Sidang telah dilaksanakan. Tuan Lee mendapat hukuman 10 tahun penjara dan denda uang puluhan juta won. Penyitaan aset serta rumah pun dilakukan guna mengurangi kerugian. Pria dengan status terdakwa tersebut tidak membantah. Dia meminta maaf atas kesalahannya di hadapan kepala sidang dan seluruh media.
Ketika hendak dimasukkan dalam buih tahanan, dia diberi kesempatan untuk mengobrol sebentar bersama kedua putranya yang turut hadir dalam proses persidangan.
"Ayah," Mingyu memeluknya. Terlepas dari kesalahan yang pria itu perbuat, ayahnya adalah sosok penyayang keluarga. "Aku ingin membencimu, tapi tidak bisa. Bertahanlah dalam menjalani hukuman. Kau tetap ayah kami, 'kan."
Tuan Lee tersenyum sendu. Setelah melepas pelukan, dia menatap putra bungsunya. Dia tidak banyak berharap untuk mendapat dekapan terakhir dari Haechan, sebab pemuda itu kelihatan enggan menemuinya. Tuan Lee menyesal. Haechan pasti sangat membencinya.
"Haechanie." Yang dipanggil bergeming, masih memandang ke arah lain. "Kau harus menarik kata-katamu tentang menjadikanku sebagai anutan. Kau lihat sendiri, Ayahmu adalah seorang koruptor. Ayahmu melakukan tindakan keji. Kau pantas membencinya."
Mingyu mengelus punggung sang adik. Haechan sangat dekat dengan sang ayah dibanding dirinya. Bahkan meskipun pemuda itu sering kali berperilaku bengal dan tidak menuruti perintah, ayahnya tetap memaafkan dan memberi nasihat.
"Haechan, katakan sesuatu pada ayahmu," ujar sang kakak. Waktu mereka tidak banyak. Para penjaga mendesak supaya mengobrol dengan cepat.
Lalu, Haechan meliriknya. Melirik dengan tatapan datar pada pria yang sudah merawatnya sejak kecil. "Aku ... membencimu," tandasnya, berlalu dari ruangan tersebut dengan buru-buru. Meninggalkan sang ayah dengan senyuman getir di wajahnya. Pria itu terluka. Dibenci oleh putranya sendiri.
"Dia tidak serius saat mengucapkannya, Ayah. Dia sangat menyayangimu," kata Mingyu, mengusir pikiran negatif ayahnya. "Jaga kesehatanmu. Aku akan sering menjengukmu."
Mingyu mengejar Haechan yang ternyata sudah telanjur menyetop taksi. Dia terlambat. Anak itu pasti kalut dengan semua yang terjadi. Anak itu pasti sedih menyaksikan ayahnya akan terkurung di penjara. Haechan tidak sekuat kelihatannya. Mingyu khawatir, laki-laki itu akan pergi lagi.
***
Renjun terus mengumpat seharian ini. Sudah seminggu lamanya dia menanti kepulangan Haechan, tetapi pria itu tidak kunjung kembali. Membuatnya dongkol karena perasaan cemas dan rindu. Sebenarnya, dia takut Haechan tidak akan pulang. Mendengar kabar dari Hyunjin, Haechan mengatakan dia berada di Seoul, di tempat asalnya untuk menyelesaikan suatu urusan. Renjun tidak berani bertanya. Ada apa sebenarnya? Selain karena gengsi, dia juga khawatir dianggap sebagai pengganggu sebab terus menanyakan kabar pria itu.
Haechan juga tidak menghubunginya lagi. Agaknya sudah tiga hari ini. Terakhir berkabar adalah Renjun yang memberi tahukan bahwa dia sementara bekerja di minimarket, menggantikan pria itu hingga kembali ke Busan. Lalu, tidak ada pesan-pesan lagi sampai sekarang. Akun SNS-nya pun sudah tidak aktif lagi.
Jadi, Renjun sedang merana. Betapa dia merindukan sosok "parasit" dalam hidupnya. Sadar, dia merasa kehilangan setelah kehadiran pemuda Lee tidak ada. Sadar, bahwa cintanya kepada pemuda itu ingin segera tersalurkan lewat pertemuan dan dekapan.
"Bedebah," geramnya, meremas ponsel dengan tampilan layar ruang obrolan bersama Haechan. Dia baru saja menurunkan egonya, menanyakan aktivitas pria itu. Sedikit protes, mengapa tidak menghubunginya selama berhari-hari?
Namun, sayangnya pesan tersebut tidak tersampaikan dengan cepat. Nomor Haechan tidak aktif. Baru kali ini. Renjun berdecak marah. Dia meninggalkan pesan suara yang akan membuat Haechan menyesal nantinya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Meet Again - Hyuckren
Fanfiction[COMPLETED] [FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menemukan pria dari masa lalunya dengan wajah lebam tak karuan, Renjun terpaksa membawa pria itu ke apartemennya untuk mendapat pengobatan. Pria itu, Lee Haechan, adalah seseorang yang dulu mem-bully-nya habis...