Sixteen

2.6K 390 16
                                    

Kaleng-kaleng bir sudah dihabiskan. Baik Haechan dan Renjun, keduanya terdiam begitu rasa tidak nyaman mendera. Sama-sama menyandarkan tubuh di sofa, hanya, jarak mereka cukup jauh dan berseberangan.

Renjun melirik kelakuannya. Sudah lama dia tidak mabuk seperti ini. Hyunjin selalu melarangnya. Katanya, kebiasaan mabuk dia sangat buruk sampai-sampai membuat Hyunjin repot. Namun, hingga sekarang Renjun tidak tahu kebiasaan buruk yang dimaksud Hyunjin itu apa? Sebab di keesokan hari, setengah dari ingatannya akan hilang.

Tiba-tiba, televisi yang tadi menayangkan iklan produk makanan, kini kembali ke siaran utama yang menampilkan adegan dewasa. Renjun tidak mau menonton, namun adrenalinnya berpacu ketika sepasang kekasih itu bercumbu panas di ranjang. Haechan juga sama. Awalnya dia hanya melirik, tetapi mendengar suara-suara erotis yang menggairahkan, membuat matanya fokus pada tayangan.

Sekilas, Haechan menatap Renjun. Pemuda itu tampak menikmati adegan dengan menggigit bibir. Matanya pun berair. Haechan tahu apa yang sedang terjadi. Lalu, saat tayangan beranjak semakin panas, keduanya saling melirik. Tatapan mereka sama.

"Haechan," sebut Renjun dengan suara serak.

"Aku tahu apa yang kau pikirkan. Kemari." Haechan menepuk-nepuk pahanya, tersenyum tipis.

Segera Renjun mendatanginya, duduk di pangkuan pria itu. Lututnya dia tekuk di sisi badan Haechan, lalu tangannya membelai halus permukaan kulit tulang selangka dan dada yang terbuka karena dua kancing kemeja pria itu terbuka lebar.

"Haechan, aku menginginkanmu," lirihnya bergetar.

"Aku tahu." Tangan dinginnya menelusup ke leher Renjun, membawa tengkuk pemuda itu semakin dekat. Begitu napas hangat mereka saling menerpa, Haechan meraup bibir Renjun, melumatnya berantakan.

Mengalungkan tangannya di leher Haechan, Renjun meremas rambut pria itu. Dadanya bergemuruh hebat merasakan begitu intensnya permainan lidah pemuda Lee yang menjelajah rongga mulutnya.

Tidak ada suara yang terlontar selain desahan halus miliknya. "Hae–Haechan ...," Renjun tergugu. Kepalanya mendongak ke atas ketika Haechan menciumnya di dagu, rahang, lalu turun ke leher. Renjun gelisah. Ini terlalu nikmat dari bayangannya.

Haechan mengelih dalam kabut gairah. Mengusap bibir lembap Renjun, dia memagutnya lagi usai membuat satu tanda kemerahan di leher mulus pemuda itu.

"Renjun, tatap aku," pintanya setelah menjauhkan kepala. Dan, Renjun langsung menunduk. Mata berairnya menatap telak ke dalam manik mata Haechan yang kini bercampur emosi. "Kau menginginkanku?"

Pemuda Huang mengangguk tegas. "Ya. Sangat."

"Apa yang akan kudapat jika menuruti kemauanmu?"

Jemari lentik Renjun menulusuri garis wajah Haechan.  "Apapun, Haechan. Katakan," balasnya, membubuhkan kecupan basah pada tulang pipi pria itu, lalu bergeser ke hidung bangirnya hingga bunyi 'cup'.

"Kau." Tangan Renjun dia tahan di sisi wajahnya. Haechan menatap dalam "Aku mau dirimu, Renjun. Jadilah kekasihku."

Dan Haechan tidak memerlukan jawaban langsung lewat kata-kata. Sebab bibirnya dibungkam telak oleh bibir Renjun yang membawanya dalam pagutan panas. Di sela-sela ciuman mereka, ketika Renjun mencuri pasokan udara ke paru-paru, bibirnya melengkung tipis membalas senyuman Haechan.






TBC

When We Meet Again - HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang