Bab 43

14 3 4
                                    

Aku, Chloe, Chrys, dan Mischa berhenti di sebuah titik di tengah lapangan. Sebuah garis putih di rerumputan membatasi arena yang luas dengan Tim Ascent di seberang sana. Jaraknya mungkin hampir satu lapangan bola. Mereka terlihat seperti semut. Namun, dua layar di atas membuat mereka tampak seperti raksasa, bersanding dengan wajah-wajah kami di dua layar lainnya.

"Di pertandingan terakhir ini, para peserta akan berhadapan satu lawan satu," mulai Diony Shu. Dia lalu menjelaskan mekanisme pertarungan seperti yang pernah Pak Ben dan Bu Eva paparkan di kali pertama latihan terakhir diadakan. "Satu orang terakhir yang bertahan akan membawa timnya menjadi juara!" Pria itu mengangkat satu tangannya tinggi. "Peserta pertama, siapkan avatar kalian!"

Mischa menarik napas dalam, lalu maju beberapa langkah di belakang garis batas yang membentuk setengah lingkaran. Dia melemparkan pin avatar yang berbentuk bola bersegi dua puluh ke atas. Dari bola tersebut, cahaya memancar dan membentuk sosok Mischa ukuran mini dengan pakaian merah muda berpadu ungu yang melilit seluruh tubuh. Selendang yang melayang seperti sayap melilit pinggangnya. Perhiasan gelang tangan dan kaki, kalung, dan anting-anting emas memancarkan kemewahan. Lingkaran mahkota cakra penuh ukiran rumit di belakang kepalanya menyiratkan keagungan. Lakshmi yang melayang ke bawah selayaknya dewi yang turun dari kayangan.

Di sisi lain, terlihat dalam layar hologram raksasa, Vivian yang berwajah Zea berpakaian jubah perak dengan lengan pakaian yang menjuntai sampai ke tanah. Rambutnya panjang sepinggang dan memakai mahkota akar. Bawah gaunnya berombak-ombak seperti kain yang dimainkan air.

"Dan dari dialah pedangmu berasal," komentar Chloe merujuk pada Excalibur Arthur. "Aku tidak kaget mereka akan memilih Zea. Pasti antara Zea atau Aryza yang maju pertama. Tentunya Alva akan ditaruh di paling akhir." Gadis itu melirikku dari ujung matanya. Sudut bibirnya terangkat sedikit.

Aku mendengus, mencoba tak menghiraukannya dan kembali fokus ke lapangan.

"Dan untuk membuatnya semakin seru, sebuah arena yang berbeda untuk setiap pertarungan akan digunakan!" Wajah Diony Shu lagi-lagi muncul di dua layar berbeda. Penonton bersorak riang. "Bersiap, Semua! Arena, set!"

Cahaya menyorot dari sudut-sudut arena.

Perlahan, tengah lapangan berubah dari rerumputan hijau menjadi air yang memantulkan langit. Warna birunya terus melebar ke segala arah seperti mata air dan membanjiri lapangan. Daun-daun hijau lebar kemudian muncul bersamaan dengan bunga-bunga teratai merah muda. Batu-batu kali besar dan kecil mencuat di berbagai sisi. Arena seketika bertukar menjadi danau penuh tanaman dan bunga. Sementara itu, kami dan tim Ascent berdiri di tengah pulau di antara pulau-pulau kecil lainnya yang ditumbuhi ilalang dan rerumputan.

Para penonton berseru bersamaan dengan sisi-sisi arena yang memancarkan cahaya putih transparan ke atas membentuk dinding pelindung yang langsung menghilang seketika.

"Mari kita mulai pertandingannya!" Kini Minerva Athene yang berbicara. Dia dan Diony Shu kemudian memimpin hitung mundur yang diikuti oleh semua penonton. "Tiga!" Empat layar hologram menampilkan angka-angka yang disebutkan. "Dua!" Angka-angka itu dikelilingi lingkaran yang berputar berlawanan arah jarum jam. "Satu!"

Musik pertarungan bertempo cepat lantas mengalun.

"Ayo, Lakshmi!" Avatar Mischa menerjang. Dia bergerak menggunakan daun-daun lebar sebagi pijakkan. Makhluk digital itu mengibaskan tangan dan kumpulan kelopak teratai terbang mengelilinginya. Lawannya menggerakkan kedua tangan dan sulur air melecut dari danau.

Kelopak-kelopak teratai bergerak rapat dan semakin cepat. Sulur air terpotong ketika kumpulan kelopak tersebut melewatinya. Vivian mengelak ketika salah satu kelopak mengarah ke wajahnya. Lakshmi melompat mundur tatkala satu lecutan air menembus bawah rambut Bob-nya.

Avatar System: Brain GamesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang