Bab 37

16 4 0
                                    

Ketika kami pulang saat tengah hari dan aku kembali ke kamar, Chrys sudah tidak ada. Aku pun pergi ke ruang kumpul dan mendapati anak itu dan Mischa sedang belajar bersama. Kuberikan bungkusan isi macam-macam camilan yang sengaja kubeli saat pulang dari taman untuk mereka.

"Te-terima kasih," balas Chrys. Dia menghindari kontak mata denganku dan berusaha terus fokus dengan soal-soal di meja yang sedang ditekuni.

Aku duduk di salah satu kursi dan mengisyaratkan Mischa untuk memeriksa kantung kertas yang kusimpan di meja. Gadis itu mengangguk patuh, lantas mengaduk-aduk isinya dan mengeluarkan beberapa jenis makanan.

"Aku tidak tahu apa yang kalian suka persisnya, jadi, kubelikan beberapa," kataku saat si Gadis Pemalu hanya melihat-lihat saja dan Chrys hanya sempat melirik sekilas. "Kalau tidak suka, Chloe bisa bantu habiskan."

"Terima kasih, Ren," bisik Mischa. Aku mengangguk. Dia menyenggol lelaki di sampingnya dan menawari sebuah corndog.

"Aku pergi dulu. Kalian lanjut saja belajarnya," pungkasku. Aku bangkit, lantas meninggalkan ruangan. Aku sedang tidak ingin jadi perusak suasana dan mengganggu keseriusan mereka berdua.

Aku ke kembali kamar dan memeriksa pin avatar Chloe yang sedang dianalisis. Sayangnya, proses masih berlangsung lama dan kemungkinan akan selesai saat malam seperti yang kubilang di awal pada gadis itu.

Aku membiarkannya dan merebahkan diri di kasur dengan tangan sebagai sandaran kepala. Kutatap langit-langit kamar yang berwarna kelabu tanpa lampu yang menyala dan hanya mengandalkan cahaya matahari yang lolos menerobos jendela. Pikiranku terus berkelana pada percakapan dengan Chloe di taman tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bisa terjadi akibat olimpiade ini.

Bagaimana kalau asumsiku benar? Bagaimana kalau Ascent memang sedang mendulang data-data dari pin kami, pertarungan kami, atau mencoba menyusup dengan memasang backdoor?

Aku bangkit duduk. Kuhela napas panjang sambil menggeleng keras, mencoba mengenyahkan pikiran-pikiran itu. Semua itu belum tentu benar selama tidak ada bukti nyata.

"Mungkin Chloe benar. Aku terlalu banyak membaca teori konspirasi."

Benar. Benar. Benar. Memang apa itu kebenaran?

...

Setelah makan malam, aku langsung kembali memeriksa pin avatar Chloe. Kusempatkan dulu menegur Chrys yang berkutat lagi dengan kumpulan soal.

"Istirahatlah dulu, Chrys," aku mengingatkan. "Besok kita akan mulai latihan lagi. Kau harus bugar. Jangan bergadang."

Anak berambut pirang itu hanya mengangguk cuek. Aku menghela napas lelah. Bagaimanapun, aku tidak bisa memaksanya.

Proses analisis pin avatar Chloe telah selesai. Kucabut kabel penghubungnya dan kuambil laptop hologram yang berbentuk kubus hitam bersudut tumpul, lantas kuletakkan di kepala kasur. Aku sendiri mengambil posisi paling nyaman: tidur telungkup beralaskan bantal di bawah dada.

"Oke, mari kita lihat hasilnya."

Serangkaian jendela memenuhi monitor ketika aku menekan tombol lihat hasil. Layar-layar berlatar belakang hitam itu berisikan barisan kode berwarna-warni yang membentuk program avatar, meskipun perangkat lunak milikku belum bisa memetakan semua kode sumbernya—yang tidak mungkin ada di mana pun. (Ya, ini peretasan, dan ya, ini ilegal. Kalau ketahuan, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku.) Selain itu, ada juga jendela tentang informasi apa saja yang tertera dalam pin avatar Chloe. Aku hanya melihatnya sekilas dan beralih pada yang lain dulu.

Aku memindai cepat. Bukan hanya karena agar menemukan masalahnya dengan segera, tapi juga agar tidak ketahuan Pak Ben. Guru pembimbing kami itu pastinya tidak ingin anak didiknya berbuat macam-macam. Hal terakhir yang dia inginkan adalah aku merusak sistem di negeri orang. Kalau Chrys? Dia bukan masalah. Anak itu akan mengerti dengan apa yang sedang kulakukan.

Avatar System: Brain GamesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang