Fiveteen

2.6K 395 17
                                    

"Renjun, selama ini aku belum tahu tipe ideal pria idamanmu seperti apa. Bisakah kau memberi tahuku?"

Kerutan di dahi pemuda Huang terlihat jelas ketika sahabat baiknya bertanya hal yang jarang mereka bahas. Tumben. Namun, dia menjawab lugas. "Tipe idealku seperti Gong Yoo. Tampan, tinggi, dan berduit."

Hyunjin meringis. Haechan benar-benar kalah jauh. Apakah pria itu tidak memiliki kesempatan? "Menurutmu, Haechan bagaimana? Bukankah dia juga tampan, tinggi, errr ... kalau berduit, sih, dia tidak mungkin ada. Hahaha, sama-sama miskin seperti kita."

Renjun dan Hyunjin tertawa. Keduanya mengejek nasib Haechan yang tanpa sadar juga mengejek nasib mereka sendiri. "Ekhem," dia berdeham kemudian. "Menanggapi pertanyaanmu, menurutku, Haechan itu tampan, tapi sangat-sangat menyebalkan!"

Turut membenarkan, Hyunjin mengangguk setuju. "Ya, dia sangat menyebalkan. Aku kadang tidak ikhlas saat mentraktirnya makan."

Lalu, keduanya tertawa lagi. Di sisi lain, Haechan yang tengah melayani pembeli, tiba-tiba bersin dua kali. Dia sampai meminta maaf karena membuat pembeli tidak nyaman.

"Tapi, pria menyebalkan itu menyukaimu."

Penuturan Hyunjin lantas menghentikan tawa Renjun. Dia nyaris tersedak ludah saking terkejutnya. Maksud Renjun, dia tidak menyangka Hyunjin juga mengetahui perasaan Haechan terhadapnya.

"Dia meminta bantuanku untuk mendekatimu." Oh, sialan, Hyunjin! Mulutmu benar-benar ember!

"Jangan hiraukan," timpal Renjun, mengalihkan pandangannya pada televisi. "Aku tahu dia menyukaiku, tapi jangan hiraukan permintaannya. Biarkan dia mendekatiku dengan caranya sendiri."

Tunggu, berikan Hyunjin waktu untuk bereaksi berlebihan dulu. Mata sipitnya melotot lebar. Hyunjin kaget luar biasa. "Ya, kau— kau juga menyukainya, 'kan? Kalau tidak, kau tidak akan membiarkan pria manapun mendekatimu! Ck, ayo mengaku!"

Renjun tidak mengangguk, pun menggeleng. Dia hanya diam, berpura-pura fokus pada drama yang sedang tayang. Namun, rona merah yang muncul samar di pipinya sudah bisa membuat Hyunjin mengambil kesimpulan.

Pria itu berseru gemas, "Bangsat, kau sedang jatuh hati!"

Menutupi wajahnya dengan bantal kecil, Renjun mebalas malu-malu. "Hyunjin, kumohon jangan beri tahu Haechan. Biarkan dia menyatakan perasaannya padaku lebih dulu."

"Ya, aku janji tidak mengatakannya! Aku akan tutup mulut!" Pemuda Hwang mengunci rapat bibirnya. Luar biasa! Dia senang bukan main mengetahui sahabatnya ternyata diam-diam telah menyukai Haechan! Mulai sekarang, dia akan mengawasi mereka berdua!

***

"Aku pulang!" Pria itu melepas sepatu, lalu menaruhnya di rak. Melepas jaketnya, Haechan langsung tiduran di sofa. Melemaskan otot-otot tubuhnya yang terasa pegal.

Haechan melirik jam. Sudah pukul sebelas malam dan lampu ruang tengah masih menyala. Renjun belum tidur, namun suasana apartemen tampak sepi. Biasanya jika masih terjaga, Renjun sedang menonton televisi.

Sebab penasaran, Haechan mengetuk pintu kamar pemuda Huang. Saat tidak ada sahutan, dia membukanya. Kosong, tidak ada siapa pun. Maka, Haechan menarik ponsel dari saku celana guna menelepon Hyunjin. Alisnya menukik tajam. Jangan bilang Renjun sedang pergi bekerja!

Begitu panggilan telepon terhubung, Haechan langsung bertanya, "Apa Renjun bersamamu?"

"Tidak. Kenapa?"

"Dia tidak ada di apartemen," lirihnya. "Apa dia sedang pergi?"

"Aku tidak tahu. Tadi aku memang habis dari sana. Renjun bilang dia tidak memiliki pekerjaan. Kenapa tidak kau telepon saja nomornya kalau khawatir?"

Haechan berdecak jengkel. "Alasan apa yang kugunakan untuk meneleponnya?!"

Di tampatnya, Hyunjin tidak kalah jengkel. "Kau pria, Haechan! Jika kau mau mendekatinya, maka tidak ada alasan saat kau ingin meneleponnya! Begitu saja tidak bisa!"

"Aku bukannya tidak bisa, tapi—"

"Tapi apa?!" Potong Hyunjin berang. Jangan sampai dia yang bertindak lagi! "Bukan masalah saat kau ingin mengetahui keberadaannya, Haechan. Beranilah sedikit. Kalau sedikit-sedikit gengsi, kau tidak akan bisa mendapatkannya!"

Tut. Panggilan diputus, membuat Haechan meremas ponselnya kesal. Sial, rasanya sulit sekali mau menghubungi Renjun! Haechan butuh alasan! Kalau tidak, pemuda itu akan besar kepala menerima panggilan teleponnya.

Ketika batin Haechan masih sibuk berperang, pintu apartemen terbuka. Renjun ada di sana. "Kau sudah pulang? Kupikir belum."

Pemuda Lee tidak menggubris pertanyaannya. Dia menatap tajam pemuda yang akhir-akhir ini selalu mengganggu pikirannya. "Habis dari mana?"

"Membeli ini," Renjun memamerkan kaleng-kaleng minuman alkohol dan beberapa camilan di tangannya. Dia duduk di sofa yang kemudian diikuti Haechan. "Mau minum bersamaku?"





TBC


When We Meet Again - HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang