Eighteen

2.5K 392 40
                                    

Hari libur. Haechan bersyukur hari ini tidak bekerja. Kepalanya sangat berat dan badannya menggigil. Haechan kedinginan di pagi yang cerah ini. Bahkan ketika cahaya matahari menembus jendela, dia menarik selimut lagi, memejamkan mata. Tidak peduli bahwa hari libur merupakan waktunya membersihkan apartemen. Nanti saja dia lakukan saat lumayan pulih.

Entah berapa lama dirinya tidur, namun ketika bangun, dia melihat Renjun ada di depannya. "Apa yang kau lakukan?" Lirihnya parau.

"Merawatmu," balas pemuda Huang, acuh tak acuh.

"Tidak perlu. Aku baik-baik saja," tandasnya dingin. Selain karena tidak mau merepotkan Renjun, Haechan juga masih marah tentang semalam! Tidakkah Renjun mengerti itu?

Haechan menurunkan selimut, beranjak ke dapur untuk menenggak segelas air putih. Sedangkan, Renjun hanya diam. Cukup memperhatikan apa yang sedang dilakukan pria itu. Namun, Renjun bergerak cepat saat Haechan hendak meraih alat kebersihan, tiba-tiba cara berjalannya sempoyongan. Dasar bebal!

"Ck, kau itu sedang sekarat! Mana bisa melakukan pekerjaan rumah! Merepotkanku saja!" Serunya sadis. "Ayo berdiri."

Haechan menampik tangan Renjun yang merangkul bahu dan pinggangnya. Dia tersinggung dengan ucapan Renjun barusan yang seolah-olah dengan dia sakit begini akan sangat merepotkan pemuda itu. Haechan tidak mau dianggap lemah!

"Aku bisa sendiri," tegasnya. Dan benar, dia sampai di sofa tanpa bantuan Renjun meskipun kepalanya berdenyut-denyut.

"Kubuatkan kau makanan."

Haechan menolak. "Tidak perlu."

"Kau harus makan jika ingin sembuh!" Renjun berkacak pinggang. Muak dengan sikap sok kuat Si Tengik itu. "Sekarang berbaring, luruskan badanmu. Pakai selimutku supaya kau merasa lebih hangat."

Namun, lagi-lagi dengan kurang ajarnya Haechan menolak, menyingkirkan selimut tebal pemberiannya. "Tidak mau."

"Haechan!"

"Apa?!" Pemuda Lee memandang tidak kalah tajam. "Jangan sok perhatian padaku! Kau tidak sepeduli itu untuk merawatku, Renjun! Kembalilah, jangan hiraukan aku. Kau bisa melakukan apapun yang kau mau, seperti semalam."

Ada sesak dalam kalimatnya. Tetapi, Haechan berupaya abai. Dia bisa mengurus dirinya sendiri. Lagipula apa hubungan mereka hingga Renjun mau repot-repot merawatnya? Tentang kejadian kemarin, mungkin hanya dia yang menganggap bahwa mereka benar-benar resmi menjadi pasangan kekasih. Kenyataannya tidak begitu, 'kan. Renjun menyakitinya di hari pertama.



***




"Apa ini? Kau bertengkar dengannya?"

Datang-datang, Renjun langsung menangis di depan Hyunjin usai pria itu membukakan pintu. Renjun menyebut-nyebut Haechan dalam isakannya, membuat pemuda Hwang berasumsi mereka sempat terlibat perang kecil. Kemarin, Renjun juga menemuinya, menceritakan satu bagian pendek yang diingatnya saat mereka mabuk.

"Haechan sedang sakit." Renjun mengambil tisu yang disodorkan Hyunjin. "Tapi dia tidak mau aku merawatnya. Dia marah denganku karena semalam aku pergi dengan pria lain."

Mengelap hidung berairnya, Renjun melanjutkan, "Aku merasa bersalah padanya. Dia ... kekasihku, tapi aku bersikap seolah aku tidak menganggapnya begitu. Ini menyakitkan, Hyunjin."

"Kau sendiri yang membuatnya seperti itu, Ren," balas Hyunjin jemu.

Kemarin saja dia sudah memberi Renjun wejangan untuk bersikap selayaknya pasangan kekasih. Jangan lagi bekerja sebagai pria sewaan, atau Haechan akan marah. Jangan melakukan hal-hal yang membuat pemuda Lee sebal, seperti berkata kasar yang biasa dia lakukan. Tapi, apa ini? Belum lama jadi, sudah ada pertengkaran saja!

"Lalu aku harus bagaimana?"

Hyunjin menarik napas pendek. Dia menyentuh bahu sang sahabat. "Renjun, jika kau menganggapnya kekasih seperti yang kau bilang, maka perlakukan dia sebesar rasa yang kau miliki. Tapi jika tidak, perjelas semuanya pada Haechan. Kasihan, dia telanjur menyukaimu. Dengan bersikap begini, kau hanya akan menyakiti hatinya."

Renjun menekuk lututnya. "Jadi ... aku harus minta maaf? Dan ... dan mengatakan perasaanku?"

Mengangguk dua kali, Hyunjin tersenyum tipis. Sesungguhnya Renjun tahu apa yang mesti dia lakukan tanpa meminta sarannya.

"Hentikan pekerjaanmu juga. Masalah uang, kau bisa mengandalkan Haechan dulu selagi kau mencari pekerjaan lain yang lebih layak. Dia pasti senang kau mengandalkannya."

Renjun mengeluarkan ingusnya, kemudian memberikan tisu yang sudah kotor pada Hyunjin yang segera ditanggapi. Alisnya menukik heran. "Kenapa begitu? Dia terlihat seperti orang yang tidak bertanggung jawab."

Mendengarnya, Hyunjun tertawa. Haechan memang kelihatan begitu. "Kau tahu dari pagi sampai malam dia ke mana? Bekerja, Renjun. Haechan berusaha mendapatkan uang supaya bisa membayar sewa apartemen. Dari sini, kau bisa simpulkan betapa inginnya pria itu tinggal denganmu."






TBC

Anjay lancar bgt nulis cerita ini sampe tiap hari update wkwkk. Jangan bosen yaaa :))

When We Meet Again - HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang