Dalam perjalanan pulang, Renjun tidak menyangka akan bertemu dengan pelaku perundungannya semasa SMP. Dia adalah Lee Haechan, pria mengenaskan yang sempat dikeroyok segerombolan pemuda di sebuah gang sepi.
Beruntung Renjun sedang bersama temannya, Hyunjin, yang memaksa untuk membawa Haechan ke apartemen demi mendapat pengobatan. Kalau tidak, mana sudi dia menolong pria tengik yang pernah mem-bully-nya habis-habisan.
"Ya, kau yang berinisiatif menolongnya, maka kau pula yang harus mengurusnya!"
Renjun berteriak tidak terima ketika Hyunjin malah memberhentikan langkah tepat di depan pintu apartemennya, padahal dia sudah ingin mengundaki tangga lagi untuk sampai ke aprtemen pria itu yang berada di paling bukit.
"Kau saja, ya, aku tidak pandai menangani hal seperti ini," balas Hyunjin terengah-engah, "Lagi pula aku lelah. Tenagaku sudah habis," tambahnya.
Renjun juga lelah, tetapi dia tidak mau memasukkan manusia keji bernama Lee Haechan ke apartemennya! Cih, tidak sudi!
"Kalau begitu biarkan saja dia mati," cetus Renjun enteng, "Aku tidak peduli, Hwang. Aku bahkan tidak mengharapkannya hidup."
Demi Tuhan, selama tiga tahun bersekolah, Renjun hidup dalam bayang-bayang kesakitan. Bagaimana dulu Haechan memperlakukannya sedemikian buruk membuat dia tidak bisa melepaskan rasa bencinya terhadap pria itu.
"Hei, aku tidak tahu apa yang sudah terjadi antara kau dengan pria ini. Tapi, tidak bisakah mengobatinya? Hanya sampai dia sembuh, mungkin dalam dua sampai tiga hari."
Hyunjin sempat menyarankan untuk membawa Haechan ke rumah sakit. Namun, keduanya sama-sama menolak membayar tagihan karena tidak memiliki uang. Lagi pun, luka yang tidak terlalu serius bisa diobati secara mandiri.
Setelah berpikir lama, Renjun mengangguk dengan keterpaksaan. "Baiklah, bawa dia masuk."
***
Tengah malam pukul dua belas lewat, Renjun masih terjaga di depan televisi. Dia sedang menonton siaran bola klub favoritnya, Manchaster United, yang bertanding dengan Chelsea.
Sambil memakan popcorn yang dia buat sendiri, mulutnya tidak berhenti memberi dukungan terhadap para pemain yang bekerja keras menggiring bola ke gawang lawan. Lalu saat berhasil mencetak gol, Renjun berteriak kesenangan sampai berdiri dari duduknya, membuat popcorn tercecer ke mana-mana.
Kerasnya teriakan tersebut membangunkan Haechan yang berada di sisi sofa. Pria setengah telanjang itu tersentak. Matanya terbuka memandang sekeliling, lalu berhenti pada pemuda di dekatnya. Haechan mengernyit. Wajah pemuda itu tampak tidak asing, tapi siapa?
Renjun menoleh, sorot matanya berubah datar. "Oh, kau sudah sadar rupanya."
"Aku di mana, dan kau siapa?" Setiap Haechan mencoba bergerak, dia merasakan ngilu pada seluruh tubuhnya. Baik di bagian wajah, tangan, kaki, maupun perutnya.
Terdiam sejenak, Renjun menjawab, "Kau di apartemenku, dan kupikir kau tidak pernah lupa dengan gay menjijikkan, culun, bodoh, berjerawat, yang selalu kau injak-injak harga dirinya."
Seketika, Haechan melebarkan mata. "Kau ... kau Huang Renjun?"
Dulu, pemuda Huang berwajah jelek dan bertubuh gemuk. Banyak siswa yang tidak menyukainya, termasuk Haechan. Rasa tidak suka tersebut kemudian semakin bertambah tatkala mengetahui bahwa Renjun adalah gay. Menjijikkan!
Dengan alasan-alasan tertentu, Haechan membencinya. Maka, selama tiga tahun bersekolah, dia dan gengnya gila-gilaan melakukan perundungan pada Renjun.
"You fucking bastard!"
Memicingkan mata benci, Renjun meninggalkan pria itu, masuk ke kamarnya.
TBC
Ini shortfic. Setiap chapternya
kurang dari 1000 kata.
Konfliknya ringan—masih dipikirkan, tapi bukan angst yaa 😌Vote dan komen juseyo~
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Meet Again - Hyuckren
Fanfiction[COMPLETED] [FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menemukan pria dari masa lalunya dengan wajah lebam tak karuan, Renjun terpaksa membawa pria itu ke apartemennya untuk mendapat pengobatan. Pria itu, Lee Haechan, adalah seseorang yang dulu mem-bully-nya habis...