Pukul dua dini hari Alita keluar dari kamar tidurnya begitu merasa ingin buang kecil. Alita buka pintu kamarnya setengah enggan karena rasa kantuk yang masih nguasai sebagian dirinya. Alita melangkahkan kaki menuju kamar mandi yang terletak di dekat dapur.
Alita melewati ruang keluarga juga ruangan terbuka khusus solat dan mengaji yang terang. Alita mengerutkan dahi biasanya ruangan itu remang-remang karena menjelang tidur bapak atau ibu ataupun Alita suka mematikan lampu utamanya di musholla namun hari ini berbeda.
Alita langkahkan kakinya untuk mencari tahu siapa yang sedang di masholla sekalian menuju kamar mandi dan Alita mengusap dadanya dengan tenang begitu melihat ayahnya tengah khusuk berdoa.
Alita keluar dari kamar mandi begitu air di kandung kemihnya telah ia keluarkan. Alita kembali melewati dapur dan ruang keluarga juga musholla. Alita perhatikan kembali musholla yang masih menyala dan kedua matanya langsung terbuka sempurna ketika melihat ayahnya tengah bersusah payah menyandarkan tubuhnya ke tembok disampingnya sambil berusaha mengatur nafasnya.
"Bapak" Alita segera hampiri ayahnya dengan nada yang sangat khawatir.
"Kerasa lagi jantungnya?" Tanya Alita sambil membantu menyandarkan tubuh ayahnya pada tembok.
Ayahnya mengangguk "dada bapak nyeri lagi neng, sesak juga" jawabnya sembari menahan sakit.
Alita melirik kiri kanan siapa tahu ada tabung oksigen kecil di dekatnya namun tidak ada.
"Tabung oksigen bapak dimana? Biar neng bawa" tanya Alita.
"Ada di kamar, neng"
"Tunggu sebentar biar neng ambilkan" jawab Alita segera diangguki ayahnya.
Alita segera buka pintu kamar kedua orang tuanya yang gelap dengan panik sambil mencari tempat stop lampu.
"Ada apa neng?" Tanya ibu mendadak bangun saat lampu kamar Alita hidupkan.
"Neng mau ambil tabung oksigen, jantung bapak kumat lagi" jelas Alita membuat ibu segera bangun dari tidurnya.
"Ya Allah, bapak" katanya dengan panik.
"Dimana bapak sekarang?" Tanyanya.
"Ada di musholla, bu".
Ibu maupun Alita segera kembali ke musholla lalu hampiri ayahnya kembali dan segera memasangkan selang oksigen pada hidung ayahnya.
"Obatnya masih ada pak?" Tanya Alita.
"Udah habis dua hari yang lalu dan bapak belum sempat kontrol lagi" jawab ayahnya begitu nafasnya mulai agak membaik.
"Kita ke rumah sakit sekarang ya? Biasanya ada dokter jaga kalau di rumah sakit"
Ayah Alita menggelengkan kepalanya "besok pagi aja perginya, masih jam dua siapa yang bawa mobil bapak jam segini? Cari taksi online juga kayaknya susah" cegah ayah Alita.
"Kalau gitu Alita mau coba telepon teteh, biar A Radit yang bawa" usul Alita.
"Besok aja, gak papa" cegah kembali ayah Alita.
Alita memperhatikan kondisi ayahnya sejenak. Nafasnya emang tidak sesak tadi sebelum memakai oksigen tapi tangannya tidak bisa bohong yang masih memegang dada kirinya.
"Tapi bapak kelihatan masih kesakitan" kata Alita.
"Oksigennya juga tinggal dikit lagi, takut keburu habis apalagi Alita pakai 3 liter" lanjutnya kemudian setelah memperhatikan flowmeter tabung oksigen.
Akhirnya ayah Alita mengannguk pasrah setelah merasakan nyeri pada jantungnya tidak kunjung mereda.
"Yaudah terserah neng aja" katanya pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemenang Hati
Lãng mạn"Jika kamu masih tidak nyaman dan merasa keberatan menikah dengan saya, saya tidak akan memaksa kamu lagi" "Maksudnya?" "Saya tidak akan memaksa kamu lagi untuk hidup bersama saya" "Maksud mas, kita berpisah aja gitu?" "Saya meminta dan menikahi...