Thirty-two

2.5K 313 21
                                    

Dimohon vote dan komennya ygy, biar aku semangat update :)






Niat hati ingin kembali ke Seoul malam itu juga, tetapi pada akhirnya, Haechan tidak bisa pergi begitu saja. Ada bagian yang belum selesai antara dia dan Renjun. Tentang hubungan mereka, Haechan tidak mau ada sesuatu yang mengganjal. Maka, dia berlari dari stasiun menuju apartemen lelaki itu. Sudah lewat tengah malam, tidak ada bus yang membawanya ke tempat tujuan.

Perasaannya menggebu, meluap-luap seiring cepatnya dia berlari. Entah sejauh apa, Haechan tidak berhenti. Dia ingin segera menemui, meminta kepastian hubungan yang dapat membuatnya kembali, menetap, dan tinggal untuk waktu yang lama. Karena hanya pada Renjun, Haechan segelisah ini. Marah, cemburu, dan takut. Besar, kuat, dan dalam.

Haechan sadar dia bukan hanya ingin bersama Renjun, tetapi dia juga ingin memiliki, menjaga, dan melingkupi seutuhnya. Untuk Renjun, Haechan siap menerima segala konsekuensi, termasuk patah hati. Ya, patah hati melihat lelaki yang dicintainya beradegan ranjang dengan pria lain.

Haechan tersenyum getir. Dia sudah menebak ini akan terjadi setelah menilik sepasang sepatu asing di depan pintu. Namun, Haechan tidak pernah mengira rasanya akan sesakit ini. Bagaimana bisa Renjun melakukannya dengan orang lain?

"Haechan," sebut Renjun, wajahnya tampak kaget dan gugup. Begitu benar-benar menyadari bahwa orang yang baru saja membuka pintu adalah pujaannya, Renjun menyingkirkan Daniel dari atas tubuhnya.

Sementara itu, Haechan memejamkan mata sejenak. Pusing mendera kepalanya karena rasa sesak yang menghujam dada. "Haechan," Renjun menyebut namanya lagi setelah memakai celana pendek. Hal tersebut membuat lenyapnya kesabaran yang bisa ditehan Haechan. Mengabaikan Renjun, dia melangkah pasti ke arah pria yang menjadi teman tidur lelakinya.

"Berani-beraninya," geram pemuda Lee sembari menarik tubuh Daniel untuk dia hempaskan ke lantai. Haechan tidak peduli dengan ketelanjangan pria itu, sebab hal yang baru saja dia lihat sangat menyakitkan, membangkitkan amarahnya ke permukaan. "Berani-beraninya kau tidur dengan kekasihku!"

"Berengsek!" makinya. Lalu pukulan demi pukulan Haechan layangkan pada Daniel hingga wajah pria itu babak belur. Renjun tidak bisa menyadarkannya meskipun dia mencoba menghentikan. Haechan tidak bisa. Tidak akan membiarkan Daniel menghirup udara lagi. Dia terus menjotos membabi buta sampai pada saat di mana lengannya ditahan kuat oleh Renjun, Haechan meneteskan air mata.

Dia terluka. Sangat dan dalam. Lihat seberapa kuat Renjun menahannya. Lihat seberapa tidak inginnya Renjun melihat pria itu mati di tangannya. "Hentikan, Haechan." Dan lihat, Renjun mencintainya.

"Kau salah paham." Pemuda Huang melepas cengkeraman tangannya saat dirasakan Haechan tidak lagi melawan. "Sungguh, yang kau lihat bukan kebenaran. Aku bisa menjelaskannya."

"Tidak perlu," tampiknya cepat seraya berdiri. Mengusap kasar air mata bajingan yang bisa-bisanya keluar. Dia menarik tangan dan menjauhkan tubuhnya ketika Renjun hendak menyentuhnya. Bagi Haechan, apa yang dia lihat sudah menjadi penjelasan tentang hubungan mereka. Haechan sadar, perasaan mereka berbeda. Renjun tidak mencintai sedalam yang dia lakukan. Atau mungkin, Renjun tidak pernah mencintainya, sekadar bermain-main dengan perasaannya.

Haechan menatap Renjun tepat di matanya, menunjukkan bahwa dia sangat terluka. "Kita selesai. Aku menyetujui keputusanmu untuk berakhir denganku." Dia menghela napas perih. "Silakan, kau bisa bekerja kembali sebagai pria sewaan dan mencari mangsamu," tandasnya, kemudian berlalu keluar.

Patah hati yang Haechan rasakan karena pengkhianatan tidak bisa dia terima. Haechan tidak pernah membayangkan bahwa dia akan berada di situasi ini, lebih-lebih jatuh cinta pada seorang pria yang dengan cepat dipatahkan oleh orang yang sama. Seharusnya, dia memakai logika untuk memberikan seluruh hatinya pada Renjun. Sebab bagaimanapun juga, Huang Renjun bukanlah lelaki biasa. Dia adalah lelaki sewaan yang dibayar dan sering bersetubuh dengan pria lain.

Haechan terlalu percaya diri bahwa dia bisa menerima konsekuensi atas perasaan cintanya. Namun, faktanya dia memprotes atas sakitnya patah hati. Mengapa sesak ini? Bahkan, dia belum lama kehilangan ayahnya, lalu pantaskah dia kembali menerima luka? Haechan menggelengkan kepala, merasa ironi akan takdirnya sendiri.

"Jangan pergi," Renjun memohon sembari memeluk erat-erat pemuda Lee dari belakang. "Aku mencintaimu, Haechan. Aku mencintaimu. Kumohon jangan pergi." Tanpa Haechan ketahui, Renjun juga menerima sakit. Dalam waktu apapun, dia tidak siap jika Haechan meninggalkannya. Tidak sama sekali.

Sayangnya, Haechan tidak percaya akan ungkapan tersebut. Meskipun sakit hati, dia melepas dengan lembut tangan Renjun yang melingkari perutnya. "Kau lelaki bebas. Seharusnya aku berpikir berkali-kali untuk mencintaimu. Kau dan pekerjaanmu, aku tidak bisa lagi menahannya."

"Haechan," Renjun menyebut lagi dalam lirihan yang paling dia takutkan. Haechan salah paham, tetapi Renjun mengambil tindakan keliru ketika dia melakukannya bersama Daniel. Entah apa yang salah, namun saat Daniel mencumbunya, dia melihat pria itu adalah Haechan. Haechan-nya yang dia rindu-rindukan.

"Aku harus pergi."

Renjun menggeleng panik dengan air mata berderai. "Tidak. Jangan, kumohon."

"Kau tidak bisa menahanku untuk tinggal. Kau yang membuatku begini."

"Aku mencintaimu."

Haechan mengetatkan rahang. Muak mendengar dusta. "Itu adalah kebohongan. Terima kasih," cetusnya sinis. Kemudian, dia menarik gagang pintu dan keluar dari sana.

Selesai sudah kisah cintanya. Dia akan kembali ke Seoul dan memulai kehidupan baru. Berusaha melupakan Renjun bersama kenangannya. Kini, dia membenci Busan yang dianggapnya sebagai kota penuh luka.







Note: anggep aja hyuckren udah jadian (masing2 tau dan setuju). Aku lupa kalo sebenernya mereka belum ada kepastian hubungan. Nanti bakal aku revisi di part-part sebelumnya

When We Meet Again - HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang