Gejolak amarah masih ada ketika Renjun mendatangi apartemennya dengan wajah nelangsa. Lihat saja, pemuda itu pasti akan mencurahkan isi hatinya. Secara jujur, maupun melalui kalimat penuh makna. Hyunjin berdecih sambil meliriknya.
"Ya, kau tahu SNS milik Haechan?"
"Kenapa bertanya padaku? Kau yang menyukainya, bukan aku!" timpal Hyunjin bosan.
Dan Renjun meras tidak terima atas respons yang dia dapatkan. "Kenapa kau begitu menjengkelkan? Aku hanya bertanya!"
"Aku tidak tahu!" balas Hyunjin keki. Tidak lupa dia juga mencemooh sinis, "Baru dua hari, kau sudah merindukannya seperti mau mati, heh?"
"Ck, siapa bilang aku merindukannya?!"
"Wajahmu," kata Hyunjin, menoyor gemas kening Renjun. "Jika Haechan di sini, mungkin dia akan meledek habis-habisan wajah nelangsamu itu. Terlalu jelas dibaca, Renjun."
"Dan juga," cemoohan Hyunjin masih berlanjut, "Untuk apa tadi menanyakan SNS Haechan kalau bukan untuk mencari tahu tentangnya? Heh, masih tidak mau mengaku?!"
Pemuda Huang merengut jengkel. Baik, dia mengaku merindukan Haechan. Lagipula siapa yang tidak rindu ditinggal sang pujaan dan sampai sekarang pria itu tidak kunjung memberinya kabar? Menyebalkan, bukan!
Seraya menggerutu kesal, Renjun membuka ruang pesannya bersama Haechan. Mengetik sapaan singkat berupa 'Hei, sedang apa?' namun dia hapus kembali. Lalu, 'Bagaimana kabarmu?' yang lagi-lagi dia urungkan. Diakhiri dengan 'Aku merindukanmu' dan berhenti di sana, tidak dikirimkan, tidak pula dihapus.
Renjun gelisah. Menimbang-nimbang, apakah dia harus mengirimkannya? Bagaimana jika pesan rindunya tidak dibalas yang kemudian menyebabkan perasaan uring-uringan? Renjun tidak mau itu terjadi!
Selagi dia masih bimbang, Hyunjin diam-diam mengintip ponsel Renjun tanpa sepengetahuan pemuda itu. Dengan jail, dia menekan kirim pada pesan tersebut. Terdengar tanda bunyi pesan telah tersampaikan, membuat Renjun menunduk, menyiduk perbuatan Hyunjin satu detik yang lalu.
"Ya, Hwang Hyunjin! Apa yang kau lakukan?!" Renjun panik. Semakin panik ketika pesan sudah dibaca oleh Haechan. "Sial, Hwang, kau brengsek!"
Sementara, Hyunjin tertawa-tawa puas. Dia pun membalas, "Kalau suka dengan seseorang, jangan setengah-setengah! Katakan rindu kalau kau rindu! Begitu saja tidak bisa!"
Renjun terus memaki pemuda Hwang sambil mencoba menghapus pesan yang baru dia kirim. Namun, dia terperanjat ketika Haechan melakukan panggilan video. Jantungnya nyaris copot!
"Hahaha, lihat, Haechan menghubungimu!"
"Fuck you!" Bisik Renjun kesal sembari mengacungkan jari tengahnya pada Hyunjin. Sebelum mengangkat panggilan, Renjun menarik napas berulang kali.
"Ha-halo?" Wajah tampan Haechan memenuhi layar ponselnya. Senyum lebar pria itu seolah menggelitik perut Renjun. Sial, dia gugup!
"Aku senang," balas Haechan, berseri-seri. "Aku senang kau menghubungiku lebih dulu dan mengatakan rindu."
Berdeham kikuk, sekilas Renjun menatap tajam Hyunjin yang sedang menahan tawa. "Hum ... ya, aku— aku merindukanmu," ungkapnya kemudian.
"Aku juga." Haechan menjauhkan ponselnya, bertopang dagu. Senyumnya tidak berhenti merekah dengan mata berbinar-binar memandang layar.
Lalu, tiba-tiba Hyunjin menyeletuk lantang, "Haechan-ah, kau tahu, Renjun menanyakan akun SNS-mu padaku. Hati-hati, dia akan mengecek sosial mediamu setiap hari jika kau memberi tahukannya!"
Bangsat, bangsat, bangsat! Renjun membungkam mulut ember Hyunjin. Pria itu terlalu banyak mengeksposnya!
"Lee_hcn06. Akun Instagram-ku. Kau bisa mulai mengawasiku di sana lima hari ke depan," timpal Haechan genit dengan mengedipkan sebelah mata.
"Sudah dulu, ya, aku masih ada urusan. Bye, Ren! Hubungi aku lagi!" Katanya, menutup panggilan dengan terburu-buru sebelum Renjun sempat membalas.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Meet Again - Hyuckren
Fanfiction[COMPLETED] [FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menemukan pria dari masa lalunya dengan wajah lebam tak karuan, Renjun terpaksa membawa pria itu ke apartemennya untuk mendapat pengobatan. Pria itu, Lee Haechan, adalah seseorang yang dulu mem-bully-nya habis...