51 🎑 Rasa Sakit 🎑

168 24 432
                                    

Jangan lupa divote ya!

Kemarin pengen up, ternyata pas tadi pagi di cek sebagian isi draftnya hilang. Nyesek bgt ya☺️

Oke skip! Happy Reading yaps🥰

Bolbbalgan4 ⏸ To My Youth

Rasa nyeri di tubuh ini, tak akan pernah sebanding dengan rasa sakit yang bahkan tak terlihat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rasa nyeri di tubuh ini, tak akan pernah sebanding dengan rasa sakit yang bahkan tak terlihat. Aku mampu bertahan di antara keduanya, itu artinya aku pun mampu menyembunyikan keduanya. - Agatha Alice

___________________________________________

Justin kini tengah berada di sebuah rumah yang cukup luas dan besar. Sesekali ia menggeleng heran, ketika teman-temannya sangat heboh saat menonton film. "Gede juga ya, pasti enak tuh buat dimainin," ucap Gavin dengan serius ketika pandangannya tak beralih dari layar yang kini mereka tonton.

"Apanya gede?" tanya Alvaro

"Burung lo tuh gede," celetuk Gavin ngasal.

Sedangkan Al kini hanya mengerinyit heran, dengan lontaran yang Gavin ucapkan padanya. "Gue kagak punya burung anjir, gue punyanya kucing."

Justin, Gavin, dan Rio menatap bersamaan ke arah bawah, hanya untuk memastikan sesuatu di sana. "Berarti anu lo pala kucing dong?" Gidik Gavin ngeri.

"Pantes gede banget." Justin ikut berbicara, hal itu sontak mengundang tawa Gavin dan Rio secara bersamaan.

"Goblok!" Setelah sadar arah pembicaraan ketiga temannya, Al kini melemparkan sebuah bantal masing-masing kepada mereka. "Gue kira burung peliharaan sial!"

"Udah, udah lanjut nonton," ujar Rio melerai. Kini mereka kembali fokus menatap layar.

Gavin memukul bahu Al kesal, ia begitu terbawa suasana mengenai alur film yang mereka tonton. "Itu si babon kasar banget anjir mainnya, kagak bisa pelan-pelan kali ya masukinnya?"

"Gak usah pake pukul gue segala kali!"

"Kamu nggak akan pernahku lepas. Hahaha..."

Rio menatap Al dan Gavin bergantian. "Lo ngomong bikin gue ambigu aja, lebih baik diem dah lo berdua!"

"Lah kan emang bener! Dasar otak lo aja yang isinya begituan," seru Gavin tak mau kalah.

"Orang kalo denger ucapan lo pasti mikirnya juga kaya gitu." Rio melempar bantal tepat ke wajah Gavin. "Pake segala ngomong dimasukin kagak pelan-pelan."

Gavin menepuk-nepuk bahu Rio sedikit kencang, kini ia berusaha menahan tawa. "Lo kayanya kudu banyak ngucapin astaghfirullah deh, soalnya otak lo itu isinya udah kagak baik. Gue sebagai teman yang baik, nggak akan biarin teman gue jalan ke arah yang sesat," ujar Gavin seperti berceramah.

Psycho Love in the FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang