Dua puluh satu

311 10 0
                                    

Pukul setengah enam pagi Alita sudah berangkat dari rumah menuju sekolahnya begitupun beberapa rekan guru yang ditunjuk kepala sekolah untuk dampingi beberapa siswa-siswi terpilih perwakilan sekolahnya yang lolos ke provinsi. Bulan lalu perwakilan sekolahnya juara satu tingkat daerah lalu sekarang maju sebagai perwakilan provinsi yang bersaing dengan berbagai sekolah perwakilan daerah lainnya. Sepanjang malam Alita beberapa kali terbangun dari tidurnya karena merasa cemas akan hari ini. Alita takut muridnya mendadak gugup atau blank disaat ia juga timnya terus bekali materi juga soal-soal dalam setiap harinya. Alita saja jika terlalu banyak mikir mendadak ingin muntah dan pusing apalagi muridnya.

Alita menutup mulutnya begitu isi perutnya terasa bergejolak. Keinginan untuk mengeluarkan isi makanan yang ia makan sepanjang perjalanan sangat besar namun Alita menahannya saat perjalan menuju sekolah harus menempuh sekitar beberapa ratus meter lagi.

"Mau ke pinggir dulu?" Tanya Indra melirik sekilas wajah Alita yang mendadak terlihat pucat menahan mualnya.

Alita menggelengkan kepalanya "Gak papa. Lanjut aja mas. Alita bisa tahan" suruhnya kepada Indra.

"Muka kamu pucat. Berabe nanti kalau tiba-tiba kamu tidak bisa nahan lagi. Lebih parahnya kena pakaian kamu jika tiba-tiba muntah saat lanjutin perjalanan nanti" jelas Indra menepikan mobilnya ke pinggir sebentar supaya Alita bisa mengeluarkan isi perutnya.

"Muntahin dulu" suruh Indra.

"Gak papa mas. Jalan aja. Alita takut anak-anak udah datang dan menunggu" tolaknya.

Indra menatap Alita tanpa bicara dan Alita mengerti arti tatapannya. Tiga bulan hidup bersama Indra membuat Alita mengetahui sifat suaminya yang tidak bisa dibantah jika sudah memutuskan sesuatu.

"Yaudah Alita turun dulu. Gak enak juga harus nahan mual" katanya tanpa banyak bantahan lagi. Lebih baik mengalah saja karena Indra juga melakukan hal itu mungkin untuk kebaikannya.

Hueeekk...

Hueeekk...

Kedua mata Alita memerah menahan perih di lambungnya saat semua isi perutnya ia keluarkan. Olimpiade tahun kemarin Alita tidak merasa cemas separah ini berbeda sekali dengan Olimpiade tahun sekarang. Tapi dalam sepanjang sejarah, ini adalah pertama kalinya sekolah Alita juara satu Olimpiade fisika tingkat daerah dan ini juga kali pertamanya sekolah Alita maju untuk mengikuti Olimpiade tingkah provinsi jadi wajar kalau Alita merasa secemas ini apalagi hanya dalam waktu satu bulan lebih untuk mempersiapkan ke tahap selanjutnya yang akan dilaksanakan pada hari ini pukul delapan nanti.

Indra ikut menyusul Alita begitu mendengar Alita yang tengah mengeluarkan isi perutnya. Indra bantu memijat tengkuknya agar perut Alita merasa lega nantinya.

"Sudah?" Tanya Indra begitu Alita memegang tangannya berusaha untuk berdiri kembali.

"Hati-hati" ingat Indra dengan nada khawatir melihat Alita yang mendadak linglung.

"Maaf mas, kepala Alita agak pusing dikit" akunya kepada Indra.

"Boleh tidak jika saya suruh kamu buat batalin jadi pendamping siswa? Saya khawatir lihat kamu yang semakin pucat" tanya Indra.

"Alita gak enak sama pak Kustiwa, mas. Apalagi salah satu perwakilan sekolah yang maju merupakan siswa binaan Alita. Alita takut Leon mendadak blank dan gugup kalau gak ada Alita" jelas Alita.

"Kan ada teman kamu" timpal Indra.

"Iya ada sih pak Rangga juga ikut tapi kan pak Rangga guru Matematika, teh Qonita guru kimia sedangkan guru fisika hanya Alita yang ditunjuk kepala sekolah. Guru fisika lainnya kebagian ngajar di sekolah. Gak enak juga main batalin di hari H" jelas Alita lagi.

Pemenang HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang