Perhatian: Cerita ini hanya dirilis di platform W A T T P A D.
...
Introspeksi itu tidak ada. Setidaknya untuk Chrys. Di saat aku sibuk mengurung diri di kamar untuk belajar, mempelajari strategi yang efektif, dan mengumpulkan berbagai informasi terkait lawan, anak itu malah kelayapan entah ke mana. Dia baru kembali ke kamar saat hampir tengah malam dengan wajah berbinar seperti habis kencan. Pak Ben menegurnya, tetapi anak itu berdalih dengan alasan pengamatan.
Namun, kepercayaan dirinya luntur di waktu sebelum fajar ketika aku tidak menemukannya di atas kasur. Saat aku keluar akan ke kamar kecil, anak pirang itu sedang mondar-mandir di depan televisi sambil menggigit kukunya.
Aku gemas. "Kau kenapa?" tanyaku membuat lelaki itu berhenti seketika. Dia tersenyum rikuh sambil memegang belakang kepala.
"A ... ah, tidak, tidak apa-apa."
"Gugup?" terkaku. Dia hanya memandang ke arah lain. Aku menghela napas sebelum melanjutkan ke tujuan awal.
Aku bisa kena serangan jantung kalau Chrys muncul tiba-tiba dari balik pintu kamar mandi dengan kostum seram—tetapi, untungnya tidak. Dia hanya terpaku di depan sana sambil menunduk. Namun, tetap saja itu membuatku kaget. Saking terkejutnya, aku hampir terjengkang ke belakang kalau saja dia tidak menarik lenganku dan berakhir dengan kami saling bertindihan. Chrys langsung bangkit dan melesat ke kamar mandi tanpa menghiraukanku yang masih syok.
Ada apa dengan anak itu ...?
Aku memutuskan untuk menyalakan televisi sebelum mandi. Tak lama berselang, Chrys datang dan langsung duduk di sebelahku. Dia lagi-lagi menggigit kuku sembari menonton.
"Kegugupanmu akan membuat kita dalam masalah," ujarku tanpa melihatnya.
"Maaf, aku hanya ... takut gagal." Chrys berhenti menggigit kuku dan berganti meremas-remas jarinya.
"Kalau begitu, menyerahlah untuk jadi ketua dan serahkan semuanya padaku."
"Hah? Mana bisa! Aku sudah bilang pada Pak Ben kalau mau jadi ketua."
Aku meremas bahu Chrys. Kutatap dalam mata birunya yang secerah langit. "Kalau begitu, buktikan dan berhentilah mengeluh."
Chrys menegang. Dia lari ke kamar mandi lagi. Aku melihatnya heran.
"Beser karena gugup?"
...
Kelakuan Chrys semakin menjadi saat kami sarapan bersama. Dia makan dengan terburu-buru sampai sering tersedak dan Pak Ben mesti memberinya air sesering mungkin sebelum dia mati kehabisan napas. Anak pirang itu juga bisa menandaskan seluruh makanan yang tersedia kalau dia tidak bisa mengatasi kegugupannya secepat mungkin. Berulang kali bolak-balik ke tempat makanan disediakan. Dia bisa saja kena diabetes kalau yang diambilnya makanan manis melulu.
"Calon ketua kita ini bersemangat sekali, ya," kelakar Pak Ben yang telah menghabiskan makanannya. Chrys di depannya mengunyah dengan sangat cepat sebelum menjawab.
"Aku harus punya banyak tenaga untuk memimpin!" timpal Chrys. Guru pembimbing kami hanya tertawa.
"Ya, tentu saja. Bapak akan mengurus sesuatu dahulu. Kalian duluan saja ke mobil kalau sudah selesai," ujar Pak Ben sambil lalu.
Nafsu makan Chrys memancing komentar Chloe. "Kau harus mengendalikan diri, Chrys. Kau bahkan lebih parah dari aku yang tidak makan seharian."
"Mahu bhagaimmana lagh—"
Chrys tersedak untuk kesekian kalinya. Mischa dengan tanggap memberi segelas air. Chloe panik karena yang ini lebih parah dari sebelumnya. Aku hanya bisa melihat semua itu pasrah sambil menumpu dagu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Avatar System: Brain Games
Ciencia FicciónMenjadi juara umum di kelas sepuluh sebelumnya, mengantarkan Arennga menjadi salah satu perwakilan untuk mengikuti Olimpiade Sains Persahabatan bersama dua sekolah lainnya dari negara yang berbeda. Bersama tiga rekan setim dan avatar mereka masing-m...