Dua puluh delapan

391 17 5
                                    

Maaf gengs, part ini agak lain, anak-anak di bawah bimbingan orang tua dilarang baca hihhi.. Happy reading

_______________

"Alita mau cerai aja" gumamnya dengan pelan namun masih terdengar oleh kedua pendengaran Indra.

"Jaga bicara kamu, Alita! Tidak!" tolak Indra dengan tegas.

"Tapi Al" balas Alita segera Indra kunci lewat ciumannya.

Alita membulatkan kedua matanya begitu Indra menciumnya tanpa sadar tempat. Ia berusaha menghentikan aksi Indra yang tiba-tiba menciumnya dengan sembarangan, di lingkungan tempat kerjanya pula. Alita takut ketahuan orang-orang yang lewat di sekitar mereka.

Indra semakin memperdalam ciumannya tanpa memperdulikan Alita yang mencoba menghentikannya namun pada akhirnya melemah yang ikut membalas aksi Indra. Satu-satunya cara agar mereka berhenti berdebat hanyalah seperti yang mereka lakukan saat ini, persetan dengan penilaian orang-orang yang mungkin melihat aksinya begitu melihat mobilnya toh pada kenyataannya mereka sudah berstatus menikah.

"Jangan pernah ucapankan kata-kata itu lagi yang bertentangan dengan hati juga ragamu"

Alita menundukan kepalanya. Ia bungkam seribu bahasa setelah merasa telah salah berbicara. Apa yang Indra katakan benar adanya bahwa ia sungguh tidak mampu jika harus berpisah dari Indra apalagi setelah jiwa raganya ia serahkan untuk suaminya.

Bodoh banget sih.

"Jangan pernah berpikir untuk tinggalkan saya, Al. Kita sama-sama saling membutuhkan. Bukan hanya sekedar lahir namun batin juga. Saya tidak bisa lepaskan  kamu yang telah Tuhan berikan untuk saya lebih dari yang saya minta. Bukan hanya untuk menjadi ibunya Olivia namun sebagai seorang istri dari Indra Prastya juga" tuturnya membuat hati Alita berdesir dan membenarkan ucapan suaminya kalau ia memang selalu membutuhkan suaminya bahkan tubuhnya pun sama.

"Mas" panggilnya dengan takut-takut.

"Kita pulang!" Putus Indra menghidupkan mesin mobilnya.

"Tapi Alita bawa motor mas" timpal Alita.

"Nanti saya bawa" jelasnya tanpa banyak bicara lagi selain fokus mengemudi  sekaligus awal terciptanya suasana hening yang menyelimuti mereka berdua.

"Mas" panggil Alita berusaha buka topik pembicaraan setelah sepuluh menit berlalu yang mengantarkan mereka dalam suasana yang hening.

"Saya nyetir dulu" ingat Indra mematahkan harapan Alita yang ingin cairkan suasana kembali setelah ia keceplosan bicara asal tadi.

Beberapa kali Alita merubah posisi duduknya yang serba salah diikuti  hembuskan nafasnya dengan berat. Perjalanan mereka menuju rumah mendadak lama karena beberapa kali mereka terjebak macet dijalanan dengan suasana yang masih tetap sama. Alita serasa kembali ditarik akan suasana awal-awal dimana ia selalu terjebak bersama Indra dalam satu ruangan yang sama, dulu ia sering abaikan dan acuhkan Indra yang selalu berusaha buka diri untuknya sementara dirinya merasa bodo amat. Sekarang Alita jadi paham dan merasakan bagaimana tidak nyaman dulu jadi Indra saat ia merasa diabaikan oleh suaminya.

Rasanya benar-benar tidak enak.

Pukul setengah lima sore mereka baru bisa tiba di rumah. Indra turun dari mobilnya lebih dulu diikuti Alita yang turun belakangan dan masuk ke dalam rumah juga ke kamarnya yang paling akhir.

Alita memperhatikan gerak-gerik Indra di dalam kamarnya termasuk memperhatikan sosok Indra yang menghilang begitu masuk ke dalam kamar mandi lalu keluar kembali setelah kurang lebih sepuluh menit bersihkan tubuhnya terlebih dahulu.

"Kamu gak solat?" Tanya Indra kepada Alita yang kini duduk dipinggiran tempat tidur sambil memperhatikan dirinya.

"Solat kok"

Pemenang HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang