnya.

Aldevano mengepalkan tangan. Ia berjalan menuju meja yang ada di dekatnya, ia tendang kaki meja itu dengan keras, membuat Alara terkesiap. "Mendekat ke sini!" teriak Aldevano dengan wajah memerah.

Alara Bianchi (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang