"Kenapa buru-buru dimatikan? Siapa tadi?"
"Bukan urusanmu."
Haechan melengos menanggapi pertanyaan dari Arin. Dia terpaksa mematikan panggilan videonya bersama Renjun karena mendapati eksistensi sang mantan di ambang pintu. Arin itu resek, dia bisa saja bergabung dengannya memunculkan wajah di layar, lalu membuat Renjun salah paham. Tidak, tidak. Jangan sampai!
"Kekasih barumu, ya?" Arin menusuk-nusuk pipi Haechan, menggoda pria itu. "Kenalkan padaku, dong. Aku ingin tahu secantik apa dia hingga membuatmu berpaling dariku."
"Dia tidak cantik," balas pemuda Lee, menyingkirkan tangan jail Arin. "Tidak pula bertubuh seksi seperti dalam pikiranmu."
"Lalu, dia jelek? Ck, mana mungkin seorang Lee Haechan memacari gadis yang tidak memiliki tampang rupawan."
Kedua bahu Haechan diangkat acuh tak acuh. "Dia hanya ... manis. Dan pandai memasak. Dia juga seseorang yang mengajarkanku untuk hidup berkecukupan."
Haechan boleh mengatakannya dengan cuek, namun tatapan matanya yang menyorotkan kebahagiaan membuktikan betapa pria itu memuja seseorang yang dicintanya. Membuat Arin tersenyum, mengacak gemas rambut Haechan.
"Aku sedikit iri," celetuknya. "Kau tidak begini saat kita masih bersama. Bahkan kau tidak pernah memujiku, malah di banyak kesempatan kau mengungkit-ungkit kekuranganku. Kejam sekali."
Meresponsnya, Haechan terkekeh. Ketika masih bersama, mereka memang sering bertengkar. Jika dengan Arin, Haechan bersikap lebih blak-blakan hingga kadang-kadang membuat gadis itu tersinggung atas ucapannya. Berbeda sewaktu dengan Renjun. Haechan bersikap lebih malu-malu, sok mempertahankan harga diri, padahal itu bukan dirinya sama sekali.
Entahlah. Haechan pikir itu karena mereka sama-sama lelaki. Dia masih canggung mengungkapkan perasaannya kepada Renjun dengan benar.
"Noona, tapi kau adalah mantan terbaikku, dan kau harus bangga dengan gelar yang kuberikan padamu." Iseng, Haechan mengecup punggung tangan Arin. Kandasnya hubungan tidak menyebabkan mereka saling bermusuhan. Justru, keduanya semakin dekat. Kata Haechan, Arin sudah dia anggap sebagai kakanya sendiri. Oleh sebab itu, mereka tidak canggung melakukan skinship berlebihan.
Ingat tempo hari lalu saat Haechan meminta Arin membuatnya tertidur? Seolah menjadi kebiasaan, Arin akan memeluk dan mengelus lembut kepala Haechan sampai pemuda itu terlelap. Arin tahu hal apa saja yang disukai dan tidak disukai Haechan, terutama tentang kenyamanan.
"Dasar pemain wanita!" Sebagai pelampiasan, Arin memiting kepala pemuda Lee dalam ketiaknya.
***
Benar kaya Hyunjin, Renjun akan memantau SNS Haechan setiap hari. Namun, Renjun tataplah Si Pemuda dangan harga diri setinggi langit. Demi melancarkan aksinya tanpa perlu menanggung malu, dia membuat akun baru untuk melihat Instagram story yang diposting Haechan setiap harinya. Benar-benar membuat frustrasi!
Renjun baru tahu pria itu banyak memosting foto-foto yang berhubungan dengan dirinya, seperti telur gulung masakannya, gantungan kunci apartemennya yang sudah berkarat, susu stroberi favoritnya, lalu ada pula remot TV yang sering Renjun getokkan ke kepala Haechan yang sama sekali tidak estetik untuk dipamerkan.
Meskipun rada jengkel melihatnya, Renjun tetap merasakan sesuatu yang istimewa dari foto-foto yang diambil secara asal tersebut. Seperti bukti cinta pria itu padanya. Ekhem.
Baik, berhenti sampai di sana. Renjun perlu fokus kembali pada pekerjaan barunya: membagikan selebaran les belajar kepada orang-orang yang lewat di hadapannya. Tidak apa. Suka duka menjadi manusia itu akan selalu ada. Walaupun dibayar tidak seberapa, Renjun menikmatinya.
Dia ingin membuktikan pada Haechan bahwa dia bisa menghasilkan uang bukan dari pekerjaan kotor. Karena Renjun juga ingin merasa pantas sebagai pemuda yang dicintai Haechan.
TBC
Baca ini juga yaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Meet Again - Hyuckren
Fanfiction[COMPLETED] [FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menemukan pria dari masa lalunya dengan wajah lebam tak karuan, Renjun terpaksa membawa pria itu ke apartemennya untuk mendapat pengobatan. Pria itu, Lee Haechan, adalah seseorang yang dulu mem-bully-nya habis...