Bab 29: Kubus Jawaban Arrum

19 4 2
                                    

"Ah, ya, lebih keras, Ren. Lebih bertenaga. Ah, enak sekali ...."

Chrysan sialan.

Aku kalah taruhan. Seperti perjanjian, aku memijat Chrys. Anak itu terus merem melek keenakan sambil membuat suara-suara ambigu saat aku memijat pundak dan punggungnya. Sesekali aku menjitak atau menoyornya sampai mengaduh, tetapi dia tetap membuat hal serupa sampai aku lelah dan membiarkannya.

"Kau sedang baca apa, sih?" tanya Chrys masih menelungkup di kasur karena punggungnya sedang kupijat.

"Soal-soal riddle itu," jawabku tetap fokus pada ipapyria, meski tanganku terus bergerak.

Chrys mendesah lagi keenakan.

"Aw! Aw! Aw! Sakit, Ren!" Aku menekan keras belikatnya. "Pelan-pelan ...."

Aku tersenyum melihat anak itu. Rasakan.

"Kau sudah dapat petunjuk memangnya?" tanya anak itu lemas.

Aku menggeleng. "Aku masih memahami isinya, tapi ada beberapa yang belum aku mengerti."

"Sudahlah, Ren, lebih baik kita istirahat. Apalagi setelah latihan melelahkan tadi," saran Chrys. Dia memintaku berhenti memijatnya lantas duduk sambil memutar-mutar bahu. "Kau juga harus mengistirahatkan otak dan ototmu itu."

Aku mendesah. Kalau saja latihannya tidak sampai pukul tiga aku mungkin akan mendengarkannya. Namun, latihan lanjutan halang rintang itu bahkan berlangsung sampai sangat sore. Setelah istirahat makan siang, kami langsung dikumpulkan lagi di lapangan.

"Seperti yang Bapak bilang sebelumnya, kita akan latihan melewati penghalang. Halangannya akan bermacam-macam, dapat berupa balok-balok tinggi sebesar gedung, ataupun sebuah pohon cemara yang menjulang. Hal ini akan membiasakan kalian saat pertandingan di kota nanti," papar Pak Ares.

Pelatih tinggi besar dengan kaus hitam ketat itu lantas menyentuh sesuatu di telinganya. "Siapkan arenanya," pintanya.

Cahaya dari ujung dan beberapa sudut stadion bersinar. Cahaya putih yang membanjiri seluruh lapangan kemudian memunculkan beberapa struktur bangun ruang primitif; balok, kubus, bola, icosphere, limas berbagai bentuk, dan lain sebagainya, semua dalam bentuk raksasa.

"Tugas kalian adalah memutari lapangan sesuai jalur sambil menghindari halangan yang ada dalam waktu sesingkat mungkin. Untuk latihan kali ini, kita akan lakukan per tim, tetapi bergantian. Para ketua yang akan menentukan tim mana yang lebih dahulu mendapat giliran."

Setelah dirasa mengerti, aku, Alva, dan Saka berada di posisi. Aku di tengah, Alva di kanan, dan Saka di kiri.

"Siapa yang tercepat sampai ke garis awal dia yang menang," ucap Pak Ares.

Saat peluit dibunyikan, kami memelesat.

Halang rintang pertama berupa balok menjulang berwarna putih seperti gedung. Aku langsung berbelok ke kanan dan mendapati Alva di sisiku. Anak itu menambah kecepatan sambil mencondongkan tubuh ke depan. Aku menyusulnya.

"Jangan lupa kalau aku masih ada di sini," ingat Saka ketika aku kembali ke tengah setelah melewati halangan dan bersiap menghadapi rintangan lain berupa tiga donat kurus yang menyatu membentuk triquetra yang berputar searah jarum jam.

Aku akan memilih jalur tengah ketika Alva mendahului dan memaksaku untuk berganti jalur atau aku akan ditabraknya. "Woi!" teriakku memperingatkan. Seharusnya kuterima saja tantangannya untuk saling adu, tetapi aku malah refleks menghindar dan turun melewati sayap bawah. Untung saja perhitunganku tepat sehingga aku dapat lewat dengan selamat.

Aku memakai teknik terbang diagonal agar bisa menyusul mereka lewat jalur atas. Namun, rintangan berupa segitiga-segitiga runcing seperti stalaktit memperlambatku. Aku harus memiringkan tubuh saat melewatinya agar bisa menyusul dua orang itu lebih cepat.

Avatar System: Brain GamesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang