Twenty-four

2.2K 338 25
                                    

Double up nih boss. Awas yaa kalo kalean ga vote dan komen! 😒




"Terima kasih dan saya minta maaf atas ketidaknyamanannya, Pak. Permisi," pamit Haechan pada pemilik minimarket. Pria baya itu mengangguk dan tersenyum ramah, mempersilakan pegawai paruh waktunya pulang dengan pesan kehati-hatian dalam perjalanan.

Haechan menghampiri sebuah mobil mewah yang terparkir di depan tempat kerjanya. Mengetuk jendela, dia berseru, "Hei, aku sudah selesai. Buka pintunya! Jangan bilang kau tertidur?!"

Lalu, kaca diturunkan. Seorang gadis di dalamnya menguap lebar, menyemburkan hawa panas tepat di wajah Haechan. "Kau sialan sekali membuatku menunggu dua jam!"

Tidak peduli dengan makian tersebut, Haechan menyuruh gadis itu untuk keluar agar dia yang menyetir. Dia juga memberikan satu kaleng kopi pada gadis di sisinya. "Minum. Kuharap kau tidak mengantuk karena perjalanan kita akan sangat jauh."

Kendatipun menggerutu, Arin membuka minuman yang disodorkan Haechan. Sebelum mobil melaju, dia memegang lengan pria itu. "Kau juga harus minum. Aku yakin kau hanya kuat satu jam menyetir."

Mengonsumsi kafein dapat menahan kantuk. Setidaknya, empat jam perjalanan dari Busan ke Seoul dapat mereka lewati dalam keadaan baik. Sejujurnya, Haechan sudah meminta Arin untuk membelikannya tiket kereta, tetapi karena Arin sendiri yang mengajukan diri untuk menjemput pakai mobil, Haechan bisa apa selain menerima? Malah dia senang karena tidak jadi berutang—ya walaupun Arin tidak menganggap permintaan tolongnya sebagai sesuatu yang harus dibayar kembali.

"Hati-hati. Jika merasa sudah tidak kuat, biar aku menggantikanmu," kata Arin.

Haechan mengangguk patuh. Dia mulai melajukan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata ketika memasuki jalan raya utama. Agak deg-degan baginya lantaran sudah cukup lama dia tidak menyetir mobil.

"Noona, tolong nyalakan radio," pintanya pada sang mantan kekasih.

***


Keberuntungan Hyunjin datang di pagi hari. Kebetulan saat dia sedang meratapi nasib buruknya di meja makan, Renjun datang mengajaknya sarapan bersama di apartemen pemuda itu. Memang terlalu berat makan daging babi di pagi hari, tapi Hyunjin tetap bereaksi bahagia. Kapan lagi dia makan-makanan enak secara gratis, apalagi dari Renjun, Si Pelit yang terlalu berhemat.

Jadi, Hyunjin sedikit heran dengan undangan mendadak ini. Dia pikir sebagai bentuk perayaan kasih atas terciptanya hubungan cinta antara Renjun dan Haechan, namun pemuda Huang menampik, "Kami tidak berkencan! Aku ... belum mengungkapkan perasaanku padanya."

Hyunjin melongo. Dia pikir hubungan harmonis yang selama ini diumbarkan kedua pemuda itu karena sudah memiliki hubungan pasti. Nyatanya ... ck, benar-benar tidak sesuai harapan!

"Lalu, di mana dia? Tidak ikut sarapan atau sudah berangkat kerja?"

Renjun menjawab lesu, "Dia menginap."

"Menginap di mana?"

Kedua bahu Renjun diangkat bersamaan. "Di tempat temannya."

"Teman kerjanya? Siapa? Pria atau wanita?" Tanya Hyunjin memberondong, membuat Renjun membalas dongkol, "Aku tidak tahu!"

"Kau tidak bertanya padanya?"

Renjun diam. Penyesalan ada dalam benak. Kenapa tidak dia tanyakan saja pada Haechan seperti yang Hyunjin lakukan? Siapa teman yang dimaksud Haechan? Pria atau wanita? Lalu, untuk apa sampai menginap segala?!

Menaruhkan daging babi yang telah matang dipanggang ke mangkuk Renjun, Hyunjin tidak ada segan-segannya bertanya kembali. "Berapa lama dia menginap?"

"Seminggu."

Brak! Renjun terperanjat atas ulah Hyunjin yang tiba-tiba menggebrak meja. Dia menatap tajam pria itu. "Bangsat, kenapa kau jadi kasar? Aku mengundangmu untuk sarapan dengan baik-baik!"

"Persetan! Aku kesal sekali!" Hyunjin mengacak rambut panjangnya. "Kau membiarkan dia menginap selama itu? Kau juga tidak tahu di mana dan dengan siapa dia menginap. Definisi 'teman' itu banyak, Renjun! Kau dan Haechan juga teman! Teman yang berbagi tempat tinggal, pernah melakukan seks bersama, lalu berakhir saling jatuh cinta!"

Bukan maksud Hyunjin untuk membuat Renjun overthinking. Hanya, dia gemas! Hubungan mereka yang ternyata tidak memiliki kejelasan status sampai sekarang membangkitkan amarah tersendiri dalam benak Hyunjin. Sikap Renjun terlalu cuek untuk sekadar bertanya tentang kepergian Haechan sebagai seseorang yang dia cintai. Atau sebenarnya, Renjun terlalu menjunjung harga diri?

"Baik, aku minta maaf sudah membentakmu. Namun, aku tidak menerima curahan hatimu jika kau bersedih karena merindukan pria itu," tandas Hyunjin. Sebab telanjur kesal, dia membungkam mulut hingga sarapan selesai.




TBC

When We Meet Again - HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang