Perhatian: Cerita ini hanya dirilis di platform W A T T P A D.
...
Pecahan kristal berubah menjadi penanda-penanda soal yang tersebar acak. Dari sekian banyak tempat yang memungkinkan, satu soal awal memilih berada di atas dahan pohon yang cukup tinggi. Aku terpaksa memanjat dan melompat di antara cabang dan ranting untuk mendapatkannya.
Kristal yang kudapat berwarna hijau zamrud; berpendar hangat. Benda itu pecah menjadi butiran ketika kugenggam. Sebuah soal Biologi tentang flora dan fauna hutan tropis menyambut.
Permulaan ini cukup mudah. Kami berhasil menjawab lima soal pertama tanpa kendala apa pun. Terlalu mudah, sampai aku merasakan sesuatu yang salah. Seperti ada sesuatu yang telah dipersiapkan sebagai kejutan.
"Kalian merasakannya?" Chloe yang pertama bersuara, seolah menanggapi kecemasanku.
"Merasakan apa?" timpal Chrys melihat sekeliling layaknya tidak ada yang aneh.
"Mungkin cuma perasaanku saja."
Tidak. Aku juga merasakannya.
Hutan lebat ini terasa lebih dingin dari sebelumnya. Angin berembus kencang beberapa kali membawa uap-uap air pergi; membuat bulu kuduk di tangan dan leher berdiri. Gemeresik daun-daun seperti musik alam membuat tenang sekaligus waspada karena diiringi gerakan-gerakan cepat sesuatu di antara pepohonan; menyerupai musik pengantar sebelum hal buruk terjadi.
"Waspada, Semua," ingatku. Kulihat sekeliling mencari soal lain yang sekiranya mudah.
"Kita harus cepat bergerak, Ren," saran Chloe.
"Boleh aku yang memilih soal selanjutnya?" tanya Chrys sambil melihat-lihat semak.
Aku meliriknya skeptis, teringat saat pertama kali dia memilih soal malah berakhir dengan jebakan.
"Tidak—"
"Ups ...."
Bersamaan dengan soal yang muncul, gemeresik pepohonan semakin kentara dan memperlihatkan dengan jelas hewan-hewan melata berwarna cokelat yang menjuntai. Mereka semua melihat kami intens sambil menjulurkan lidahnya.
Mischa memekik diiringi jeritan Chloe. Aku segera memerintahkan semua untuk berkumpul dan menyuruh Chrys untuk melindungi para gadis bersama-sama. Kami saling memunggungi; melihat dengan awas. Arthur dan Krishna menyiagakan senjata mereka masing-masing bermaksud menghalau setiap serangan yang mungkin akan datang.
"Kita harus tenang," bisikku. "Ingat kata Pak Ben, keselamatan yang utama ...."
Mudah mengatakannya. Dapat kurasakan sesuatu bergetar dari balik punggungku. Salah satu dari mereka menjawab sambil menahan ketakutan. Hal itu membuatku tidak fokus saat mengerjakan soal.
Bar biru muda transparan bergerak cepat memproses jawaban yang kuberikan. Hasilnya tidak memuaskan. 50%.
"Cih ...."
Ular-ular piton yang menggantung di pepohonan membuka mulut lebar memperlihatkan gigi taring yang tajam lalu jatuh satu per satu. Makhluk-makhluk itu melata mengelilingi kami sebelum bergerak ke satu titik. Mereka bergerombol, menyatu, membentuk sosok ular raksasa yang bahkan melebihi tingginya pepohonan rapat yang menjulang.
"Bersiap!"
Aku dan Chloe melompat mundur ketika kepala piton raksasa itu menumbuk tanah. Chrys menghindar berguling sambil memeluk Mischa. Anak itu mendekap erat Si Gadis Pemalu seolah enggan melepaskannya.
"Fokus, Ren," ingat Chloe.
Aku kembali menghadap ke monster yang harus kami hadapi sambil mendengus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Avatar System: Brain Games
Science FictionMenjadi juara umum di kelas sepuluh sebelumnya, mengantarkan Arennga menjadi salah satu perwakilan untuk mengikuti Olimpiade Sains Persahabatan bersama dua sekolah lainnya dari negara yang berbeda. Bersama tiga rekan setim dan avatar mereka masing-m...