11. Geng Ramous Berulah

25.6K 2.7K 69
                                    

Saka membawa tubuh lemah itu berjalan di sepanjang koridor sekolah. Ia berencana akan membawa Alara ke rumah sakit. Tentu ia merasa sangat cemas melihat keadaan gadis itu yang ada dalam dekapannya saat ini. Ia juga cemas saat pertama kali melihat darah yang keluar dari hidung gadis ini, susah berhenti.

Saka berhenti berjalan saat merasakan pergerakan Alara dalam dekapannya, ia menoleh menatap ke bawah, perlahan ia lihat mata gadis itu terbuka dengan pelan.

"Lo udah bangun?" tanya Saka yang terus mengamati wajah pucat gadis itu.

Alara mengangguk lemah. "Kak Saka kenapa gendong aku? Aku udah gede," ujarnya pelan seraya memijit pangkal hidungnya.

"Ah iya, gue lupa nurunin lo." Saka tertawa canggung, segera ia berjalan menuju tepi dinding, ia turunkan tubuh gadis itu dengan hati-hati.

Alara berdiri dengan sebelah tangan memegang kepala, ia masih merasa sedikit pusing. Kejadian waktu di kelas teringat, membuat ia merasa cemas dan ketakutan.

"Kak Saka, kenapa dia selalu jahat sama aku? Aku salah apa?" tanya Alara menatap Saka yang sedari tadi memperhatikan dirinya.

Saka hanya diam mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut gadis ini. Sesaat ia menimbang jawaban yang akan ia katakan. Tapi di sisi lain, ia belum berani untuk mengatakan hal itu. Hal yang membuat seorang Aldevano membenci gadis ini. Saka ingin membuktikan sendiri, apakah perkataan Aldevano benar atau salah.

"Gue ga tau. Sebelumnya, dia gak pernah berbuat seperti itu," jawab Saka dengan senyum kecut.

"Begitu ya," balas Alara dengan helaan napas yang pelan. Kemudian ia tampilkan senyum tipis, ia akan lupakan kejadian itu, mungkin saja cowok itu tengah ada masalah dan melampiaskan pada dirinya. Alara tidak akan dendam akan hal itu.

"Lo gak papa? Sebenernya tadi gue mau anter lo ke rumah sakit, hidung lo darahnya ga mau berenti," ujar Saka teringat dengan niatnya pertama kali.

Alara menggeleng dengan cepat seraya menampilkan senyum lebar. "Aku udah gak papa, Kak. Kalo soal hidung berdarah, aku kayaknya udah mulai terbiasa, kalo aku lagi capek banget, pasti jadi gitu," jawabnya seakan tidak ada masalah dengan hal itu.

Saka mengerjap dengan pelan. Sudah mulai terbiasa? Apa maksudnya itu. Ia sungguh tidak mengerti. Kenapa gadis di depannya ini tidak terlihat cemas sama sekali mengetahui fakta itu? Apakah gadis di depannya ini tengah mengidap penyakit? Sehingga darah bisa keluar dari hidung sebegitu banyak.

"Maksud lo udah mulai terbiasa? Lo sakit atau gimana?" tanya Saka memastikan. Ia juga seorang cowok yang memiliki tingkat penasaran yang sangat tinggi.

"Ya, aku sering gini Kak Saka. Aku engga sakit. Liat, aku baik-baik aja," jawab Alara dengan kekehan, seraya memutar badan ke depan dan ke belakang.

Saka menahan lengan gadis itu agar tidak berputar lagi. "Nanti lo pusing. Lo udah makan? Ke kantin, yuk?" ajaknya dengan senyum seraya mengangkat kedua alis mata naik turun. Bakso yang ia pesan waktu pertama kali sudah tumpah ke lantai.

Alara tertawa pelan dengan sebelah tangan memukul pelan lengan tangan Saka. "Kak Saka lucu kalo lagi gitu. Ayo, aku juga laper banget. Mau makan nasi goreng kesukaan aku di kantin," jawab Alara membuat tubuh Saka mematung di tempat.

Saka mengamati gadis itu dengan ekspresi yang tidak bisa ia jabarkan untuk saat ini. Semua kenangan antara sahabatnya, Aldevano dan Alara, kekasih cowok itu melintas di kepalanya. Di mana gadis itu sangat menyukai nasi goreng yang ada di kantin.

"Kak Al, temenin Ara bentar. Ara mau makan nasi goreng di kantin. Ara gak bisa kalo sampai absen makan nasi goreng itu."

"Bentar, sayang. Kak Al mau ngerjain tugas ini dulu. Pas masuk nanti, Kak Al harus ulangan. Gimana kalo Saka yang temenin kamu?"

Alara Bianchi (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang