Seusai melaksanakan solat isya lalu berdzikir dan berdoa, Alita usap wajahnya dengan kedua telapak tangannya mengamini semua doa-doanya, Alita buka mukenanya lalu ia rapihkan kembali bersama sejadah dan ia simpan di sofa. Alita duduk sebentar di sofa diiringi hembuskan nafas panjangnya. Sudah dua hari Indra tidak pulang ke rumahnya tanpa kabar sedikitpun kepada Alita.
Alita memperhatikan kembali suasana kamar Indra yang sunyi dan dingin. Sudah dua hari ini kamar Indra menjadi tempat istirahat Alita. Setelah pulang dari tempat latihan taekwondo Olive, Alita tidak masuk kamar Olive lagi untuk melakukan semua aktivitasnya termasuk tidur. Ia mencoba biasakan diri untuk menggunakan kamar Indra dan melakukan semuanya disana. Bahkan kamar Indra mungkin jadi saksi dimana air mata Alita mengalir tiap malamnya memohon petunjuk untuk dibukakan mata dan hatinya akan takdir yang kini sedang menguji hidupnya dalam sebuah kebimbangan berakhir pada keyakinan akan sebuah pilihan yang tidak akan membuat hidupnya menyesal.
"Alita" panggil Indira mengetuk kamarnya. Buru-buru Alita bangkit dari duduknya. Tidak lupa air matanya segera ia hapus dengan kasar lalu melangkahkan kaki menuju pintu.
"Iya bu" senyum Alita terbit begitu membuka pintu kamar.
"Sudah selesai solatnya?" Tanya Indira diangguki Alita.
"Makan malam yuk, ibu udah masak sop iga. Ibu gak ada teman makan, Olive udah tidur setelah kekenyangan sebelum isya tadi" ajak Indira diangguki Alita.
Alita anggukan kepalanya lalu ia keluar dari kamarnya. Alita menahan nafas begitu lengannya dirangkul Indira. Meskipun udah beberapa kali Alita menerima rangkulan tangan mertuanya tapi tetap saja Alita selalu kaget dan berakhir malu. Alita merasa malu kepada Indira. Disaat ia mengabaikan putranya, Indira tidak ikut mengbaikan Alita untuk balas dendam yang tidak mungkin bisa Indra lakukan kepada Alita, tapi tidak dengan Indira. Indra maupun Indrira sama-sama mempunyai sifat sabar dan bijaksana yang selalu membuat Alita malu.
"Ini sop iga kesukaan Indra, ta" tutur Indira membawa perhatian Alita tertuju kepadanya.
Alita tersenyum tipis kepada mertuanya sambil menganggukan kepalanya.
"Enak, bu. Masakan ibu enak semua" puji Alita jujur.
"Tiap di rumah, Indra selalu nambah tiap ibu masakin makanan kesukaannya lalu setelahnya ia akan mengeluh akan perutnya yang takut akan membuncit padahal ia selalu rutin buat nyempetin olahraga dalam setiap harinya" tutur Indira kembali membuat selera makan Alita mendadak kurang.
Alita merasa bersalah kepada Indra. Semenjak kehadirannya di rumah indra, mertua juga anaknya Indra harus kehilangan sosoknya yang tiba-tiba pergi tanpa kabar. Alita tahu apa yang dimasaki Indira mungkin Indira tengah merasakan hal yang sama yaitu sama-sama menanti dan mengharapkan Indra pulang ke rumah.
"Mas Indra beruntung punya ibu seperti ibu" Alita bingung mau ngomong apa. Tapi apa yang diomongkan Alita benar, Indra beruntung memiliki ibu seperti Indira. Selalu bersikap baik dan menerimanya bahkan selalu memberi Alita masakan enak dalam setiap harinya.
"Alita juga anak ibu, semoga Alita juga beruntung miliki ibu sebagai ibu mertuanya Alita" tuturnya menyentuh punggung tangan Alita.
Alita menyimpan sendok yang ia tengah genggam di piringnya. Kedua matanya berusaha menahan air mata tatkala ia melihat wajah sang mertua.
"Ibu" panggil Alita dengan suara yang bergetar.
Indira bangkit dari kursinya menuju kursi Alita lantas ia segera memeluk Alita yang langsung menangis dalam pelukannya.
"Ibu, Alita minta maaf" katanya Alita.
Indira menggelengkan kepalanya.
"Alita tidak usah minta maaf, Alita tidak salah apa-apa"

KAMU SEDANG MEMBACA
Pemenang Hati
Romance"Jika kamu masih tidak nyaman dan merasa keberatan menikah dengan saya, saya tidak akan memaksa kamu lagi" "Maksudnya?" "Saya tidak akan memaksa kamu lagi untuk hidup bersama saya" "Maksud mas, kita berpisah aja gitu?" "Saya meminta dan menikahi...