6/Confused

10K 654 24
                                    

6

*****

Senyum indah terurai dari bibir Andini, Al berjalan mendekat, lalu duduk tepat di samping perempuan itu. Andini menarik selimutnya, menutup tubuh bagian atasnya hingga ke leher, mereka masih saling menatap dan diam.

Al seperti sibuk mengagumi wajah Andin, sedangkan Andin sibuk mengangumi senyum manis laki-laki itu, lekuk wajahnya dengan garis tulang yang tegas, juga bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitar dagunya. Perasaan nyaman yang luar biasa ketika mereka bersama, membuat kedua nya seolah tak perlu punya banyak kata-kata untuk saling menerima.



Dia menarik sedikit tubuh Al untuk duduk di dekatnya, lalu bergelayut di lengan laki-laki itu seolah ingin mengatakan bahwa "aku mencintai mu" perempuan itu menempelkan kepalanya, lalu seolah rasa takut menyergap dirinya yang detik sebelumnya masih merasa tenang. Dia mungkin merasakan sesuatu yang hilang dari dirinya, yang membuatnya harus terus memegangi Aldebaran agar tak pernah pergi. Agar laki-laki itu tau bahwa Andini takut kehilangannya.



"Andini..."
"Iya?"


Al tersenyum, "Terima kasih banyak ya" tangannya membelai lembut kepala Andin, dengan rambutnya yang berantakan dan bibir merah muda alami nya itu, membuat Andin nampak begitu sempurna.


"Makasih apa?" tanya Andin
"Semalam"



Andini terdiam, dia nampak sesekali menunduk, sebenarnya Andini berpikir tentang apa yang sudah dia lewati semalaman bersama Aldebaran, dia seperti tak percaya, dia telah melewatinya. Sesuatu yang tak pernah dia pikirkan. Ada sedikit penyesalan di benak nya, ada sedikit rasa 'Kenapa aku lakukan ini?' yang terus berkecamuk dalam dirinya, namun lagi-lagi Aldebaran menghancurkan kekhawatiran nya.




"Kenapa?" tanya Aldebaran dengan tetap menatap dan membelai rambut Andini. Perempuan itu menggeleng pelan, "Gak apa-apa mas. Tadi..siapa yang datang?" Andini mencoba mengalihkan pembicaraan.



"Eum, itu.. papa" ucap Al. Dia nampak ragu menjawab pertanyaan Andin, entah kenapa.
"Papa kamu kesini?"
"Iya, dia minta saya cari Erik"
"Erik adik kamu yang suka main motor itu?"
"Kamu tau?"
"Tau, waktu berita soal kita yang dinner pas new year itu, kan di beritain juga keluarga kamu"
"Iya, gak pernah pulang dia ndin, gak tau kluyuran dimana"



"Kamu juga gak pernah pulang, mas"
"Iya sih"
"Terus papa kamu di rumah sama siapa?"
Al mengangkat kedua bahunya, merasa enggan dan malas menjawab pertanyaan itu
"Kamu lagi marahan ya, sama papa kamu?"
"Papa itu gak peduli sama saya, kayaknya saya bukan anaknya karena anaknya cuma Erik"
"Kok gitu ngomongnya?"



"Udah lah, saya malas bahas itu, sekarang kamu mandi ya, saya pesenin makanan"
Al beranjak, namun tangannya di tahan oleh Andin,
"Aku gak mau makan kalau kamu badmood kayak gitu"
Al kembali duduk lalu mendekatkan wajahnya ke Andin
"Saya gak badmood, biasa aja"
"Bohong"



"Saya senyum ni, hiiiii" Al menunjukan deretan giginya yang putih sembari sedikit menyipitkan matanya
Andin tau, mungkin saat itu Al memang belum mau bicara apapun, maka Andin harus menghormatinya. Al beranjak, mengambilkan kaos di lemarinya untuk Andin gunakan,
"Pakai ini ya"



"Punya kamu?"
"Ya siapa lagi"
Andin memegangi kaos Aldebaran itu, kaos bertuliskan Kenzo berwarna hijau army dengan ukuran cukup besar.
"Kamu mandi, pakai kaos saya, terus nanti kita sarapan ya"



Andini mengulurkan kedua tangannya dengan manja, meminta Al untuk membantu nya bangun dari ranjang, Al menarik tangan Andin, hingga membuat gadis yang masih tak menggunakan apapun di tubuh bagian atasnya itu sedikit merasa kedinginan sebab keluar dari selimut nya yang hangat, di bagian bawah tubuhnya, sudah melingkar sebuah kain kecil penutup dari inti tubuhnya.



One Night Season 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang