Haechan terbangun di kamar Renjun dengan rasa pusing mendera kepalanya. Melirik sekitar, dia tidak menemukan Renjun di sisinya. Haechan ingat betul semalam mereka tidur bersama. Murni tidur tanpa melakukan seks karena setelah Haechan meminta pemuda itu menjadi pacarnya, Renjun memuntahkan isi perutnya di dada Haechan, lalu pergi tidur. Sial, memang. Tapi tidak masalah. Haechan urung marah sebab kini Renjun sudah resmi menjadi kekasihnya.
Haechan bangkit sembari menggaruk perutnya. Tubuhnya masih dalam keadaan setengah telanjang dengan kolor abu-abu dan celana dalam mengintip di baliknya. Mengutuk pintu kamar mandi, dia berpikir Renjun ada di sana.
"Ren, kau di dalam?" Bodoh, memang. Pintunya saja terbuka sedikit lebar di mana Haechan bisa melihat tidak ada siapa pun di sana. Tidak menaruh perhatian, Haechan menguap lebar. Dia masih linglung untuk merasakan sengatan matahari sepagi ini melalui celah jendela ruangan.
Berjalan ke meja makan, Haechan menemukan satu mangkuk Kongnamulguk (sup tauge) dan telur gulung yang kini agak dingin. Itu artinya, Renjun pergi sudah lama. Menarik napas, Haechan duduk di kursi. Menyantap makanan tersebut sambil memulihkan kesadarannya karena sebentar lagi dia berangkat kerja.
***
Nyeri otot, nyeri pinggang, dan nyeri kepala. Sungguh, rasanya Haechan ingin segera pulang untuk beristirahat. Sumpah mati, badannya pegal-pegal sekali. Dia merasa kurang fit hari ini. Maka ketika pemilik minimarket datang pada pukul sebelas malam, Haechan bergegas melepas rompi kerjanya. Dia pamit pulang.
Dalam perjalanan, Haechan terus menguap dengan mata memerah. Haechan bukan tipe orang yang mudah sakit, namun kalau sudah begini, saat benar-benar lelah, dia yakin akan tumbang.
Haechan terus memperhatikan jalan. Lalu matanya menyipit nyalang begitu melihat Renjun turun dari sebuah mobil sedan hitam. Dari belakang, Haechan dapat menyaksikan dengan jelas bagaimana Renjun membungkukkan badan, lalu membubuhkan ciuman kilat di bibir pria asing itu. Setelahnya, mobil melaju. Meninggalkan senyuman manis Renjun yang masih terpatri bahkan saat mobil tersebut menjauh.
Haechan geram. Sial, apa yang barusan dia lihat tadi?!
"Renjun," panggilnya, berupaya mengontrol gejolak amarah dalam dada.
"Oh, kau juga sudah pulang."
Mereka berjalan beriringan mengundaki tangga. Tetapi, dengan Renjun yang berlagak biasa-biasa saja sementara Haechan menginginkan penjelasan, membuat pria itu berdiri di depan Renjun, menghadang langkahnya.
"Siapa pria tadi?"
"Hum?" Kepalanya menoleh. "Oh, itu ... kau sudah tahu, 'kan, aku ini bekerja apa?"
Haechan memainkan lidahnya di dalam mulut. Wah ... Renjun sangat menguji kesabarannya. Tidakkah pemuda itu paham bahwa yang berdiri di hadapannya kini adalah kekasihnya?! Dan, kenyataan Renjun memberi tahukan bahwa pemuda itu baru saja disewa, membuat Haechan dongkol luar biasa.
Dengan ketabahan menipis, Haechan masuk apartemen. Setelah melepas sepatu, dia melenggang ke kamar mandi, menutup pintunya keras-keras. Renjun sampai berjengit mendengar bedebumnya. Meringis pelan, betapa malang nasib pintu yang kini copot engselnya. Si tengik itu benar-benar!
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Meet Again - Hyuckren
Fanfiction[COMPLETED] [FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menemukan pria dari masa lalunya dengan wajah lebam tak karuan, Renjun terpaksa membawa pria itu ke apartemennya untuk mendapat pengobatan. Pria itu, Lee Haechan, adalah seseorang yang dulu mem-bully-nya habis...