Mengesampingkan hal yang membuatku khawatir kemarin, aku harus bersikap profesional. Bagaimanapun, aku yang tidak fokus bisa membuat tim berada dalam ambang kekalahan. Sebisa mungkin aku bersikap biasa seolah tidak ada hal yang terjadi.
"Kau tidak apa-apa, Ren?" Chrys bertanya sebelum dia melahap sarapannya.
"Ya," jawabku. "Kenapa memang?"
"Kau seperti orang yang banyak pikiran," tanggap Chloe. "Maksudku, kau memang suka berpikir keras. Apalagi kita sedang olimpiade. Tapi, sekarang kau lebih seperti orang yang sedang memikirkan masalah lain."
"Aw, Chlo. Kau perhatian sekali!" Chrys tertawa. "Aku bahkan tidak terpikir sampai ke sana." Anak itu menggoda. "Kalian memang cocok dari dulu."
"Apa—Ngawur!" Chloe gelagapan. Pipinya memerah. Ia lekas memakan sarapannya dan minum dengan cepat sampai tersedak sebelum memaki. "Mana mau aku dengan Kesatria Sombong itu!"
"Aku juga mana mau dengan badut konyol sepertimu," timpalku.
"Lihat, kalian sangat kompak dalam membenci satu sama lain. Cocok sekali." Chrys bersikeras. Aku dan Chloe sama-sama menolaknya.
"Konsep bego dari mana itu, Chrys!" Chloe histeris. Gadis itu gemas sendiri.
"Mana ada konsep yang seperti itu!" protesku.
"Kalian semakin kompak!"
Masih pagi, tetapi sudah ada yang membuat otakku panas. Namun, setidaknya, Chrys dapat mencairkan kekhawatiranku yang telah mengendap dari kemarin.
Sarapan yang menyenangkan.
...
"Aku bertaruh latihan kali ini akan sangat menyenangkan!" Chrys berkata girang. Senyum di wajahnya tidak hilang dari awal kami sampai di Stadion Infinite.
Kami dikumpulkan di lapangan yang telah digunakan dua fase sebelumnya. Seperti pemain sepak bola yang akan latihan—termasuk di dalamnya memakai pakaian olahraga masing-masing sekolah minus sepatu bergerigi—kami berbaris rapi, menunggu aba-aba "pelatih". Tim SeS ada di tengah memakai kaus warna biru, sedangkan Prima Sophia berwarna merah di kanan dan Magna Prudentia berwarna kuning di kiri.
Pak Ben, Pak Oxa, dan Bu Eva berdiri tegap menghadap kami. Mereka juga memakai pakaian olahraga. Pak Ben dengan kaus oblong hitam dan celana pendek biru selutut. Tangan dan kakinya yang seharusnya terekspos tertutup kain hitam. Cara berpakaiannya mirip denganku, kecuali aku yang memakai celana panjang. Sementara itu, Pak Oxa dengan kaus polo biru laut dan celana panjang hitam. Kacamatanya tidak ada, mungkin diganti lensa kontak. Aku tidak yakin. Bu Eva yang paling mencolok. Entah kenapa sejak pertama guru pembimbing itu seperti selalu ingin terlihat tampil seksi. Sekarang saja, Bu Eva memakai celana leging putih ketat yang membentuk paha dan betisnya seperti kulit kedua, belum lagi jaket hoodie merah yang menempel ketat dengan risleting rendah memperlihatkan ... belahan ....
"Haruskah kuingatkan kalau kita di sini untuk belajar bukannya cuci mata," bisik Chrys. Aku langsung mengalihkan pandang ke arah kanan. Seorang gadis menatapku jijik.
"Mesum," gumam Chloe. Mata kacang almonnya melihatku tajam.
Aku tidak yakin sudah seperti apa wajahku sekarang.
Pak Ben bertepuk tangan sekali. "Okey, Anak-Anak! Latihan kali ini benar-benar akan berbeda dari sebelumnya, karena kita juga akan melatih fisik tidak hanya otak," katanya bersemangat.
Suara antusias berputar di sekitarku.
"Tidak perlu basa-basi lagi,"—Pak Ben menunjuk langit, aku refleks mengikuti arahnya—"kita sambut bintang utamanya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Avatar System: Brain Games
خيال علميMenjadi juara umum di kelas sepuluh sebelumnya, mengantarkan Arennga menjadi salah satu perwakilan untuk mengikuti Olimpiade Sains Persahabatan bersama dua sekolah lainnya dari negara yang berbeda. Bersama tiga rekan setim dan avatar mereka masing-m...