Twenty-three

2.2K 334 19
                                    

Ponsel retak Haechan berdering-dering di meja. Renjun meliriknya. Nomor yang tidak terdaftar dalam kontak tertera di sana. Renjun celingukan untuk menemukan keberadaan pemuda itu. Tadi mereka sempat menonton televisi bersama. Lalu, ternyata Haechan sedang berada di kamar mandi.

Maka, Renjun membawa benda pipih tersebut bersamanya. Mengetuk pintu, dia berujar, "Haechan-ah, ada panggilan masuk di teleponmu berulang kali. Mau kuangkatkan dulu atau bagaimana?"

"Dari siapa?"

"Tidak tahu. Tidak ada namanya."

"Tunggu. Tunggu sebentar!"

Tidak berapa lama, Haechan buru-buru keluar sembari membetulkan celananya yang belum terpasang benar. Renjun nyaris mengumpat begitu melihat sekilas celana dalam abu-abu pria itu.

Haechan mengambil ponselnya, terkesan kasar dan panik. Tanpa berkata apa-apa, Haechan mengangkat panggilan tersebut seiring dengan langkahnya keluar dari apartemen. Menyisakan pertanyaan-pertanyaan dalam benak Renjun, tentang, kenapa reaksinya begitu? Siapa yang meneleponnya?

***


Sembari bersenandung menyayikan lagu favoritnya, Renjun memasukkan pakaian-pakaian kotor miliknya dan Haechan ke mesin cuci, termasuk celana dalam. Sesungguhnya, sedikit canggung bagi Renjun ketika mencuci bagian privasi punya Haechan. Tapi dia perlu menekankan bahwa mereka sama-sama lelaki! Jadi tidak harus merasakan malu!

"Cupid ain't a lie, arrow got your name on it, oh yeah ...,"


"Ren?" Panggil pemuda Lee setengah berteriak, memotong nyanyian yang sedang dia tembangkan. "Kemari, aku di belakang!" Balasnya.

Kemudian, Haechan muncul dengan pakaian yang sudah berganti. Pria itu memakai celana jeans hitam dan jaket kulit pemberiannya sewaktu mereka belanja bersama. Melihatnya, Renjun tersenyum.

"Ada apa? Kau mau berangkat kerja, ya? Bukankah masih terlalu sore?" Tanyanya, yang dijawab dengan gelengan kepala.

"Aku akan pergi, bukan bekerja, tapi ... ke rumah teman. Ya, rumah teman, lalu berangkat kerja dari sana. Dan aku akan menginap. Apa kau tidak masalah?"

Renjun manggut-manggut tidak peduli walau dalam hati merasa keberatan. "Tidak. Silakan saja. Berapa lama?"

"Satu minggu, maybe?"

Kenapa lama? Namun, kepala Renjun mengangguk lagi, menyimpan pertanyaan dalam benaknya sendiri. "Okay then. Berarti aku tidak perlu masak banyak-banyak," ungkapnya, menilik Haechan, menanti respons pria itu. "Ada lagi?"

"Kau ... tidak bertanya aku akan menginap di mana?" Balasnya ragu. Haechan hanya ingin Renjun sedikit penasaran tentang kepergiannya. Paling tidak, berlagak seperti kekasih posesif yang melarang pasangannya pergi menginap.

"Temanmu, 'kan? Kau sudah bilang tadi."

Haechan menghela napas. Benar. Renjun tidak mungkin sepenasaran itu. Bahkan dia ragu Renjun akan merindukannya saat dia tidak ada.

"Ya, teman." Haechan menyerah. Padahal, dia ingin memberi tahukan bahwa sebenarnya dia akan menginap di rumah seseorang pernah dia jadikan sebagai kekasih. Tapi, sebaiknya jangan dikatakan. Sebab mau jujur atau tidak, reaksi Renjun biasa saja.

"Baiklah, aku pergi dulu. Jaga pola makanmu. Kalau kau merindukanku, segera hubungi aku." Menambahkan kecupan di sudut bibir Renjun, Haechan tersenyum manis. Ah, terlalu berat meninggalkan seseorang yang membuatnya dimabuk cinta.

"Kenapa tidak kau saja yang menghubungiku?" Gumam Renjun sebal ketika pemuda Lee sudah hilang dari pandangannya.




TBC

When We Meet Again - HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang