Perhatian: Cerita ini hanya rilis di platform W A T T P A D.
...
Sebelum sarapan bersama pukul tujuh pagi di ruangan serbaguna, kami sudah dikumpulkan di ruangan yang dikhususkan untuk setiap tim. Kami sudah mandi, berpakaian olahraga rapi, dan ada bau menyengat bunga—entah melati, mawar, lavender, aku tidak yakin—yang menyebar dari anak pirang di sebelahku.
"Harumnya akan lebih terasa saat aku berkeringat," kata Chrys dibarengi tawa kecil.
Chloe dan Mischa di sebelahnya memandang heran.
"Kau tahu? Aromamu itu bisa jadi penanda posisi kita nanti di lapangan," tanggapku, berharap anak itu menangkap apa yang aku maksud.
"Aku benci setuju dengannya, tapi Arennga benar, Chrys," timpal Chloe seraya mengendus pundak Si Anak Pirang. "Kau terlampau wangi untuk ukuran anak laki-laki."
Chrys hanya cengar-cengir. "Tapi, kau suka, 'kan?"
"Tidak juga ...." Pipi Si Badut Konyol bersemu.
Pak Ben memulai sesi briefing kami sebelum tahap satu dimulai.
"Pagi, Anak-anak!" sapanya.
"Pagi, Pak!" jawab kami serempak.
"Bapak harap kalian tidur dengan nyenyak. Oke, tidak perlu basa-basi lagi kita mulai saja." Pak Ben memperlihatkan peta arena pada layar televisi modifikasi. "Olimpiade ini akan disiarkan secara simultan di tiga negara. Jadi, jangan kaget kalau arena nanti disesaki oleh penonton di tribune dan kamera-kamera terbang yang akan terus merekam pergerakan kalian di arena."
"Kita akan jadi selebritas?" pekik Chrys antusias. Mata biru terangnya berbinar seperti langit cerah. Kedua tangannya mengepal di depan dada.
Chloe menepuk bahu lelaki itu. "Sudah kubilang!"
Mereka tertawa lepas.
"Sudah, sudah, Anak-anak." Pak Ben tampak memaklumi mereka. "Setelah semua ini selesai, kalian tidak hanya dikenal di seluruh negeri, tetapi tiga negara sekaligus."
"Aku sangat tidak sabar!"
"Oke, sekarang fokus, Anak-anak." Guru pembimbing kami meminta perhatian kembali. "Ingat strategi yang telah kita diskusikan kemarin. Bapak akan tekankan sekali lagi. Bagaimanapun nanti di lapangan, keselamatan adalah nomor satu. Tetap saling melindungi. Bapak tidak ingin ada satu pun dari kalian yang terluka." Pak Ben menatapku dan Chrys sambil menunjuk bergantian. "Para Bujang, lindungi para gadis dari bahaya apa pun." Dia beralih pada para anak perempuan. "Gadis-gadis, marahi pemuda-pemuda ini kalau mereka susah diberi tahu."
"Akhirnya, sebuah perintah langsung di mana aku bisa ...." Chloe mengiris lehernya sendiri dengan jempol sambil menatapku. "... Kesatria Sombong," cicitnya.
"Tidak ada KDRT, ya," kelakar Pak Ben diiringi senyum jail.
Chrys tertawa diiringi omelan Chloe dan gerutuanku.
"Mengerti, ya, Semua?"
"Mengerti, Pak," sahut kami serempak.
Pak Ben menunjuk layar dengan laser berwarna merah yang bisa digunakan untuk bermain dengan anak kucing. "Arena yang akan digunakan berupa arena acak. Namun, menurut bocoran, akan ada penggabungan arena-arena. Arena yang kalian pakai kemarin kemungkinan besar akan ada lagi hari ini."
Guru pembimbing kami memperlihatkan gambar peta dengan beragam simbol. Ada pohon, rumah, benteng, dan penanda alam serta bangunan-bangunan lainnya. Terkadang dia memisahkan arena-arena itu, terkadang menggabungkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Avatar System: Brain Games
Science FictionMenjadi juara umum di kelas sepuluh sebelumnya, mengantarkan Arennga menjadi salah satu perwakilan untuk mengikuti Olimpiade Sains Persahabatan bersama dua sekolah lainnya dari negara yang berbeda. Bersama tiga rekan setim dan avatar mereka masing-m...